Tuntut Penghapusan Dualisme Kampus, Mahasiswa ITM Lakukan Aksi Bakar Ban
Seratusan mahasiswa Institut Teknologi Medan (ITM) menggelar aksi demo dan pemboikotan kampus di depan gedung ITM, Jalan Gedung Arca.
TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Seratusan mahasiswa Institut Teknologi Medan (ITM) menggelar aksi demo dan pemboikotan kampus di depan gedung ITM, Jalan Gedung Arca No. 52, Medan, Jumat (10/7/2020).
Para mahasiswa dari lintas jurusan dan angkatan ini dengan sigap berkumpul hampir memenuhi separuh jalan dengan memegang spanduk yang berisikan aspirasi dan tuntutan yang menimbulkan kemacetan.
Pantauan Tribun Medan, tampak orator menyampaikan aspirasi para mahasiswa di tengah jalan sambil sesekali menyanyikan lagu Darah Juang untuk membakar semangat massa.
Koordinator aksi, Angga mengungkapkan bahwa ini menjadi aksi hari ketiga yang dilakukan para mahasiswa.
Ia menuturkan bahwa aksi ini dilakukan lantaran para mahasiswa sudah tidak tahan dengan tindakan kampus yang menurut mereka sangat merugikan mahasiswa.
"Kami mendemokan permasalahan yang ada di kampus ini. Semakin hari demokrasi di kampus ini semakin dikangkangi. Petinggi yayasan yang seharusnya memberikan contoh baik kepada mahasiswa ini malah melakukan hal konyol, salah satunya dualisme yang ada di kampus ini," ungkap Angga kepada Tribun Medan.
Dualisme di ITM sudah dirasakan mahasiswa sejak beberapa bulan belakangan ini.
Angga menuturkan bahwa hampir semua mahasiswa tingkat akhir merasakan kerugian dalam penyusunan tugas akhir.
"Banyak kawan-kawan yang menyusun tugas akhir yang memerlukan tanda tangan rektor, atau pihak lainnya itu tidak dapat dilakukan ataupun terealisasi. Pimpinan membola-bolai kami untuk ke sana ke mari tanpa kejelasan," ujar Angga.
Aksi pemboikotan ini berlangsung sudah lebih dari dua jam sejak dimulai pada pukul 14.00 siang yang setia diikuti para mahasiswa untuk menyuarakan aspirasinya.
Dari ratusan mahasiswa tersebut, ada Endon, mahasiswa yang merasa dirugikan dalam melaksanakan tugas akhir.
"Aku sebagai mahasiswa sudah dirugikan, aku mahasiswa tingkat akhir yang harus mengurus administrasi. Ketua jurusan kami juga sudah terbelah dua, aku harus mengikuti arahan yang mana," ungkap Endon.
Tambahnya, alasan ia turun lantaran ia tidak mau tugas akhirnya akan sia-sia lantaran adanya dualisme internal di kampus tempat ia menimba ilmu.
"Aku merasa ketika menyelesaikan skripsiku, Surat Keterangan Lulusku tidak ada yang menandatangani. Ini saja sudah ada dua kubu, ini sudah terjadi di beberapa seniorku. Aku tidak mau dong, tamat dari sini tidak diakui. Sama saja nanti cari kerja susah, uang orangtuaku habis sia-sia. Ini alasanku ingin turun," pungkas Endon.
Sejak demo berlangsung selama tiga hari ini, pihak rektorat universitas hingga saat ini belum ada yang menampakkan diri untuk menertibkan aksi demo pemboikotan tersebut.
(cr13/tri bun-medan.com)