Tidak Terima Aung San Suu Kyi Menang Telak di Pemilu, Militer Kudeta Pemerintahan Sipil Myanmar

Militer di Myanmar mengkonfirmasi mereka telah melakukan kudeta, dan bermaksud untuk memegang kekuasaan setidaknya selama satu tahun.

Editor: Tariden Turnip
afp
Tidak Terima Aung San Suu Kyi Menang Telak di Pemilu, Militer Kudeta Pemerintahan Sipil Myanmar. Aung San Suu Kyi dan Jendral Min Aung Hlaing 

Namun militer menolak hasil pemilu tersebut, dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung terhadap presiden dan ketua komisi pemilihan.

Ketakutan akan kudeta meningkat setelah militer baru-baru ini mengancam akan "mengambil tindakan" atas dugaan kecurangan pemilu. Namun KPU membantah tuduhan tersebut.

Siapakah Aung San Suu Kyi?
Aung San Suu Kyi adalah putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San.

Ayahnya tewas dibunuh ketika Suu kyi berusia dua tahun, tepat sebelum Myanmar memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.

Suu Kyi pernah dianggap sebagai simbol hak asasi manusia - seorang aktivis berprinsip yang menyerahkan kebebasannya untuk menantang jenderal militer yang kejam yang memerintah Myanmar selama beberapa dekade.

Pada tahun 1991, ia dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian, saat masih dalam tahanan rumah, dan dielu-elukan sebagai "contoh luar biasa dari kekuatan yang tak berdaya".

Suu Kyi menghabiskan hampir 15 tahun di tahanan antara tahun 1989 dan 2010.

Pada November 2015, dia memimpin partai NLD meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum pertama Myanmar yang diperebutkan secara terbuka selama 25 tahun.

Konstitusi Myanmar melarangnya menjadi presiden karena ia memiliki anak yang merupakan warga negara asing. Tapi Suu Kyi, yang kini berusia 75 tahun, secara luas dipandang sebagai pemimpin de facto.

Namun, sejak menjadi penasihat negara Myanmar, kepemimpinannya ditentukan oleh perlakuan terhadap etnis minoritas Rohingya yang sebagian besar beragama Muslim di negara itu.

Pada 2017, ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh karena tindakan represi militer yang dipicu oleh serangan mematikan di kantor polisi di negara bagian Rakhine.

Mantan pendukung Suu Kyi di kancah internasional menuduhnya menutup mata terkait pemerkosaan, pembunuhan, dan kemungkinan genosida yang yang dialami etnis Rohingya. Sebab, Suu Kyi menolak mengutuk militer atas tindakan mereka atau mengakui laporan kekejaman terhadap etnis itu.

Beberapa orang awalnya berpendapat bahwa ia adalah seorang politikus pragmatis, mencoba untuk memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.

Namun pembelaan pribadinya atas tindakan tentara di sidang Mahkamah Internasional pada tahun 2019 di Den Haag dipandang sebagai titik balik yang melenyapkan sedikit yang tersisa dari reputasi internasionalnya.

Di negaranya sendiri, bagaimanapun, "Nyonya", begitu Suu Kyi dikenal, tetap sangat populer di antara mayoritas umat Buddha yang memiliki sedikit simpati untuk etnis Rohingya. (BBC NEWS)

Sumber: bbc
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved