Update Covid19 Sumut 23 Agustus 2020
Kisah dr Arief Fadhillah Terpapar Covid-19, Isolasi itu Tidak Enak
Ketakutan akan terpapar wabah covid-19 menjadikannya merasa tugas yang dijalankan tidak maksimal.
TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Menjalani tugas sehari-hari sebagai seorang dokter umum di Rumah Sakit Malahayati Medan dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan menjadi tak semudah biasanya bagi Arief, terkhusus di masa pandemi covid-19 ini.
Ketakutan akan terpapar wabah covid-19 menjadikannya merasa tugas yang dijalankan tidak maksimal.
Pada 28 Juli 2020, Arief mengatakan dirinya mengalami demam, meskipun tetap menjalani tugasnya di UGD sebagai dokter triage.
Namun ia tak memungkiri tubuhnya terasa sangat lemas dan kelelahan.
"Bermula dari saya demam, tak terlalu tinggi pada 28 Juli. Saat itu saya masih sanggup bekerja sebagai dokter triage di UGD setelah makan obat demam. Tetapi, badan saya terasa sangat lemas hingga bolak balik mau tidur saja. Kemudian timbul batuk-batuk kecil tak berdahak. Kadang sesak setelah batuk. Selera makan nyaris hilang karena penciuman dan pengecapan tidak berfungsi," ujar dokter dengan nama lengkap Arief Fadhillah ini saat diwawancarai Tribun Medan, Minggu (23/8/2020).
Ia pun mengaku sempat beberapa kali melakukan rapid test, namun hasilnya non reaktif. Hingga saat kondisi fisiknya sangat melemah dan Arief memutuskan untuk beristirahat dan melakukan swab test.
• Jumlah Dokter Meninggal Akibat Corona Bertambah, Tenaga Medis Keluhkan APD Kurang Memadai
"Sempat saya beberapa kali melakukan rapid test, di RS Adam Malik dan Malahayati, hasilnya non reaktif. Namun dari hasil pemeriksaan foto thoraks terdapat gambaran pneumonia bilateral," katanya.
"Kemudian pada 6 Agustus saya melakukan tes swab PCR di RSUPHAM, dan tanggal 10 Agustus keluar hasilnya positif, padahal dari sejak tanggal 6 tersebut semua gejala seperti demam, batuk, sesak, lemas dan sebagainya telah hilang sama sekali," tambahnya.
Oleh beberpa pihak, terang Arief, ia dianjurkan untuk dirawat diisolasi dengan alasan kondisinya yang memiliki penyakit penyerta yang tidak ringan. Di antaranya diabetes, jantung coroner, hipertensi. serta saturasi oksigen darahnya juga sudah menurun hingga 94 persen.
"Tanggal 13 sore saya meminta bantuan ambulans RS Malahayati untuk mengantarkan saya masuk ruang isolasi baru di RSUPHAM. Perasaan saya saat itu pasrah, karena dari sejak awal saya tahu ini adalah resiko pekerjaan," ungkapnya.
Pada saat itu, Arief mengaku sudah menerima semuanya dan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Baginya, ini merupakan sebuah risiko yang harus dihadapi.
"Perasaan saya saat itu yakin bahwa saya pasti sembuh jika Tuhan berkehendak demikian," tuturnya.
• BREAKING NEWS: Seorang Lagi Dokter Positif Corona, Terkini dr Bulan Dirawat di RS Murni Teguh Medan
Ia juga menceritakan pengalamannya selama diisolasi di RS Adam Malik. Meskipun diisolasi dengan fasilitas memadai, bagi Arief bertahan tanpa menghirup udara bebas itu sangat tidak menyenangkan.
"Diisolasi itu tidak enak. Tidak akan pernah enak. Adanya TV, music dari HP, AC yang sejuk, kamar mandi dgn fasilitas lengkap air panas, makan nasi kotak tiga kali sehari dan snack, dan lainnya. Itu tidak bisa menggantikan kebahagiaan menghirup udara bebas dan berkumpul dengan keluarga," katanya.
Meskipun tidak enak, Arief tetap menjalankan masa isolasinya dengan lapang dada sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Ia juga mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman sejawat.
"Tetapi, walaupun tidak enak, saya tetap harus menjalani perawatan di ruang isolasi ini agar upaya teman sejawat dokter menyelamatkan nyawa saya jadi lebih optimal. Beberapa teman dan rekan juga selalu mendukung, membantu membawakan makanan untuk saya dan keluarga yang sedang isolasi mandiri," katanya.
• Lagi-lagi Dokter di Sumut Meninggal karena Corona, IDI Cabang Medan Sebut Sudah 8 Dokter
Tidak Takut Dikucilkan
Menjadi pasien covid-19 yang tengah menjalani masa isolasi, bagi Arief momok di tengah masyarakat tidak perlu ditakuti.
Justru, terangnya, dengan terpapar Covid-19 dan akhirnya bisa sembuh akan menambah dirinya optimistis dalam bertugas.
"Covid itu bukan penyakit kotor dan bisa sembuh total. Sebenarnya, saya harus bangga jika saya pernah tertular Covid dan sembuh karena itu artinya saya telah mendapat vaksinasi alami dan punya antibodi yang baik untuk melawan Covid di masa yang akan datang," katanya.
Ia berharap masyarakat bisa lebih mematuhi protokol kesehatan untuk saling melindungi diri sendiri dan keluarga.
"Untuk itu patuhilah protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk pemerintah saya sangat berharap agar terus menerus melakukan penyempurnaan untuk penaganan wabah ini," katanya.
Ia mengatakan perlunya memperbanyak jumlah tempat perawatan bagi pasien Covid-19. Sehingga rumah sakit yang ingin merujuk pasien Covid tidak kesulitan mencari rumah sakit rujukan karena saat ini rumah sakit rujukan seringkali penuh.
• BREAKING NEWS: Putus Rantai Covid-19, UnHar Bagikan 2000 Masker Gratis di Lapangan Merdeka
"Juga perbanyak alat test PCR sebagai alat untuk menentukan positif atau negatifnya pasien covid. Hasil test PCR ini menjadi penentu apakah pasien masih harus dirawat isolasi atau sudah boleh pulang. Bisa bayangkan kalau hasil PCR nya lama akibat banyak specimen yang di test sementara pasien musti tertahan di ruang isolasi terus," tuturnya.
Sebagai tenaga medis, Arief juga mengakui risiko yang harus ia dan rekannya hadapi. Ia berharap vaksin untuk wabah ini dapat segera ditemukan untuk mengurangi jumlah tenaga medis yang wafat akibat Covid-19.
"Jujur saja, saya sering mendengar pembicaraan sesama petugas medis yang ketakutan walau mereka saat ini masih berdiri tegak melayani orang sakit. Saya cuma bisa berdoa untuk keselamatan dan kesehatan mereka dan semoga vaksinasi segera bisa diberikan untuk semua," tutupnya.(cr14/tri bun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/doktr-ariefff.jpg)