LBH Medan Desak Mahkamah Agung Cabut Perma Nomor 5 Tahun 2020

Secara logika, semakin banyak yang mengawasi maka semakin taat dan tertib penegakan hukum yang dilakukan MA RI. 

TRIBUN MEDAN/VICTORY HUTAURUK
Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra saat ditemui di Kantor LBH Medan 

TRIBUN-MEDAN.com -  Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) RI, menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun 2020, tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan, tertanggal 4 Desember 2020.  

Direktur LBH Medan, Irvan Saputra mengatakan hal tersebut menunjukkan inkonsisten MA dalam menerbitkan peraturan.

Hal tersebut katanya terlihat dalam Pasal 4 ayat (6), terkait adanya kewajiban izin kepada hakim/ketua majelis hakim dalam Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual dalam proses persidangan, dan harus dilakukan sebelum dimulainya persidangan. 

"LBH Medan menilai terbitnya PERMA Nomor 5 Tahun 2020 tersebut dapat dikatakan jika MA RI inkonsisten dalam membuat peraturan,  hal ini secara nyata dan jelas terlihat ketika MA RI pada 7 Februari 2020, MA membuat Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA, Nomor 2 tahun 2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan, yang isinya tak jauh berbeda. Salah satunya mengatur ketentuan Pengambilan Foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Namun SE MA RI tersebut dicabut karena banyaknya penolakan dari kalangan diantaranya organisasi masyarakat sipil dan Pers," kata Irvan.

Parahnya, kata Irvan pelanggaran terhadap pasal 4 ayat (6) tersebut dikatagoriakan sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan. 

Hal itu secara jelas dan tegas diatur  dalam Pasal 7 Perma Nomor 5 Tahun 2020  yang menyatakan sebagai bentuk contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan. 

"LBH Medan menilai kebijakan yang ditetapkan MA RI sangat bertentangan dengan Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang mana pasal tersebut telah memberikan jaminan terhadap kemerdekaan pers, dengan memberi hak kepada pers nasional dalam hal untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi," katanya.

Oleh karena itu kata Irvan sudah sepatutnya secara hukum MA RI  mendukung hal tersebut bukan malah sebaliknya. LBH Medan katanya menduga tindakan tersebut dapat menghalangi kerja jurnalistik atau hak dari aprat penegak hukum lainnya dalam hal ini advokat dengan terbitnya PERMA NO. 5 Tahun 2020. 

"LBH Medan juga menilai akan menghambat fungsi dan peran Pers dalam mencari dan menyiarkan informasi kepada publik. Kehadiran jurnalis/pers sebagai pilar demokrasi dalam proses persidangan, merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dan jaminan atas akses terhadap keadilan," katanya.

Seharusnya kata Irvan, MA RI lebih merasa sangat nyaman dan terlindungi dari praktek-praktek yang bertantangan dengan aturan hukum yang berlaku, dengan tidak menghambat pers atau sesorang dalam mengambil foto, rekaman audio atau rekaman audio visual dalam proses persidangan hal dinilai sebagai bentuk pencegahan eksternal terhadap MA RI sehingga kedepanya MA RI menjadi lebih baik dan benar dalam melakukan penegakan hukum.

"Secara logika, semakin banyak yang mengawasi maka semakin taat dan tertib penegakan hukum yang dilakukan MA RI. LBH Medan mendesak Mahkamah Agung untuk mencabut Perma Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkup Pengadilan karena diduga Bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 F dan melanggar HAM, dalam mendapatkan informasi, serta dapat menghambat hak pers dalam mencari, mengelola dan menyebarluaskan gagasan dan informasi ke publik," pungkasnya.

(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved