China Respon Pernyataan Donal Trump yang Menyebut Negaranya Melakukan Pembunuhan Massal
Trump menuding China berusaha menutupi virus corona ketika pertama kali merebak, tudingan yang dibantah oleh Beijing
TRI BUN-MEDAN.COM - China melontarkan bantahan setelah dituduh Presiden AS Donald Trump melakukan " pembunuhan massal" di tengah wabah virus corona.
Tensi antara AS dan Negeri "Panda" meningkat sejak Covid-19 mulai terdeteksi di ibu kota Provinsi Hubei, Wuhan, pada akhir Desember 2019.
Sejak April, Trump menuding China berusaha menutupi virus corona ketika pertama kali merebak, tudingan yang dibantah oleh Beijing.
Kini, Negeri "Panda" bereaksi kembali setelah presiden ke-45 AS itu melontarkan kicauannya di Twitter, yang menuding mereka melakukan "pembunuhan massal".
Sejak tanggal 20 Mei lalu, situasi semakin memanas.
Trump menyebut ada wacko (orang gila) di China yang merilis pernyataan menyalahkan semua orang atas virus yang membunuh ratusan ribu orang.
"Tolong, jelaskan bahwa ini merupakan 'ketidakmpuan China' dan bukan karena hal lain, yang menyebabkan pembunuhan massal!" ujar Trump gusar.
Dalam konferensi pers di Beijing, juru bicara kementerian luar negeri Zhao Lijian menekankan negaranya sudah berusaha bersikap jujur.
"Kami berulang kali berusaha berkata jujur, memberikan bukti jujur, dan memberi penjelasan secara masuk akal," ujarnya dilansir AFP Kamis (21/5/2020).
Zhao menerangkan, pemerintahan Presiden Xi Jinping sudah berusaha yang terbaik untuk melindungi keselamatan dan kesehatan rakyatnya.
Dia menerangkan bahwa selama ini, mereka sudah berusaha bersikap transparan, terbuka, dan bertanggung jawab selama wabah berlangsung.
Sang juru bicara mengklaim bahwa negaranya juga berupaya mengajak negara lain bekerja sama untuk menanggulangi penyebaran virus.
Saat ini, Negeri "Panda" berada dalam tekanan setelah Covid-19 menyebar dan membuuh lebih dari 329.000 di seluruh dunia.
Di tengah semakin banyaknya kasus infeksi, negara Barat seperti AS dan Australia menyerukan adanya penyelidikan mengungkap asal usul virus corona.
Seruan itu berangkat dari kecurigaan Washington, bahwa virus bernama resmi SARS-Cov-2 tersebut berasal dari laboratorium di Wuhan.
China melalui Persiden Xi Jinping menegaskan, dirinya mendukung adanya investigasi.
Namun, harus dilakukan setelah wabah terkendali.
Zhao pada awal pekan mengatakan, rancangan mosi yang saat ini tengah didiskusikan di Dewan Kesehatan Dunia menurutnya berbeda.
Dia menerangkan rancangan tersebut "sangat berbeda dengan dari apa yang disebut penyelidikan independen seperti yang didengungkan Australia".
Akan Usir Mahasiswa Pascasarjana China
Amerika Serikat akan mengambil tindakan tegas terhadap mahasiswa Cina yang belajar di negaranya.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan pengumuman akan segera dikeluarkan oleh Presiden AS, Donald Trump.
"TIndakan itu untuk mencegah dugaan spionase yang dilakukan oleh mahasiswa Cina," kata Pompeo dal konferesi pers, Kamis (28/5/2020) malam.
Trump sebelumnya mengatakan akan menggelar konferensi pers Jumat (29/5/2020) tentang Cina.
Dilansir AFP, Jumat (29/5/2020), hal itu terjadi tengah meningkatnya ketegangan antara kedua kekuatan dunia, termasuk mengenai status Hong Kong dan pandemi virus Corona baru.
Ditanya tentang laporan The New York Times bahwa Trump sedang mempertimbangkan untuk mengusir ribuan mahasiswa pascasarjana, Pompeo menjawab:
"Mahasiswa Cina tidak boleh berada di sini untuk sekolah. karena terus memata-matai kita."
"Kami tahu tantangan ini. Presiden Trump, saya yakin, akan mengambilnya," kata Pompeo kepada Fox News.
Dia menolak mengatakan apakah tindakan akan diumumkan Trump pada Jumat pagi.
"Kami memiliki kewajiban, kewajiban untuk memastikan mahasiswa yang datang ke sini untuk belajar ... tidak bertindak atas nama Partai Komunis Tiongkok," kata Pompeo.

Dr Anthony Fauci (kiri), bersama Presiden AS Donald Trump (reuters)
The New York Times melaporkan Trump sedang mempertimbangkan membatalkan visa untuk ribuan mahasiswa pascasarjana yang terkait dengan militer Cina.
Langkah ini pasti akan menuai kritik dari universitas, yang semakin bergantung pada biaya kuliah dari mahasiswa asing.
Cina dan India merupakan sumber terbesar, dan telah terpukul keras oleh penutupan akibat COVID-19.
Aktivis Asia-Amerika telah lama menyuarakan keprihatinan penargetan mahasiswa Cina berdampak pada komunitas mereka sendiri.
Bahkan, warga AS keturunan Asia juga dicurigai sebagai mata-mata negaranya.
"Ini bukan ketakutan ini bukan rasis. Orang-orang Cina adalah orang-orang hebat," kata Pompeo ketika ditanya tentang keprihatinan tersebut.
"Ini seperti zaman Uni Soviet. Ini adalah rezim komunis, tirani yang menimbulkan risiko nyata bagi Amerika Serikat," katanya.
Trump, dalam sambutannya kepada wartawan, menolak untuk mempratinjau konferensi pers pada Jumat, tetapi mengatakan, "Kami tidak senang dengan Cina."
Konferensi pers akan datang dua hari setelah Pompeo menyatakan kepada Kongres bahwa Hong Kong tidak lagi otonom dari Cina.
Seperti yang dijanjikan oleh Beijing sebelum Inggris menyerahkan koloninya pada tahun 1997.
Cina telah mensahkan undang-undang keamanan yang menurut para aktivis Hong Kong akan mengakhiri kebebasan.
Washington dan Beijing sudah berselisih soal tanggung jawab atas pandemi coronavirus, yang berasal dari Cina tetapi telah menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan kerusakan di Amerika Serikat.
Para kritikus domestik menuduh Trump salah kelola dan mengatakan 100.000 kematian di AS.
Ditambah pengangguran besar-besaran adalah hasil dari respons federal yang lambat dan tidak merata terhadap penyebaran virus di seluruh wilayah.
Tetapi Trump tetap menyalahkan krisis dari Cina dan untuk waktu yang lama bersikeras menyebut penyakit COVID-19 sebagai "virus Cina."
Dia telah mengancam akan memotong dana AS untuk Organisasi Kesehatan Dunia, menuduh badan PBB bias terhadap Beijing dan membantu dalam menutup-nutupi kasus di Cina.
Sempat Senyap Selama 6 Bulan karena Wabah Virus Corona (COVID-19) Hongkong Kembali Memanas

Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata pada pengunjuk rasa, Minggu (24/5/2020) (scmp)
Sebelumnya Donald Trump mengeluarkan ancaman terhadap Cina, jika menyerang para demonstran di Hong Kong.
“AS akan merespons dengan sangat kuat, jika Beijing memberlakukan kontrol yang lebih ketat terhadap Hong Kong ,” kata Trump.
Hal itu dipicu ketegangan terus meningkat antara kedua negara di tengah-tengah meluasnya penyebaran pandemi virus Corona.
Dilansir AFP, Jumat (22/5/2020), pemerintah Cina telah mengumumkan bahwa undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong akan diusulkan pada sesi parlemen tahunan yang dibuka pada Rabu (20/5/2020).
Cina memberi sinyal terbaru dari rencana Beijing untuk menindak protes pro-demokrasi di wilayah semi-otonomi.
"Jika itu terjadi, kami akan mengatasinya dengan sangat kuat," kata Trump di Gedung Putih pada Kamis (21/5/2020).
Trump telah meningkatkan serangannya terhadap Cina atas pandemi virus Corona dalam beberapa hari terakhir ini.
Tampaknya Trump secara langsung menyalahkan presiden China Xi Jinping atas disinformasi Covid-19 ke seluruh dunia .
Dalam sebuah tembakan langka ke Tiongkok, presiden AS tweeted pada Rabu (20/5/2020) malam:
"Itu semua berasal dari atas, mereka bisa dengan mudah menghentikan wabah, tetapi mereka tidak!" katanya.
Komentar Trump muncul ketika sebuah studi menunjukkan bahwa sekitar 36.000 lebih orang Amerika akan meninggal karena pandemi.
Jika AS telah memberlakukan langkah-langkah jarak sosial hanya satu minggu lebih awal pada pertengahan Maret 2020.
Menurut perkiraan dari Universitas Columbia di New York, jika AS telah memperkenalkan penguncian dua minggu sebelumnya, pada 1 Maret, sebanyak 54.000 jiwa dapat diselamatkan pada 3 Mei.
Hingga saat ini, lebih dari 93.000 orang Amerika meninggal karena virus, jauh melebihi negara lain.
Juru bicara Gedung Putih Judd Deere, mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan temuan-temuan Universitas Columbia, dengan mengatakan:
"Apa yang bisa menyelamatkan hidup adalah jika Cina transparan dan Organisasi Kesehatan Dunia telah memenuhi misinya".
Trump juga mengecam sebelumnya dengan mengatakan, "Itu adalah 'ketidakmampuan Cina dan tidak ada yang lain, yang melakukan pembunuhan massal seluruh dunia ini."
Gedung Putih pada Rabu (20/5/2020) malam juga mengeluarkan serangan berskala luas terhadap kebijakan ekonomi Beijing yang ganas, penumpukan militer, kampanye disinformasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
China kembali mengancam tindakan balasansebagai tanggapan ketika Beijing membuka sidang parlemennya setelah penundaan hampir tiga bulan karena pandemi.
Aktivis pro-demokrasi khawatir Beijing akan memberlakukan undang-undang baru setelah upaya sebelumnya pada 2003 untuk meloloskan RUU kontroversial di Hong Kong gagal setelah protes massal.
Cina juga menyerang AS karena keputusan "berbahaya" untuk memberi selamat kepada Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada awal masa jabatan keduanya.(*)
Artikel telah tayang di Serambinews.com dengan judul:Donald Trump Ancam Tindak Keras Cina, Jika Serang Demonstran Hong Kong dan Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dituding Trump Lakukan "Pembunuhan Massal", Ini Jawaban China",