Japnas Sumut Nilai Sebelum UU Cipta Kerja Disahkan, Sudah Lebih Dulu Diterapkan Pelaku Usaha

Japnas Sumut mendukung UU Cipta Kerja ini, karena kebijakan yang diambil pemerintah baik legislatif dan eksekutif ini sudah tepat.

TRIBUN MEDAN/HO
KETUA Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Sumatera Utara (Sumut), Syahrul Akbar. 

TRI BUN-MEDAN.COM, MEDAN - Omnibus Law Cipta Kerja diharapkan semakin menggairahkan dunia usaha dan membuka lebar lapangan pekerjaan.

Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Sumatera Utara (Sumut), Syahrul Akbar mengataka,n pihaknya mendukung UU Cipta Kerja ini, karena kebijakan yang diambil pemerintah baik legislatif dan eksekutif ini sudah tepat.

"Kita mau produktivitas perusahaan, produktivitas masyarakat, ekonomi kita meningkat. Persaingan ketat secara global belum lagi pandemi Covid-19 ini menjadi tantangan tersendiri," ujar Syahrul, Rabu (7/10/2020).

Ia mengaku, sebelum UU Cipta Kerja ini disahkan, beberapa aturan di dalam UU tersebut sebenarnya sudah lebih dulu diterapkan di berbagai perusahaan swasta khususnya, dari sisi gaji, jam kerja dan cuti.

Misalnya saja sistem pengupahan, tidak semua pengusaha memberikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) kepada karyawan.

"Rata rata gaji yang bekerja di UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) itu karyawannya Rp 1,8 juta hingga Rp 2 juta, masih di bawah UMP dan UMK. Jadi memang swasta secara enggak langsung sudah tidak mengikuti UMP dan UMK. Jadi sebenarnya sudah hal yang biasa yang kita jalani," ucap Syahrul yang juga sebagai Direktur Utama PT. SAM ini.

Sahkan UU Cipta Kerja, Cucu BJ Habibie Sindir DPR Sebagai Pengkhianat dan Bergelimang Proyek

Apalagi saat pandemi Covid-19, kebanyakan karyawan bekerja di rumah, produktivitas perusahaan berkurang. Jam kerja karyawan berkurang, tapi gaji harus penuh tentu ini memberatkan dari sisi pengusaha.

Dikatakannya, pembayaran upah satuan waktu, yang bisa menjadi dasar pembayaran upah per jam juga sudah sering diterapkan pelaku usaha. Hal ini dilakukan sebagai reward dan punishment.

"Saya kerja di konstruksi jadi kalau tukang kerjanya setengah hari ya kita gajinya sesuai dengan setengah hari. Upah dihitung per jam, jadi sebenarnya sudah diterapkan lama, jauh sebelum omnibus law ini dibahas jadi kita tidak terkejut lagi," jelas Syahrul yang juga selaku Komite Tetap Bidang Ristek KADIN (Ketua Kamar Dagang dan Industri) Sumut ini.

Terkait pegawai kontrak, lanjutnya, rata rata pelaku usaha juga lebih banyak menggunakan pegawai kontrak dibanding pegawai tetap. Begitu juga dengan cuti, sebagian usaha atau pekerjaan terkadang juga jika ada hari libur, tetap bekerja.

"Contohnya yang bekerja di mal, saat cuti bersama mereka tetap bekerja, harus ada kerja shift. Yang punya cafe juga saat hari libur mereka tetap bekerja, karena saat itulah omzetnya naik. Apalagi sekarang era revolusi industri 4.0, kita harus siap bersaing," ujarnya.

Awal Mula Lahirnya Pekerja Outsourcing di Era Megawati, Diperluas Jokowi di UU Cipta Kerja

Diakui Syahrul, UU ini juga mengatur tentang kemudahan perizinan untuk tenaga kerja asing, menurutnya hal tersebut sedikit kontradiktif bagi tenaga kerja lokal yang belum bekerja.

"Kita harap kedepannya, UU Cipta Kerja ini berdampak bagi semua sektor dan kita tunggu implementasinya. Kita Indonesia mau maju, mau produktivitas lawan ekonomi global. Kita harus berpikir secara luas jangan mengedepankan ego masing-masing. Saya yakin yang dilakukan pemerintah untuk kebaikan kita bersama," ucapnya. (nat/tri bun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved