News Video
Mamek Sudiono Pahlawan PSMS Juara 1985, Kini Nasibnya Menyedihkan Tinggal di Pos Ranting Ormas
Tepatnya tanggal 23 Februari 1985, dengan sepakan keras Mamek berhasil membuat PSMS merengkuh gelar juara Liga Perserikatan untuk keenam kalinya.
Penulis: Victory Arrival Hutauruk | Editor: M.Andimaz Kahfi
Mamek Sudiono Pahlawan PSMS Juara 1985, Kini Nasibnya Menyedihkan Tinggal di Pos Ranting Ormas
TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Tubuhnya sudah terseok-seok berjalan menyusuri Jalanan Jalan Sumatera, Kecamatan Belawan I, Medan Belawan ketika hendak menuju tempat tinggalnya di Pos Ranting Cabang Pemuda Pancasila Medan Belawan.
Pria itu adalah Sudiono atau yang lebih akrab disapa Mamek Sudiono pahlawan PSMS Medan dalam final kejuaraan PSSI atau sering disebut Liga Perserikatan tahun 1984/1985 yang membuat tim berjuluk ayam kinantan tersebut berhasil mempertahankan gelar juara lewat adu pinalti yang dramatis.
Tepatnya tanggal 23 Februari 1985, dengan sepakan keras Mamek berhasil membuat PSMS merengkuh gelar juara Liga Perserikatan untuk keenam kalinya setelah unggul 4-3 adu pinalti.
"Ya sempat jantungan, saya nekat aja, disitu semua mata tertuju sama saya. Tapi saya yakin itu buat Kota Medan Sumtera Utara bangga," ungkapnya dengan suara pelan saat ditemui Tribun Medan tepat di bawah pohon rindang tepat di depan Posko PP, Senin (8/6/2020).
Badan atletis dengan gaya rambut gondrongnya kala menjadi algojo terakhir penentu kemenangan laga berjuluk The Great Indonesian Final kontra Persib Bandung tersebut kini tidak terlihat lagi.
Dengan baju biru lengan panjang bertuliskan merek Hugo dan celana jeans biru, pria 64 tahun ini terlihat berjalan dengan lontang-lantung menuju tempat tinggalnya di Pos Ranting PP.
Sebelum akhirnya, rekan-rekannya memanggilnya dengan suara lantang Mamek. Yang membuatnya menoleh dan hingga akhirnya ia menceritakan kehidupannya.
Mamek mengaku dirinya sudah hampir setahun lebih tinggal sendiri di Pos Ranting Cabang PP Belawan. Dimana
"Sudah hampir setahun ini saya tinggal di Pos ini, awalnya itu dikasih sama ketua Pemuda Pancasila Medan Belawan Minol Anwar. Pas mau Hari Raya tahun lalu lah saya dikasih tinggal disitu," tuturnya dengan nyaring bahkan saya harus sendengkan telinga untuk mendengar suaranya.
Saat ditanya mengapa kondisi pria kelahiran Medan, 11 Oktober 1956 ini mengaku dirinya pernah terkena strok ringan hingga membuat separuh tubuhnya sulit difungsikan.
"Saya kena struk ringan tahun 2014 lalu, kemarin gara-gara terkejut dan langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi kenapa suara saya ini pelan gara-gara itu. Orang sering nyuruh saya kuat ngomong. Tapi itu saya sudah ngomong kuat, cuma memang yang keluar pelan, lidah saya seperti sangkut," cetusnya yang bahkan beberapa kali air ludahnya berjatuhan.
Pria berposisi sebagai penyerang ini, bahkan menyebutkan dirinya saat ini tinggal di Pos Ranting PP tersebut hanya dengan beralaskan tikar.
"Tidur di tikar saja enggak ada apa-apa, tapi sekarang saya sudah ngekost tepat di sebelah pos ranting ini," cetusnya.
Sebelum akhirnya pindah ke Pos Ranting PP, Mamek mengaku terus berpindah-pindah pascameninggalnya istri tercintanya Widiyani, pada September tahun 2012 lalu.
"Saya harus berpindah-pindah mencari kontrakan untum tinggal. Itu saya biayai sendiri, setelah tidak punya uang lagi, saya tidak bisa bayar kontrakan dan tinggal di pos ormas," ungkapnya dengan berkaca-kaca.
Kesehariannya saat ini, ia selalu berjalan kaki kemana-mana, pagi hari menuju siang, pria 5 orang anak ini berjalan dari Pos Ranting PP menuju Masjid Bea Cukai yang berada di Pelabuhan Belawan untuk salat.
Menuju siang ke sore, tak ayal ia akan kembali lagi ke posko untuk tegur sapa dengan rekan sejawatnya.
Kemudian pada malam, ia akan nongkrong di Rumah Makan Padang tepat di depan Posko Ranting PP untuk membeli makan malam dan akan makan bersama rekannya di cakruk kayu.
Tak ayal, beberapa orang yang melihat Mamek yang berjalan-jalan terseok menganggapnya sebagai seorang gelandangan.
Namun, tak begitu bagi masyarakat setempat, Mamek sudah dikenal sebagai seorang legenda sepakbola.
"Oh yang pemain bola PSMS itu," cetus seorang ibu saat ditanya ada mengenal orang bernama Mamek.
Mamek sebenarnya bukanlah seseorang yang tidak bercukupan, selain mendapat gaji dari olah bola bundar sejak 1977-1990, Mamek Sudiono adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak 1980 hingga 2012.
Mamek mengakui dirinya melakukan hal yang salah di masa muda, hingga akhirnya tak bisa memberikan rumah bagi keluarganya pascapensiun sebagai PNS di Bea Cukai.
"Saya sangat loyal di masa muda, kurang hemat. Kalau nyesal ya pasti nyesallah, tapi semua tidak bisa saya ulang lagi," ungkapnya.
Saat ditanya mengapa tak tinggal bersama anak-anaknya, Mamek menyebutkan dirinya tak mau bergantung dan merepotkan anak-anaknya.
"Belum mau tinggal sama mereka, masih mau mandiri, enggak mau gantung sama anak. Tapi mereka beberapa kali lihat saya disini," cetusnya.
Mamek mengaku bertahan hidup saat ini dengan bekerja di perusahaan ekspidisi barang di Pelabuhan Belawan. Yang dimana dirinya mendapatkan penghasilan tidak menentu ketika ada pekerjaan.
Dengan kondisinya saat ini, bahkan kontribusinya terhadap PSMS Medan, Mamek mengaku tak pernah sekalipun mendapatkan perhatian dari manajamen PSMS Medan.
"Enggak ada kasih bantuan dengan kondisi saya ini. Saya nggak pernah dipanggil bahkan engga pernah dapat undangan di acara apapun maupun ulang tahun PSMS Medan. Orang manajamen PSMS belum ada, enggak ada," tuturnya.
Namun demikian, Mamek mengaku dirinya tak henti-hentinya mencintai klub berlambang daun tembakau tersebut.
Bahkan saat diminta untuk menyebutkan nama-nama rekannya saat di laga panas partai final yang memecahkan rekor penonton terbanyak untuk sebuah amatir tersebut.
"Kipernya pada final itu Ponirin Meka baru beknya ada Nirwanto, Hamdardi, Suheri, Sunardi A, Sakum Nugroho baru diganti RS Bangga Gultom. Lalu tengahnya ada Musimin, Hadi Sakiman, baru disitu kaptennya Amrustian, baru penyerangnya Sunardi B, M. Sidik dan Sidik digantikan saya. Saya ingat semua ini karena kekeluargaan kami itu sangat kental dulu," tambah nya.
Bagi Mamek sepakbola adalah segalanya dan saat ini waktu untuk memperbaiki hidupnya.
"Bola itu udah hidup aku, Bola sudah mendarah daging," tutupnya.
(vic/tribunmedan.com)