Terbongkar Balasan Jaksa Pinangki ke Sopirnya yang Tukar Dolar Rp 3,9 M untuk Bayar Mobil BMW

Hal itu diakui Sugiharto yang kini tak lagi menjadi sopir Jaksa Pinangki saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/11/2020). 

Kolase tangkapan layar Youtube
Jaksa Pinangki Sirna Malasari menyuruh sopurnya menukarkan valas senilai Rp 3,9 miliar. Ini balasan Jaksa Pinangki ke sopir yang membayarkan uang itu untuk pembelian mobil BMW. 

TRIBUN-MEDAN.com - Ini balasan Jaksa Pinangki ke sopir yang dipercaya menukarkan valuta asing (valas) atau dolar senilai Rp 3.908.407.000 diduga didapat dari hasil suap Djoko Tjandra.

Sebagian uang itu dipakai Jaksa Pinangki untuk membeli mobil BMW yang kini telah disita Kejaksaan Agung.

Agar tak dicurigai, sang sopir bernama Sugiarto pun bersiasat di depan kasir.

Hal itu diakui Sugiharto yang kini tak lagi menjadi sopir Jaksa Pinangki saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/11/2020). 

"Bu Pinangki menyampaikan, 'Mas ini dolar untuk bayar BMW', ada beberapa kali pembayaran yang pertama Rp 475 juta, dan yang kedua dan ketiga Rp 490 juta," kata Sugiarto saat sidang seperti dikutip dari Antara.

Menurut keterangan Sugiarto, Pinangki sekeluarga mendatangi pameran sebelum membeli mobil mewah tersebut.

Setelah itu, barulah permintaan menukar valas datang dari Pinangki.

"Saya dengan beliau sekeluarga ke pameran, beliau tahu-tahu sudah beli, awalnya nanya ke sales, saya tidak begitu paham, selang berapa hari beliau lalu minta tukar valas," tambah Sugiarto.

Dalam surat dakwaan, total sebanyak 280.000 dollar Amerika Serikat yang ditukar menjadi rupiah oleh supir Pinangki dengan nilai Rp 3.908.407.000.

Uang itu disebut jaksa, salah satunya untuk membeli sebuah mobil BMW X5 warna biru dengan nomor polisi F 214 senilai Rp 1,7 miliar atas nama Pinangki.

Pembayarannya dilakukan secara tunai dan bertahap selama 30 November-Desember 2019.

Setiap menukarkan valas, Sugiarto yang sudah bekerja untuk Pinangki selama 2011-2020 mendapatkan upah sebesar Rp 1 juta.

Ketika membayar pembelian mobil BMW tersebut, Sugiarto menuliskan sumber dananya berasal dari tabungan dan penjualan tanah.

Ia mengaku berinisiatif menuliskan penjualan tanah sebagai sumber dana agar proses pembayaran menjadi lebih lancar.

"Inisatif saya saja sumber uangnya pembelian tanah atas nama saya karena kalau ditulis yang lain ribet maka sama 'teller' diribetkan jadi kesengajaan dari saya, tidak ada perintah dari terdakwa," ungkap Sugiarto.

Ketika dikonfirmasi hakim, Sugiarto menuturkan penjualan tanah tersebut tidak terjadi.

"Tidak ada (penjualan tanah), hanya supaya tidak 'ribet' di kasir yang mulia," ucap Sugiarto.

Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang sebesar 500.000 dollar AS dari Djoko Tjandra terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi sehingga dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Dari jumlah yang ia terima, Pinangki memberikan 50.000 dollar AS kepada rekannya dalam kepengurusan fatwa tersebut, Anita Kolopaking.

Sisanya untuk kepentingan pribadi Pinangki.

Secara keseluruhan, Pinangki menukar 337.600 dollar AS menjadi mata uang rupiah dengan nilai sekitar Rp 4.753.829.000.

Setelah uang ditukarkan, Pinangki membeli mobil BMW X5, membayar penyewaan Apartemen Trump International di AS, membayar dokter kecantikan di AS, membayar dokter home care, serta membayar tagihan kartu kredit.

Lalu, sisa dollar AS yang dimilikinya kemudian digunakan untuk membayar sewa dua apartemen mewah di Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.

Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Terakhir, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat dan dijerat Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.

Aib rumah tangga terbongar

Masalah atau aib rumah tangga Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan AKBP Napitupulu Yogi Yusuf terbongkar di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (16/11/2020). 

AKBP Napitupulu Yogi Yusuf yang menjadi saksi kasus gratifikasi Jaksa Pinangki menyebut kerap tidak sekamar hingga malas mengurusi sang istri. 

Terungkap juga perjanjian pranikah Jaksa Pinangki dan AKBP Napitupulu dan alasan di baliknya. 

Pengakuan AKBP Napitupulu ini membuat Jaksa Pinangki menangis.  

Menikah pada 1 November 2014 silam, Yogi sempat tinggal terpisah dari Pinangki karena penugasan kerja.

Saat kembali satu atap, Yogi mengaku kurang terjalin komunikasi yang baik dengan Pinangki.

Kerenggangan itu bermula pada periode 2018, dan memuncak di tahun 2019.

"Hubungan saya tahun 2019 memang agak kurang baik."

"Kami kurang komunikasi. Kadang tidur pun tidak sekamar," ungkap Yogi dalam persidangan.

Mendengar cerita Yogi, Pinangki terlihat menangis.

Ia berulang kali mengusap matanya menggunakan tisu.

tribunnews
Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan suaminya, Kombes Pol Napitupulu Yogi. Saat memberikan kesaksian, sang suami beberkan isi brankas istrinya yang berisi tumpukan uang dolar. (Istimewa via Warta Kota)

Yogi melanjutkan, kerenggangan hubungan rumah tangga itu membuat dirinya enggan bertanya soal keseharian Pinangki, termasuk kegiatan bepergian ke luar negeri.

"Jujur saya mau nanya udah males. Kalau mau ditanya pasti ujungnya ribut," ucap Yogi.

Pada suatu kesempatan Yogi sempat menanyakan alasan Pinangki yang ingin pergi ke Amerika Serikat.

Tapi, Pinangki justru mengatakan hal itu bukan menjadi urusan Yogi

"Saya tanya mau ke mana? Pinangki bilang 'Bukan urusan kamu'," ucapnya.

Yogi juga ditanya JPU soal besaran penghasilan yang diterimanya sebagai anggota Polri berpangkat AKBP.

"Saya gaji sekitar Rp 7 juta, tunjangan Rp 6 juta- Rp 7 juta. Sekitar Rp 14 juta per bulan," beber Yogi.

Namun, saat ditanya berapa penghasilan istrinya sebagai jaksa, Yogi mengaku tidak tahu.

"Menarik, suami istri tapi tidak tahu," cetus jaksa.

Kemudian jaksa bertanya soal siapa pihak yang membayar sewa Apartemen Pakubuwono Signature dan Apartemen Darmawangsa Essence yang ditempati Pinangki dan Yogi Yusuf.

Hal ini menurut jaksa berkaitan dengan tindakan pidana pencucian uang yang didakwakan kepada Pinangki.

"Terdakwa (yang membayar)."

"Saya tidak mengetahui pasti (besaran penghasilan Pinangki), yang jelas jadi jaksa lebih tinggi dari saya penghasilannya," sambungnya.

Yogi menjelaskan, selama pernikahannya dengan Pinangki pada 1 November 2014, segala urusan keuangan rumah tangga dilimpahkan kepada terdakwa.

Kewajiban Yogi sebagai suami hanya memberikan nafkah kepada Pinangki dan anak-anaknya.

"Selama ini yang mengurus keuangan rumah tangga itu Pinangki."

"Kewajiban saya memberikan nafkah yang saya miliki ke Pinangki," tuturnya.

Ketidaktahuan Yogi ternyata karena sebelum berkomitmen mendirikan rumah tangga, ia dan Pinangki membuat perjanjian pranikah.

Dalam perjanjian itu tertuang aturan soal pemisahan harta kekayaan masing-masing.

Perjanjian pranikah ini diminta Pinangki lantaran masih membawa harta bawaan dari mantan suaminya.

"Sehingga dia meminta pemisahan harta kekayaan itu," ungkap Yogi.

Pinangki sebagai jaksa golongan 4A menerima penghasilan Rp 18,9 juta.

Lantaran menjadi kepala keluarga, Yogi tetap memberikah nafkah berupa seluruh penghasilan pekerjaannya selama satu bulan ke Pinangki.

Sebab kata dia, pengelolaan keuangan sepenuhnya diatur oleh Pinangki selaku istri.

"Semua gaji dan remunerasi itu masuk ke istri," ujar Yogi.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pinangki Minta Sopirnya Tukar Valas untuk Bayar Pembelian BMW Rp 1,7 Miliar"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved