Ancaman Baru Donald Trump Ajak Pendukung Demo Besar-besaran saat Pelantikan Joe Biden
Kabar terbaru Presiden AS Donald Trump mengeluarkan ancaman akan melakukan demo besar besaran bersama pendukungnya.
TRIBUN-MEDAN.com - Ancaman Baru Donald Trump Ajak Pendukung Demo Besar-besaran saat Pelantikan Joe Biden
Kabar terbaru Presiden AS Donald Trump mengeluarkan ancaman akan melakukan demo besar besaran bersama pendukungnya.
Demo ini terkait kekalahannya di Pilpres AS karena Donald Trum masih menganggap dicurangi kubu pesaingnya Joe Biden.
/
Presiden AS Donald Trump nampaknya belum bisa menerima kekalahan atas Joe Biden di Pilpres AS.
Baca juga: Setelah Kaget Harta Mendiang Ibunya Ludes, Rizky Febian Pertanyakan Uang Rp 5 Miliar, Apakah Raib?
Hal itu menyusul ajakan sang presiden untuk melakukan unjukrasa besar-besaran pada Januari mendatang.
Dalam kicauannya di Twitter, presiden ke-45 AS itu membeberkan mengenai laporan setebal 36 halaman yang dikeluarkan stafnya, Peter Navarro.
Dalam laporannya, Navarro menyebut adanya bukti dugaan kecurangan yang lebih dari cukup untuk membatalkan kekalahan petahana.
"Laporan bagus dari Peter. Secara statistik memang sulit untuk kalah di Pilpres 2020. Demo besar di DC pada 6 Januari. Bersiaplah, ini akan gila!" kata Trump.
Dalam serangkaian twit lanjutan, sang presiden mendesak koleganya di Partai Republik untuk tidak mengakui kemenangan Joe Biden.
Namun, desakan itu tampaknya tidak berarti, karena Pemimpin Mayoritas Senat AS Mitch McConnell sudah memberi selamat, setelah Dewan Elektoral memastikan kemenangan Biden.
Dilansir New York Post Sabtu (19/12), petahana mengeklaim rivalnya dari Partai Demokrat itu sudah kalah di enam negara bagian penentu.
Dia (Biden-Red) tidak menang.
Dia tertangkap basah membuang ratusan ribu surat suara. Kini politisi Republik harus memastikan kemenangan mereka tak tercuri. Jangan lemah!" tegasnya.
Baca juga: Fakta Vaksin Sinovac, Hanya Indonesia yang Pesan dari China, tapi China Malah Pesan Buatan Inggris
Meski demikian, kedua kicauan tersebut ditandai Twitter sebagai 'cek fakta', di mana klaim Trump itu membutuhkan pemeriksaan untuk memastikan kebenarannya.
