2 Tahanan Polsek Sunggal Tewas
Istri Tersangka Polisi Gadungan Sebut Suaminya Bukan Meninggal di RS, Namun di Sel Tahanan
Dua tersangka polisi gadungan, Rudi Efendi (40) dan Joko Dedi Kurniawan (36) yang ditangkap Polsek Sunggal Polrestatabes Medan, meninggal dunia.
Penulis: Victory Arrival Hutauruk | Editor: Juang Naibaho
Laporan Wartawan Tribun Medan, Victory Arrival Hutauruk
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Dua tersangka polisi gadungan, Rudi Efendi (40) dan Joko Dedi Kurniawan (36) yang ditangkap Polsek Sunggal Polrestatabes Medan, meninggal dunia.
Keduanya ditangkap dalam kasus pencurian dengan kekerasan (curas) dengan modus menyamar sebagai polisi saat beraksi di kawasan Jalan Ringroad, Kelurahan Asam Kumbang, Medan pada 8 September 2020.
Kedua keluarga korban yang merasa janggal atas kematian tersangka, akhirnya mendatangi Kantor LBH Medan untuk meminta kuasa terkait kejadian tersebut, Senin (5/10/2020) siang.
Informasi yang dihimpun Tribun dari wawancara keluarga, Rudi Efendi merupakan warga Jalan Laut Dendang Kenari XII, Percut Sei Dendang, Percutseituan, Deliserdang yang meninggal pada 26 September 2020.
Sedangkan Joko yang merupakan warga Pasar Dua Saentis, Percutseituan, Deliserdang meninggal pada 2 Oktober 2020 lalu.
Sunarsih, istri korban Joko, menyebutkan bahwa dirinya merasa janggal atas kematian suaminya tersebut.
Sebab, saat ditangkap suaminya dalam keadaan sehat.
Ia menduga suaminya mengalami kekerasan hingga berbekas lebam di bagian kepala dan dada.
"Suami saya Joko, ya waktu ditangkap badannya segar. Cuma ada lebam di kepala dan dadanya sakit. Di situ di sel katanya sudah tidak ada (meninggal), info dari rekannya tahanan yang lain juga saudara, terus langsung dibawa ke rumah sakit. Saya merasa janggal saja, minta keadilan supaya diusut. Diduga tewas karena kekerasan dan tidak wajar," tuturnya saat diwawancarai Tribun.
Ia menyebutkan bahwa terakhir kali bertemu suaminya mengeluhkan sakit kepala.
"Badannya sakit, kepalanya sakit. Hari Kamis terakhir saya dikabari polisi talu di situ cuma nengok aja, kondisinya sakit gitu kayak orang pucat, kata polisi karena sakit paru-paru," cetusnya.
Adik korban Joko Dedi, Sri Rahayu menuturkan awalnya korban sempat dibawah ke rumah sakit untuk dirawat karena sakit pada 25 dan 26 September 2020.
"Jadi awalnya Joko dibawa ke rumah sakit karena sakit, katanya paru-paru dan sesak nafas. Kami sudah sempat jenguk juga," tuturnya saat diwawancarai Tribun di Kantor LBH Medan.
Lalu tiba-tiba pihak keluarga mendapatkan kabar kembali bahwa Joko kembali sakit dan harus masuk ke rumah sakit.
"Jadi kami awalnya dikabari hari Kamis 1 Oktober bahwa abang kami Joko sakit, terus kami jenguk di Polsek Sunggal dan kondisinya di situ sudah pucat dan dia mengeluh kesakitan di kepala dan di dada," ungkapnya saat diwawancarai Tribun.
Lalu, Sri menceritakan keesokan harinya keluarga mendapatkan kabar dari pihak Polsek Sunggal bahwa Joko kritis di RS Bhayangkara.
Namun, satu jam kemudian sudah dikabari polisi bahwa Joko sudah meninggal karena sakit paru-paru.
"Jadi keesokan harinya tiba-tiba jupernya menelepon kembali jam 7 bahwa Joko sekarat. Terus saya marah-marah kenapa baru dikabari sekarang. Lalu keluarga sampai jam setengah sembilan di RS Bhayangkara abang saya itu sudah meninggal," tuturnya dengan menitihkan air mata.
Sri menyebutkan bahwa saat dimandikan keluarga melihat bekas luka di kepala korban Joko.
"Jadi saat dimandikan abang saya itu, kepalanya biru mengeluarkan darah. Terus dadanya juga biru," ungkapnya.
Karena hal tersebut, pihak kelurga tak terima dengan kematian Joko dan meminta bantuan hukum ke LBH Medan untuk mengusut tuntas kasus ini.
"Kami merasa kematian abang saya itu tidak wajar, karena kami lihat waktu masuk ke dalam penjara sehat walafiat tidak ada punya riwayat sakit paru-paru. Sehingga kami datang ke LBH Medan untuk bisa menjadi kuasa kami dan meminta keadilan," cetus Sri.
Abang korban Rudi, Irwansyah menyebutkan bahwa adiknya tersebut juga mengalami luka akibat penganiayaan di bagian dada.
"Jadi adik kami itu ketika dimandikan pada tanggal 26 September itu badannya semua biru bekas dianiaya. Saya mendapatkan kabar dari dalam bahwa adik saya itu meninggal di dalam sel bukan di rumah sakit. Karena saya dapat kabar jam 3 sore terus kami datang langsung ambil jenazah," terangnya.
Ia menyebutkan bahwa adiknya tersebut saat ditangkap di Polsek Sunggal tidak memiliki riwayat sakit paru-paru seperti yang disebutkan kepolisian sebagai penyebabnya.
"Adik saya itu sehat tidak ada sakit sewaktu ditangkap badannya dia itu tegap besar, jadi saya pikir ada oknum yang sengaja menganiaya dia. Kalau dia bersalah hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Jangan sampai dibinasakan seperti ini adik kami itu," jelas Irwansyah.
Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra menyebutkan bahwa pihaknya sudah resmi menjadi kuasa terhadap kedua korban meninggal dan menduga kematian keduanya diduga disiksa hingga berujung kematian.
Selain dua orang tersebut, enam orang lainnya yang diamankan polisi dalam kasus ini yakni otak pelaku Muhammad Budiman alias Budi (34), Suprianto alias Lilik (40), Khairunissa (18), Yogi Air Langga (20), Diki Ari Wibowo (25) dan Dedi Saputra alias Putra (32).
Penjelasan Polsek Sunggal
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Sunggal AKP Budiman Simanjuntak mengatakan bahwa kedua orang tahanan itu meninggal di Rumah Sakit Bhayangkara.
"Iya dua-duanya meninggal karena sakit di rumah sakit. Sempat dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, ada yang sempat diopname," tuturnya saat dikonfirmasi Tribun, Senin (5/10/2020).
Ia menyebutkan keduanya meninggal dalam waktu yang berbeda, di mana Joko terlebih dahulu meninggal.
Dikatakan Budiman, kedua tahanan itu meninggal karena radang paru-paru.
"Beda meninggalnya, seminggu aja, sebelmnya si Rudi baru 3 hari yang lalu kalau gak salah Jumat. Meninggal karena sakit juga bahkan dokter ngomong ya radang paru-paru mengarah ke TBC katanya, kita juga tidak tahu. Kalau mau informasi inilah ceritanya, sempat diopname 4 hari. Dokter yang menyampaikan," tuturnya.
Saat ditanya mengenai dugaan ada kekerasan terhadap kedua tersangka tersebut hingga menyebabkan kematian, Budiman membantah hal tersebut.
"Kalau dibilang kekerasan dari keluarganya kemaren waktu ngambil mayat di rumah sakit keluarganya juga kita bilang silakan kalau merasa ada curiga silakan mau diautopsi. Mereka juga mengatakan jika keluarga menerima dengan ikhlas, ada kita rekam. Kemarin kita suruh untuk lakukan autopsi tapi keluarganya yang menolak,” ujarnya.
“Kalau mereka lapor itu hak mereka. Tapi dari awal kemarin waktu mengambil jenazah di rumah sakit mereka menerima dengan ikhlas kedua keluarga," imbuh Budiman.
"Kemarin juga kita suruh lihat apakah curiga dianiaya atau apa ya mereka lihat sendiri penganiayaan tidak ada lebam-lebam kita lihat secara kasat mata. Tidak ada melakukan penganiayaan," pungkas Budiman.
(vic/tribunmedan.com)