TERBONGKAR Pakar WHO yang Diterjunkan ke Wuhan Pemberi Proyek pada Pakar China, Ada Persekongkolan?

TERBONGKAR Pakar WHO yang Diterjunkan ke Wuhan Pemberi Proyek pada Pakar China, Ada Persekongkolan?

Editor: Tariden Turnip
Emerging Viruses Group photo
TERBONGKAR Pakar WHO yang Diterjunkan ke Wuhan Pemberi Proyek pada Pakar China, Ada Persekongkolan? Pakar virus China yang digelari Manusia Kelelawar Shi Zhengli (tengah) dan Peter Daszak (kanan) 

TRIBUN-MEDAN.COM - TERBONGKAR Pakar WHO yang Diterjunkan ke Wuhan Pemberi Proyek pada Pakar China, Ada Persekongkolan?

Sebanyak 13 pakar dari beberapa negara diterjunkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke Wuhan untuk melacak asal Virus SARS-Cov-2 pemicu Covid-19.

Pakar ini berasal dari Amerika Serikat, Australia, Jerman, Jepang, Inggris, Rusia, Belanda, Qatar dan Vietnam.

Di antaranya pakar virus dari Erasmus University Medical Center di Belanda, Marion Koopman, Peter Ben Embarek, peneliti keamanan pangan dari Swiss  yang juga memimpin tim, Thea Fischer dari Denmark, dan yang paling menjadi sorotan ahli zoologi Inggris Peter Daszak.

Peter Daszak menjadi sorotan karena sebelum diterjunkan ke Wuhan, sudah terang-terangan menolak teori ''konspirasi" yang "murni omong kosong."

Padahal Institut Virologi Wuhan menjadi satu yang dicurigai sebagai sumber awal Virus SARS-Cov-2, yang diduga bogor dari laboratorium tersebut.

Kasus Covid-19 pertama memang terjadi di Wuhan.

19 April 2020, media Inggris Daily Mail, melansir foto-foto lemari penyimpanan  1.500 jenis virus, termasuk Virus Corona di laboratorium Institut Virologi Wuhan (WVI), Wuhan, China, di mana seal (karet) lemari pendinginnya sudah rusak.

Foto-foto itu dirilis oleh surat kabar pemerintah China, China Daily, pada tahun 2018, disebar di Twitter bulan lalu, sebelum akhirnya dihapus.

Lemari pendingin tempat menyimpan 1.500 virus di Institut Virologi Wuhan
Lemari pendingin tempat menyimpan 1.500 virus di Institut Virologi Wuhan (daily mail)
Netizen menyoroti kerusakan seal lemari penyimpang virus di Institut Virologi Wuhan
Netizen menyoroti kerusakan seal lemari penyimpang virus di Institut Virologi Wuhan (daily mail)

Kepsyennya: Take a look at the largest #virus bank in Asia! Wuhan Institute of Virology di Central China's Hubei Province preserves more than 1.500 different strain of virus. 

Dari tiga foto yang diunggah, netizen langsung fokus pada foto di mana seal (karet) di pintu lembari pendingin sudah rusak.

Foto yang diambil pada 17 April 2020 menunjukkan bangunan laboratorium P4 di Institut Virologi Wuhan, Provinsi Hubei, China. (HECTOR RETAMAL/AFP)
Foto yang diambil pada 17 April 2020 menunjukkan bangunan laboratorium P4 di Institut Virologi Wuhan, Provinsi Hubei, China. (HECTOR RETAMAL/AFP) (HECTOR RETAMAL/AFP)

''Seal kulkas saya di dapur saya jauh lebih bagus," tulis netizen seperti dikutip dari daily mail, Minggu (19/4/2020).

Kemunculan foto-foto ini semakin memperkuat kecurigaan Virus Corona Sars-CoV-2 yang memicu pandemi Covid-19 , bocor dari Institut Virologi Wuhan.

Peter Daszak memang sudah bekerja erat dengan Institut Virologi Wuhan (WIV) selama lebih dari satu dekade.

Peter Daszak adalah Presiden EcoHealth Alliance, organisasi nirlaba penelitian virus yang mendapat bantuan dari Amerika Serikat dan juga menjadi tim majalah ilmiah The Lancet.

Peter Daszak mengaku mengenal beberapa orang di sana dengan cukup baik.

Kunjungan ke lab, bertemu dan makan malam dengan ilmuwan disana juga dilakukannya selama lebih dari 15 tahun.

"Saya bekerja di China dengan mata terbuka lebar.

Saya memutar otak kembali ke masa lalu untuk sedikit saja menemukan sesuatu yang mungkin tidak diinginkan.

Dan saya belum pernah melihat itu," katanya.

Menurutnya, memeriksa teori kebocoran laboratorium bukan tugas yang harus dia lakukan.

Fokus utama pemeriksaan kata dia, adalah Pasar Seafood Huanan.

“WHO telah menyusun kerangka acuan penyelidikan, dan mereka mengatakan kami akan mengikuti buktinya, dan itulah yang harus kami lakukan,” katanya kepada BBC.

Richard H Ebright, Dewan Gubernur Profesor Kimia dan Biologi Kimia di Universitas Rutgers, dan Direktur Laboratorium di Institut Mikrobiologi Waksman menyorot keberadaan Peter Daszak di tim WHO.

Richard H Ebright mengatakan kepada Taiwan News bahwa Peter Daszak adalah kontraktor yang mendanai penelitian WIV tentang virus korona terkait SARS kelelawar, dengan subkontrak $ 200 juta dalam pendanaan USAID dan $ 7 juta dalam pendanaan NIH.

Dugaan persekongkolan tim pakar WHOPeter Daszak dan pakar China Shi Zhengli
Dugaan persekongkolan tim pakar WHOPeter Daszak dan pakar China Shi Zhengli (Emerging Viruses Group photo)

Richard H Ebright mengatakan bahwa Peter Daszak adalah kolaborator penelitian WIV untuk virus korona SARS kelelawar.

Richard H Ebright menyesalkan bahwa WHO menunjuk Daszak sebagai anggota tim peninjau dan jurnal ilmiah The Lancet menunjuk Peter Daszak sebagai kepala tim peninjau.

Richard H Ebright mengatakan ini membuat "jelas bahwa tinjauan WHO dan Lancet tidak dapat dianggap sebagai investigasi yang kredibel."

Selain dana yang diterima EcoHealth Alliance dari USAID, Peter Daszak juga menyalurkan bantuan dari badan AS National Institutes of Health (NIH) dan lembaga lainnya ke WIV.

Richard H Ebright menyatakan bahwa EcoHealth Alliance menerima US $ 30 juta dari Departemen Pertahanan AS.

Laporan dari Independent Science News mengungkap EcoHealth Alliance menerima dana sebesar US $ 39 juta dari Pentagon dari 2013 hingga 2020.

EcoHealth Alliance juga menerima US $ 64,7 juta lagi dari USAID.

Totalnya "organisasi nirlaba" Peter Daszak  meraup lebih dari US $ 103 juta dari pemerintah AS.

Sejak 2014, EcoHealth Alliance telah menyalurkan sebagian dari dana pemerintah AS ini ke WIV untuk melakukan penelitian tentang virus korona kelelawar.

Dalam penelitian tahap pertama, yang berlangsung dari 2014 hingga 2019, Peter Daszak berkoordinasi dengan pakar virus Shi Zhengli yang juga dikenal sebagai "Wanita Kelelawar".

Penelitian di WIV untuk menyelidiki dan membuat katalog virus korona kelelawar di seluruh China.

EcoHealth Alliance menerima US $ 3,7 juta dana dari NIH untuk penelitian ini, dan 10 persen disalurkan ke WIV, lapor NPR.

Fase kedua, yang dimulai pada 2019, melibatkan penelitian gain-of-function (GoF) tentang virus corona dan chimera pada tikus yang dimanusiakan dari laboratorium Ralph S Baric dari University of North Carolina.

Dalam wawancara video yang awalnya direkam pada 9 Desember 2019, Peter Daszak menyebutkan mereka melakukan pengujian virus korona yang dimodifikasi pada sel manusia dan tikus di WIV, hanya beberapa minggu sebelum kasus pertama COVID-19 diumumkan di Kota Wuhan, China.

Peter Daszak menolak kemungkinan kebocoran laboratorium, bersikeras sejak awal pandemi itu adalah "teori konspirasi" yang belum bisa memberikan bukti.

Sebuah laporan mengungkapkan bahwa Peter Daszak membujuk 26 ilmuwan terkemuka untuk menandatangani pernyataan yang diterbitkan di The Lancet pada 19 Februari 2020, mengklaim bahwa setiap saran bahwa COVID-19 tidak berasal dari alam adalah "teori konspirasi."

Empat penandatangan pernyataan The Lancet dipekerjakan oleh EcoHealth Alliance.

Enam ilmuwan yang menandatangani pernyataan itu, termasuk Peter Daszak, sekarang menjadi panel The Lancet yang menyelidiki asal-usul virus.

Lebih lanjut, Peter Daszak pada tahun 2015 ikut menulis artikel di jurnal Nature berjudul, "Spillover and pandemic properties of zoonotic viruses with high host plasticity" di mana ia menyatakan bahwa penyebaran virus zoonosis dari satwa liar "paling sering" terjadi laboratorium dan pekerjanya.

Peter Daszak juga memperingatkan bahwa laboratorium adalah salah satu tempat paling berbahaya untuk peristiwa limpahan besar.

"Di antara semua antarmuka dan inang berisiko tinggi, hanya virus yang ditularkan ke manusia melalui kontak dengan hewan liar dalam perdagangan satwa liar dan di laboratorium ... yang lebih mungkin memiliki jangkauan geografis yang lebih luas," kata Daszak.

Rekan Daszak, Shi Zhengli, pada 2010 menerbitkan sebuah makalah yang menggambarkan skenario di mana hewan pengerat yang terinfeksi menyebabkan kebocoran virus mematikan dari laboratorium China.

Makalah, berjudul, "Hantavirus outbreak associated with laboratory rats in Yunnan, China," merinci wabah demam berdarah hantavirus dengan sindrom ginjal (HFRS) di sebuah perguruan tinggi di Kunming sebagai akibat dari kebocoran laboratorium pada tahun 2003.

Sejak awal pandemi, Peter Daszak dan Shi Zhengli membantah bahwa kebocoran laboratorium terjadi di WIV.

Namun, lebih dari setahun sejak wabah, Shi Zhengli belum memberikan akses ke database WIV dan catatan laboratorium kepada penyelidik independen.

Saat indepensinya diragukan, di sela-sela investigasi ke Wuhan, Peter Daszak, "Hubungan saya dengan China, pekerjaan saya di sini, hubungan saya dengan Institut Virologi Wuhan dan Shi Zhengli sangat terkenal.

Dan mereka sangat terkenal karena saya telah menghabiskan 20 tahun atau 15 tahun untuk memublikasikan data.

Saya pikir itu hal yang sangat berharga yang telah kami lakukan," tambahnya.

Saat berada di Wuhan, 3 Februari 2021, tim WHO mengunjungi laboratorium penelitian virus di pusat kota Wuhan, China.

Tim WHO juga bertemu dengan pakar virus terkemuka China, Dr Shi Zhengli, yang dijuluki Bat Woman atau Wanita Kelelawar.

Para ahli WHO menghabiskan sekitar tiga setengah jam di Institut Virologi Wuhan (WIV) yang dijaga ketat oleh polisi China.

“Pertemuan yang sangat penting hari ini dengan staf di WIV termasuk Dr Shi Zhengli.

Diskusi terbuka.

Pertanyaan kunci ditanyakan dan dijawab,” kata anggota tim penyelidik Peter Daszak di akun twitter, seperti dikutip Reuters.

Dr Shi Zhengli, pakar virus terkenal telah lama menyelidiki virus corona kelelawar hingga dijuluki "Wanita Kelelawar", termasuk orang pertama yang mengisolasi virus corona baru yang menyebabkan pandemi  Covid-19.

Dr Shi Zhengli juga merupakan Wakil Direktur Institut Virologi Wuhan (WIV).

Kebanyakan ilmuwan, termasuk Dr Shi Zhengli, menolak hipotesis tentang kebocoran laboratorium.

Namun, beberapa ahli berspekulasi, virus yang "ditangkap" dari alam liar bisa ditemukan dalam eksperimen laboratorium untuk menguji risiko paparan atas manusia dan kemudian "melarikan diri" melalui staf yang terinfeksi.

"Sangat menarik. Banyak pertanyaan," ujar Thea Fischer, anggota tim penyelidik dari Denmark, dari mobilnya saat keluar dari lab setelah kunjungan, menjawab pertanyaan wartawan, apakah tim telah menemukan sesuatu.

Beberapa ilmuwan telah meminta China untuk merilis perincian semua sampel virus corona yang mereka pelajari di laboratorium, untuk melihat mana yang paling mirip dengan SARS-CoV-2.

Sementara WHO menyatakan, China membatasi pergerakan tim dalam kunjungan di Wuhan dan tidak bisa leluasa melakukan kontak dengan masyarakat karena protokol kesehatan.

Tim penyelidik di bawah pimpinan WHO akan menghabiskan waktu dua minggu untuk melakukan kerja lapangan, setelah menyelesaikan dua minggu di karantina hotel setelah tiba di Wuhan. (taiwan news)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved