Terkait Kasus Buronan Rp 940 Miliar Djoko Tjandra, Kapolri Copot Jabatan Brigjen Pol Prasetyo Utomo
Jenderal Prasetyo diduga sudah menyalahgunakan wewenangnya dengan mengeluarkan surat jalan untuk buron Djoko Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra.
TRIBUN-MEDAN.Com - Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono menyampaikan, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetyo Utomo.
Menurut Agro, Jenderal Prasetyo diduga sudah menyalahgunakan wewenangnya dengan mengeluarkan surat jalan untuk buron Djoko Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra.
"Yang bersangkutan dicopot dari jabatan dalam rangka pemeriksaan," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (15/7/2020).
Keputusan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020.
Surat tersebut ditandatangani oleh Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (As SDM) Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri.
Dalam surat itu, Prasetyo dimutasi sebagai perwira tinggi (pati) Yanma Mabes Polri.
Sebelumnya diberitakan, Prasetyo diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Argo menuturkan, Prasetyo membuat surat tersebut atas inisiatif sendiri.
"Dalam pemberian atau pembuatan surat jalan tersebut, Bapak Kepala Biro tersebut adalah inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan," kata Argo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu.

Buronon paling dicari Djoko Tjandra tak kunjung ditangkap karena dibekap seorang jenderal bahkan sang jenderal menerbitkan surat khusus. (Istimewa)
IPW BUKA SUARA
Diberitakan, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane sebelumnya membeberkan, surat jalan buron terpidana kasus pengalihan utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, dikeluarkan oleh Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS.
"IPW mengecam keras tindakan Bareskrim Polri yang sudah mengeluarkan surat jalan kepada Joko Chandra, sehingga buronan kelas kakap itu bebas berpergian dari Jakarta ke Kalimantan Barat dan kemudian menghilang lagi," kata Neta melalui keterangan tertulis, Rabu (15/7/2020).
Dari data yang diperoleh IPW, surat bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020 tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.
Dalam dokumen surat jalan yang ditunjukkan Neta, tertulis Joko Soegiarto Tjandra disebut sebagai konsultan.
Dalam surat itu, Joko Tjandra disebut melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan pesawat terbang untuk keperluan konsultasi dan koordinasi.
Tertulis pula Joko Tjandra berangkat pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020.
Neta menilai Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS tidak memiliki urgensi untuk mengeluarkan surat jalan.
"Lalu siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan surat jalan itu. Apakah ada sebuah persekongkolan jahat untuk melindungi Joko Chandra," tuturnya.
Ia pun mendesak Prasetyo diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
"IPW mendesak agar Brigjen Prasetyo Utomo segera dicopot dari jabatannya dan diperiksa oleh Propam Polri," ucap dia.
Hingga saat ini Kompas.com berupaya mendapatkan konfirmasi dari Prasetyo terkait pernyaatan IPW.
Kompas.com sudah mencoba menghubungi Prasetyo, akan tetapi nomor telepon genggamnya tidak aktif.

Brigjen Pol Prasetyo Utomo dan Djoko Tjandra (Tribun Lampung)
INISIATIF SENDIRI
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menuturkan, surat jalan untuk buron terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, diterbitkan atas inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetyo Utomo.
Menurut Argo, surat jalan tersebut juga dikeluarkan tanpa izin dari pimpinan Prasetyo.
“Dalam pemberian atau pembuatan surat jalan tersebut, Bapak Kepala Biro tersebut adalah inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan,” kata Argo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020).
Saat ini, Prasetyo masih diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Argo memprediksi pemeriksaan tersebut akan selesai pada Rabu sore ini.
Argo memastikan Prasetyo akan dicopot dari jabatannya apabila terbukti melakukan pelanggaran.
“Hari ini sedang diperiksa, sore ini selesai pemeriksaan, (kalau) terbukti, akan dicopot dari jabatannya,” tutur Argo.

