TRIBUN-MEDAN-WIKI: Mengenal Lebih Dekat Merari Siregar, Sastrawan Asal Tapsel
Sosok Merari Siregar dikenal sebagai satu dari segelintir sastrawan yang populer di masanya.
Laporan Reporter Tribun Medan/Aqmarul Akhyar
TRIBUN-MEDAN-WIKI.com - Sosok Merari Siregar dikenal sebagai satu dari segelintir sastrawan yang populer di masanya.
Ia dilahirkan di Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 13 Juli 1986.
Karya sastranya yang sangat membekas di kalangan pecinta karya sastra yaitu novelnya, bertajuk Azab dan Sengsara.
Dalam makalah bertajuk Tokoh Sastra Indonesia Asal Sumatera Utara Menuju Pahlawan Nasional, Antilan Purba menyebutkan Merari Siregar menimba ilmu di Kweek-School atau sekolah guru.
Ia juga pernah m,engenyam pendidikan di salah satu sekolah di Gunung Sahari, Jakarta.
Sastrawan Antilan Purba, dalam makalahnya, menceritakan tahun 1923 Marari mendapat ijazah dari Handelscorrespondent Bond A di Jakarta.
Lalu, ia bekerja sebagai guru bantu di Medan.
Setelah itu, ia kembali ke Jakarta untuk bekerja di Rumah Sakit CBZ (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).
Kemudian, ia pindah ke Kalianget, Madura dan bekerja di Kantor Opium end Zouregie, sampai meninggal dunia.
Data Badan Pengembangan dan Pembinanan Bahasa, menyebutkan bahwa Merari Siregar merupakan seorang sastrawan.
Karya tulis sastranya bercorak baru untuk ukuran zamannya, ketika hikayat masih dominan.
Selain seorang sasatrawan, ia juga seorang ayah dari tiga orang anak, yaitu Florentinus Hasajangu, Suzanna Tiurna Siregar, dan Theodorus Mulia Siregar.
Seorang Merari Siregar sejak kecil berada dalam dunia keketatan adat dan kawin paksa.
Setelah dewasa, ia melihat bahwa pola hidup masyarakat di Sipirok tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.
Oleh karena itu, hati kecilnya ingin mengubah sikap dan pandangan yang kurang baik itu.
Novel yang bertajuk Azab dan Sengsara berbicara tentang kesengsaraan seorang gadis akibat kawin paksa.
Ia sendiri menyatakan bahwa ia mengarang cerita ini bermaksud menunjukkan adat dan kebiasaan yang kurang baik dan kurang sempurna di tengah-tengah bangsanya.
Merari Siregar juga seorang penyadur yang baik.
Ceritanya sangat hidup sehingga pembaca tidak merasakan cerita itu sebagai saduran dari luar negeri.
Pembaca seolah-olah membaca cerita Indonesia asli, seperti dalam cerita si Jamin dan Si Johan.
Berikut beberapa karya Merari Siregar, baik karya asli maupun saduran:
Si Jamin dan Si Johan diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1918, saduran dari Jan Smess karya Justus van Maurik (Merari Siregar pernah mendapatkan hadiah dalam sayembara mengarang atas cerita Si Jamin dan Si Johan).
Azab dan Sengsara diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1920 di Jakarta.
Tjerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1924.
Binasa karena Gadis Priangan diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1931.
Tjinta dan Hawa Nafsu diterbitkan oleh Balai Pustaka (tanpa tahun).
Sumber:
- Badan Pengembangan dan Pembinanan Bahasa, Balai Bahasa Sumatra Utara
- Makalah bertajuk Tokoh Sastra Indonesia Asal Sumatera Utara Menuju Pahlawan Nasional, Karya Drs. Antilan Purba, M.Pd.
(cr22/tribun-medan.com)