Terkait Sumbangan Komite MAN 1 Medan hingga Rp 3,9 Juta, Ombudsman: Kebijakan yang Kurang Bijak
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut menilai tidak sepantasnya sekolah MAN 1 Medan) membebankan biaya masuk sekolah kepada orangtua murid
TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menilai tidak sepantasnya sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan (MAN 1 Medan) membebankan biaya masuk sekolah kepada orangtua murid.
Ia pun mempertanyakan uang sumbangan komite MAN 1 dengan kategori sumbangan pendidikan sebesar Rp 1,5 juta.
"Kalau benar informasi tersebut, secara aturan ya itu enggak boleh diberlakukan. Tidak boleh ada pungutan, karena ini tidak punya dasar.
Misalnya sumbangan pendidikan, nah sumbangan pendidikan ini apakah untuk membantu sarana prasarana atau pembangunan sekolah?
Kalau iya, itu kan tanggung jawab pemerintah, jadi ini jangan dibebankan kepada masyarakat apalagi ini kan sekolah negeri," katanya, Rabu (10/6/2020).
• Terus Meningkat, Kasus Positif Covid-19 di Medan Sudah Mencapai 434 Orang, Korban Meninggal 33
• Bocah Perempuan Dicabuli 3 Sekawan KD (50), TP (44), dan LL (21), Komnas PA: Beri Hukuman Berat!
Terkait sumbangan full day school, kata Abyadi, perlu juga dipertimbangkan kembali oleh pihak sekolah.
Apalagi di masa pandemi banyak orangtua murid yang mengalami kesulitan ekonomi.
Selain itu, hingga saat ini pemerintah belum dapat memastikan kapan sekolah tatap muka diberlakukan.
"Mungkin full day school itu program mereka dalam peningkatan siswa, tapi saya kira ini semua perlu dipikirkan dulu. Sebab situasi pandemi sekarang ini membuat banyak masyarakat kesusahan, bahkan saat ini masyarakat justru mengharapkan bantuan dari berbagai pihak.
Jadi untuk meringankan beban mereka menghadapi tekanan ekonomi pandemi covid-19 ini, perlu dipertimbangkan itu, sebab saya pikir ini kebijakan yang kurang bijak," ujarnya.
Ia mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 seharusnya pihak sekolah memberikan empati kepada murid, bukan malah membebankan mereka dengan berbagai pungutan.
"Pemerintah saja sekarang sudah meluncurkan berbagai program untuk membantu masyarakat akibat pandemi covid-19 ini, tapi lembaga-lembaga pendidikan malah begini.
Harusnya mereka memberi empati kepada masyarakat jangan membebani dengan berbagai kutipan-kutipan uang ini uang itu," katanya.
Karena berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag), kata Abyadi, seharusnya Kanwil Kemenag Sumut dapat menindaklanjutinya.
"Ini kan sekolah agama jadi di bawah Kemenag. Saya kira Kementerian Agama harus bisa menghentikan ini, kalau informasi ini benar. Saya kira ini enggak dibolehkan karena ini sifatnya pungutan, jadi kita minta kepada Kanwil Kemenag Sumut agar ini dihentikan. Juga agar diawasi ini," katanya.
Selain itu ia juga meminta agar sekolah yang berada di bawah naungan Kemenag agar tidak melakukan hal serupa. Apalagi di tengah pandemi Covid-19.
Ia meminta agar semua sekolah dapat berempati kepada orang tua murid.
"Kita minta kepada semua lingkungan unit pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian Agama janganlah membebani masyarakat di tengah susahnya kehidupan ekonomi saat ini, baik itu tingkat sekolah dasar maupun menengah atas atau Aliyah.
Seluruh sekolah mestinya memberi empati kepada masyarakat dengan tidak memberlakukan berbagai macam pungutan," katanya.
Diketahui, seorang orangtua murid yang enggan disebutkan namanya, merasa kecewa atas kebijakan MAN 1 Medan yang membebankan biaya komite hingga jutaan rupiah dengan dalih sebagai sumbangan.
Ia mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 tidak selayaknya pihak sekolah memberlakukan hal tersebut.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya harus merogoh kocek hingga Rp 3,9 juta untuk sumbangan Komite MAN 1 Medan Tahun Ajaran 2020/2021.
Rinciannya, sumbangan full day school sebesar Rp 2,4 juta/tahun dan sumbangan pendidikan yang dibayar hanya di kelas I sebesar Rp 1,5 juta.
"Saya kecewa dengan kebijakan itu, kalau sumbangan kan seharusnya seikhlasnya. Apalagi itu belum termasuk uang baju dan uang buku,” katanya, Selasa (9/6/2020).
Saat registrasi, dia mengaku harus merogoh kocek Rp 965 ribu. Ia tak mempersoalkan uang baju tersebut, karena dianggapnya masih dalam batas kewajaran.
“Lalu ada lagi uang buku itu jumlahnya hampir satu juta juga saya bayar lunas. Lalu ada lagi pembayaran katanya uang sumbangan. Saya kaget kok sumbangan segitu banyak, ditentukan pula," bebernya.
Ia menceritakan saat itu sudah protes pada pegawai yang dijumpai di lapangan.
Sebab, di masa pandemi ini, terlalu berat bagi orangtua dikenakan biaya sumbangan komite hampir Rp 4 juta.
Namun, pihak sekolah mengatakan jika dapat tidak membayar uang tersebut, harus menyerahkan surat keterangan tidak mampu.
"Saya bilang sekolahkan anak di negeri supaya biayanya bisa dibantu oleh pemerintah. Saat itu mereka jawab kalau nggak ada duit eggak usah bayar nggak apa-apa, asalkan ada surat keterangan tidak mampu, sementara posisinya sudah begitu,” katanya.
“Sebenarnya bukan hanya saya saja, banyak orangtua yang mengeluh saat itu. Bahkan, ada uangnya tinggal dua ratus ribu karena enggak menyangka uang komitenya sebesar itu," katanya.
Sumbangan komite sekolah tersebut, menurut dia, tidak sejalan dengan surat edaran Wali Kota Medan yang meminta agar pihak sekolah tidak membebankan orangtua.
"Pak Edi dan Pak Akhyar kan udah bilang nggak ada uang pembangunan dan segala macam," katanya.
Ia mengatakan tidak selayaknya sekolah mengutip uang sebesar itu saat pandemi, apalagi hal tersebut terjadi di sekolah negeri.
"Jurusan IPS itu ada sekitar 530 siswa, coba bayangkan per orang hampir 4 juta dikenakan biaya, berapa miliar yang mereka terima. Belum lagi yang jurusan IPA, sementara orangtua murid saat ini mungkin banyak yang kehilangan pendapatan. Kalau mereka membuat full day dengan alasan biaya honor, harusnya dibuatlah program lain yang tidak memberatkan di tengah pandemi begini," katanya.
Ia mengatakan biaya untuk mendaftar sebagai murid baru pihaknya harus merogoh kocek kurang lebih Rp 6 juta.
"Memang bisa dicicil, tapi ini kan terlalu memberatkan sementara kita belum tahu kapan pastinya sekolah tatap muka diberlakukan. Komite sekolah ini dengan dalih sumbangan totalnya Rp 3,9 juta, uang mukanya Rp 900 ribu bagi yang mau cicil. Itu kan namanya udah kewajiban, bukan sumbangan lagi," katanya.
Ia berharap Pemko Medan, Dinas Pendidikan atau pun Kemenag dapat memberikan solusi atas permasalahan tersebut.
"Kalau bisa dinas pendidikan itu menghapus sumbangan atau uang komite sekolah yang seperti ini. Sangat memberatkan apalagi di saat seperti ini," katanya.
(cr21/tri bun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/abyadi_siregar_2019.jpg)