Buronon paling dicari Djoko Tjandra tak kunjung ditangkap karena dibekap seorang jenderal bahkan sang jenderal menerbitkan surat khusus. (Istimewa)
Sepak Terjang Djoko Tjandra
SEPAK terjang Djoko Tjandra, buronan kasus hak tagih atau cessie Bank Bali yang merugikan negara hingga Rp 940 miliar, menampar kewibawaan lembaga negara Indonesia dan mencoreng penegakan hukum.
Djoko Tjandra dinyatakan buron sejak 2009.
Diketahui kemudian, ia memiliki kewarganegaraan Papua Nugini sejak 2012.
Di tengah pandemi Corona, di awal Juni, buronan itu melenggang santai masuk ke Indonesia.
Ia mendatangi rumahnya di Jakarta, mengurus KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
KTP elektroniknya selesai tak sampai dua jam.
Setelah itu, ia bergegas ke Kantor Pelayanan Satu Atap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditemani penasihat hukumnya dari Anita Kolopaking and Partners untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya.
Kemudian melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan pesawat terbang untuk keperluan konsultasi dan koordinasi pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020.
Usai mengurus semuanya, Djoko Tjandra kembali melenggang ke luar negeri dengan santainya.
Kok bisa?
Ada banyak pertanyaan yang layak diajukan kepada sejumlah lembaga terkait.
Kepada pihak imigrasi, apakah mereka tidak tahu kalau Djoko Tjandra melintas di bandara?
Kepada Kejaksaan Agung yang adalah eksekutor utama, apakah mereka buta sama sekali terhadap manuver buronan yang paling dicari ini?
Pertanyaan juga pantas diajukan kepada Kementerian Luar Negeri.
Tidakkah mereka mencium gerak-gerik Djoko Tjandra di Malaysia dan Papua Nugini?
Terakhir, Djoko Tjandra dilaporkan berada di sebuah rumah sakit di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk menjalani perawatan.
Saya sungguh penasaran dan mencoba melakukan penelusuran di lapangan.
Program AIMAN yang tayang di Kompas TV, Senin (13/7/2020) pukul 20.00, menayangkan apa yang saya temui di lapangan.
Mendatangi Kelurahan Grogol Selatan
Saya mendatangi Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan, tempat kasus ini dimulai.
Buronan negara ini membuat KTP elektronik di sana atas namanya sendiri: Djoko Tjandra.
Pelayanan di kelurahan itu secara resmi dimulai pada pukul 07.30 setiap hari.
Saya sengaja datang 30 menit lebih awal. Bukan tanpa alasan.
Itu adalah waktu Djoko Tjandra datang ke kelurahan tersebut.
Saya mendapat informasi, Djoko Tjandra mendapat layanan eksklusif.
Pengurusan KTP elektroniknya berlangsung sebelum layanan umum dibuka pada pukul 07.30.
Informasi yang saya dapat sesuai dengan data yang disampaikan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh.
Menurut Zudan, dalam catatan server (peladen) Ditjen Dukcapil, biometri (Identitas iris mata, dan sejenisnya) dilakukan perekaman di Kelurahan Grogol Selatan, pada pukul 7.27 WIB.
Artinya ia datang sebelum jam tersebut.
Informasi ini saya dapatkan secara eksklusif hanya di program AIMAN.
Saat saya datang ke Kelurahan Grogol Selatan, ruang pelayanan masih kosong pada pukul 07.10 WIB.
Ada petugas yang sudah mulai datang, tapi pelayanan untuk publik belum dibuka.
Saya bertanya kepada salah seorang petugas yang sudah datang tersebut.
“Jam berapa biasanya pelayanan buka?”
“Jam setengah delapan, Pak,” jawab petugas itu.
“Masih ingat kasus bulan Juni lalu? Ada Pak Djoko Tjandra yang mengurus KTP baru di sini. Jam berapa dia datang?” tanya saya lagi.
“Jam 07.10, Pak,” jawab dia.
“Kok bisa Mas jam segitu sudah mulai membuka layanan. Kan tadi katanya baru mulai jam 07.30. Memangnya siapa yang menyuruh buka lebih pagi?”
Petugas itu diam saja. Tidak menjawab pertanyaan saya.
Dua kali saya ajukan pertanyaan yang sama. Hanya gelengan kepala yang saya dapat.
Setelah kasus ini ramai jadi pembicaraan, Lurah Grogol Selatan Asep Subahan dicopot.
Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan alasannya.
"Laporan investigasi Inspektorat sudah selesai dan jelas terlihat bahwa yang bersangkutan telah melanggar prosedur penerbitan KTP-el tersebut. Ini fatal, tidak seharusnya terjadi. Yang bersangkutan telah dinonaktifkan dan akan dilakukan penyelidikan lebih jauh," ujar Anies dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/7/2020).
Kegeraman Mahfud
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD tak bisa menyembunyikan kegeramannya.
"Karena bagaimanapun malu negara ini kalau dipermainkan oleh Djoko Tjandra. Polisi kita yang hebat, masa tidak bisa nangkap, Kejaksaan Agung yang hebat masa tidak bisa nangkap," kata Mahfud.
Menurut dia, penangkapan Djoko Tjandra seharusnya soal sepele.
"Itu kan soal sepele bagi Polisi maupun bagi Kejaksaan Agung kalau mau menangkap orang begitu. Gampang ngendusnya, sehingga kalau ndak bisa ya keterlaluan lah," tegas Mahfud.
Kasus ini harus dibongkar tuntas. Sudah pasti ada pelanggaran di sana-sini. Jangan sampai ada kecurigaan bahwa aparat penegak hukum ikut bermain.
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul Kapolri Copot Kepala Biro di Bareskrim yang Membuat Surat Jalan Djoko Tjandra dan Polri: Surat Jalan Djoko Tjandra Diterbitkan atas Inisiatif Kepala Biro di Bareskrim