Boikot Produk Perancis Tak Akan Berdampak Buruk Bagi Perekonomian Nasional
Dapat yang dilakukan oleh Perancis memperburuk hubungan dagang antara banyak negara dan Perancis bisa saja dirugikan
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Seruan boikot produk-produk Perancis terus meluas dari hari ke hari. Hal tersebut terkait pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron mengenai muslim.
Pengamat ekonomi Sumatera Utara (Sumut), Wahyu Ario Pratomo mengatakan seruan boikot untuk produk Prancis sebagai protes terhadap pernyataan Presiden Perancis, memang belum begitu mempengaruhi ekonomi Perancis. Saat ini memang ekonomi Prancis sedang dalam menurun sebagai dampak Pandemi Covid-19.
"Namun boikot ini menurut saya masih belum berdampak besar, karena akan ada antisipasi atas kegiatan ini. Secara politik, Macron juga akan dapat tekanan jika masih berkeras karena bisnis Prancis yang besar di luar. Apalagi Perancis adalah negara dengan ekonomi besar di Eropa, jadi kondisi akan kembali normal," ujar Wahyu, Senin (2/11/2020).
Ketika Tribun-Medan.com menanyakan apakah boikot produk Perancis akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional, diakui Wahyu, tidak akan berdampak, apalagi masalah ini menurutnya akan diselesaikan secara politik.
Baca juga: Ustaz Haikal Sesalkan Sikap Presiden Perancis: Kemunduran Intelektual, Bukan Zaman Perang Salib
"Indonesia mengalami defisit dengan Perancis. Namun menurut saya defisit ini tidak akan berpengaruh sebesar karena memang barang yang diimpor penting. Misal pesawat terbang, sparepartnya, atau produk makanan seperti air minum," ucap Wahyu.
Hal senada juga diungkapkan Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin. Ia mengatakan boikot produk perancis, tidak akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional.
Aksi seruan untuk memboikot produk Perancis kembali menggema belakangan ini dan sangat disayangkan, di saat dunia tengah berjibaku dengan Covid-19, perang dagang, resesi, hingga memanasnya hubungan geopolitik di banyak negara. Tetapi ia tidak ingin banyak membahas tentang kebijakan politik terkait dengan kecaman yang banyak ditujukan ke Perancis tersebut.
Walaupun Gunawan secara pribadi sangat terusik dengan langkah Presiden Perancis yang tidak akan menarik karikatur nabi Muhammad SAW. Karena buat karikatur Nabi Muhammad SAW menurut keyakinannya merupakan suatu hal yang tabu.
"Kalau berbicara bisnis dengan Perancis, salah satu komoditas yang diimpor dari Prancis adalah air. Dalam konteks ini saya menilai jika nantinya ada aksi boikot produk-produk Prancis, pemerintah tidak akan terlau pusing seandainya air tadi tidak kembali masuk ke Indonesia," ucap Gunawan.
Ia menilai ada sejumlah produk yang diimpor ke Perancis antara lain perawat terbang, mentega, mesin, militer, sparpart, obat obatan dan beberapa komoditas lainnya. Yang kalaupun terjadi aksi boikot benaran dari Indonesia, tetap Indonesia diuntungkan.
"Karena neraca dagang kita selama ini juga negatif bila berdagang dengan Prancis," ungkapnya.
Ia menjelaskan dari tren data perdagangan Indonesia dengan Perancis terus mengalami penurunan defisit. Jadi jika boikot benar-benar terjadi, pemerintah harus mencari barang subtitusi dari negara lainnya.
Baca juga: Penyebab Majalah Charlie Hebdo Tetap Makmur, Sekularisme Lebih Unggul ketimbang Agama di Perancis
Tentunya aksi seruan boikot ini akan menguntungkan sejumlah negara yang tentunya akan memanfaatkan kondisi ini untuk memasarkan produknya. Sebagai contoh, negara yang bergantung dengan Prancis akan mencari negara lain yang bisa menggantikan Perancis. Gunawan yakin dampak buruk dari aksi boikot barang barang Prancis ke Indonesia tidak akan menimbulkan masalah besar di tanah air.
Namun, Gunawan tidak berharap demikian, justru ia berharap Prancis mau menghargai perasaan umat muslim dengan tidak membiarkan karikatur Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut sangat menyinggung perasaan umat muslim dimanapun. Apalagi, di tengah tekanan ekonomi seperti yang terjadi sekarang ini. Sebaiknya Prancis bijak untuk tidak membiarkan masalah berlarut-larut.
"Karena bisa memicu terjadinya aksi boikot serupa dan justru apa yang dilakukan oleh Prancis memperburuk hubungan dagang antara banyak negara dan Perancis bisa saja dirugikan, khususnya hubungan dagang dari negara muslim di dunia," ujarnya.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia dengan Prancis selalu defisit. "Data selama ini impor dari Prancis kurang dari satu persen dari seluruh total impor Sumatera Utara setiap bulan," ujar Staf Bidang Distribusi BPS Sumatera Utara (Sumut) Dani Iskandar.
Diakuinya, Prancis tak pernah masuk lima atau 10 besar negara tujuan ekspor dan asal impor Sumut dan juga Indonesia.
Baca juga: Akhirnya Presiden Perancis Angkat Bicara soal Pernyataan Kartun Nabi Muhammad
"Mitra dagang terbesar kita baik Sumut maupun Indonesia itu Cina, AS, Jepang, India. Artinya klo ke empat negara itu bermasalah, seperti kasus Wuhan kemaren baru neraca kita terkoreksi. Kalau hanya ajakan-ajakan boikot tanpa ada ketentuan antar negara tentang pelarangan keluar masuk barang biasanya enggak pengaruh," ucapnya.
Sementara itu warga Medan, Farida mengatakan terkait isu-isu boikot produk Prancis ia sudah mengetahuinya dari media sosial beberapa hari yang lalu. Meskipun begitu ia mengaku masih menggunakan beberapa produk Prancis dalam bentuk kosmetik dan minuman.
"Masih dijual produknya ya masih saya pakai. Saya beli kosmetiknya karena saya merasa cocok-cocokan saja. Saya juga masih beli minumannya saya haus bagaimana lagi. Tapi kalau mau diboikot produk-produk Prancis ya boikot saja, jangan lagi dipasok," ujar Farida.
Warga Medan lainnya, Nita mengatakan terkait boikot produk Prancis, ia tak ingin berkomentar banyak. Meskipun begitu ia mengaku, selagi produk-produknya masih ada ia tak menutup kemungkinan untuk masih membeli produk tersebut.
"Saya enggak hafal produk-produk Prancis, selagi produknya masih ada ya masih bisa dibeli. Bila memang adanya keputusan boikot dari MUI ya kita lakukan. Semoga masalah ini cepat terselesaikan, kita serahkan semuanya kepada pihak berwenang," kata Nita. (nat/tribun-medan.com)