Ternyata Bisa Dipidana, Banyak Anak di Bawah Usia 18 Menikah saat Pandemi Covid-19

Kasus 30 pengajuan dispensasi usia nikah di Pengadilan Agama Medan harus jadi perhatian.

Penulis: Liska Rahayu | Editor: Salomo Tarigan
Dok/T r ibun Medan/Dedy
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait 

Laporan Wartawan T r ibun-Medan/Liska Rahayu

T R IBUN-MEDAN.com, MEDAN - Angka pernikahan usia dini terus meningkat selama masa pandemi Covid-19. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait bahkan menyebutkan, di Kota Blitar, Jawa Timur, selama pandemi, terdapat sekitar 300 anak-anak usia SMP yang mengajukan dispensasi usia pernikahan ke pengadilan.

"Fenomena perkawinan usia anak ini terus meningkat. Saya informasikan bahwa di Blitar, bahkan ada sekitar 300 anak-anak usia SMP di masa pandemi ini justru minta dispensasi pernikahan usia anak ke pengadilan. Lalu di Sulawesi Barat ada sekitar 200-an pada usia SMP. Itu artinya usia 13 sampai 15 tahun," katanya saat dihubungi, Selasa (6/10/2020).

Dijelaskannya, pengajuan dispensasi usia pernikahan itu diajukan setelah mendapat rekomendasi dari otoritas wilayah setempat.

Arist mengatakan, di Nusa Tenggara Barat (NTB), ada kasus di mana anak perempuan usia 12 tahun dan laki-laki berusia 15 tahun dinikahkan karena kedapatan berjalan-jalan di malam hari.

Keduanya lantas dinikahkan.

"Jadi artinya, kalau di Medan itu ada 30-an yang tercatat, itu adalah salah satu fenomena dan gambaran bahwa di masa Covid-19, semakin anak didekatkan ke dalam lingkungan keluarga, kasus-kasus kekerasan terhadap anak, kasus pelanggaran terhadap anak ternyata terus meningkat," jelasnya.

Jumlah kasus yang telah disebutkannya tadi, menurutnya adalah bentuk pelanggaran hak anak yang terjadi di masyarakat.

"Tidak boleh ada satu pun lembaga di negara ini yang bisa memberikan atau diberikan kewenangan untuk memberikan dispensasi, sekalipun itu pengadilan," tegasnya.

Di dalam Undang-undang sudah disebutkan, usia minimal seseorang menikah adalah 19 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.

"Karena MK sudah memutuskan, anak yang boleh menikah itu adalah 19 tahun baik laki-laki dan perempuan. Jadi kalau ada orang yang memfasilitasi, apakah orangtua, kemudian institusi perkawinan, lalu meminta dispensasi di pengadilan, maka Komnas Perlindungan Anak menyerukan dan meminta pengadilan tidak boleh memberikan dispensasi dengan alasan apa pun," ujarnya.

Arist menyebut, kasus 30 pengajuan dispensasi usia nikah di Pengadilan Agama Medan harus jadi perhatian.

Komnas PA meminta agar pengadilan tidak memberikan dispensasi tersebut.

"Jika ada lembaga yang menikahkan anak usia di bawah 18 tahun, itu bentuk pelanggaran. MK sudah jelas mengatakan tidak ada perkawinan di bawah 18 tahun apapun alasannya. Justru ada izin orangtua itu adalah pelanggaran terhadap hak anak. Dia melanggar UU," jelasnya.

Orangtua yang menikahkan anak di bawah umur dengan alasan apapun akan mendapatkan sanksi. Dikatakannya, jika masyarakat mengetahui adanya pernikahan anak di bawah umur, maka bisa melaporkan ke kepala desa, KUA ataupun pengadilan.

"Masyarakat bisa melaporkan jika ada temuan tetangga atau siapapun yang menikahkan anaknya di usia anak. Melaporkan itu dan memberikan informasi ke pengadilan. Itu dilarang dan itu pidana. Bisa dihukum 5 tahun loh itu," ujarnya.

Ada banyak faktor meningkatnya pernikahan usia dini menurut Arist. Faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri dan bukan hanya karena kemiskinan.

"Memang di masa Covid-19 ini situasinya tidak normal. Jadi banyak anak-anak yang sekarang ini bukan hanya putus sekolah, tetapi anak-anak remaja kita sebelum Covid-19 yang tidak lagi mendapatkan kesempatan belajar," katanya.

Dicontohkannya, di DKI Jakarta, ketika anak usia sekolah tidak mendapatkan kesempatan sekolah, mereka berpeluang masuk ke kondisi yang disebut ekonomi alternatif.

Artinya, hak mereka dicabut dengan cara dinikahkan. Seolah-olah dengan pernikahan tersebut, masalah ekonomi keluarga dapat terselesaikan di masa pandemi Covid-19 ini.

Selain itu Arist juga menyebutkan adanya risiko kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan yang menikah di usia anak.

"Kedua, menghambat masa depan anak itu. Karena kalau dia menikah umur 12, laki-lakinya katakanlah umur 16, lalu mereka melahirkan anak yang butuh perlindungan. Siapa yang melindungi anak itu?

Sementara orangtuanya masih anak-anak yang juga butuh perlindungan. Bagaimana mendidik anak, memimpin keluarga saat dia masih anak-anak dan dia sendiri perlu mendapat perlindungan dari orang yang lebih dewasa.
Jadi enggak ada untungnya perkawinan usia dini itu," pungkasnya.

(yui/T R IBUN-MEDAN.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved