Vaksin Nusantara Gagasan Eks Menkes Terawan vs BPOM, Penny Kusumastuti: Kami Tidak Pilih Kasih
Seharusnya uji klinis fase II vaksin Nusantara tidak dilakukan lantaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin persetujuan.
TRIBUN-MEDAN.COM - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, seharusnya uji klinis fase II vaksin Nusantara tidak dilakukan lantaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin persetujuan.
"Tidak mungkin bisa ke fase II," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Pandu mengatakan, metode vaksin Nusantara dengan sel dendrintik dilakukan dengan pengambilan darah.
Materi darah yakni sel darah putih dan sel dendrintik dipisahkan untuk digabungkan dengan antigen dan disimpan selama 7 hari.
"Lalu kemudian memang ini disuntikan kembali," ujarnya.
Kemudian, Pandu mengatakan setelah melewati proses penyimpanan diharapkan vaksin Nusantara tersebut dapat menciptakan antibodi.
Namun, metode vaksin tersebut akan berbahaya karena dilakukan di tempat terbuka.
"Akan bahaya karena tidak sterilitas, semuanya itu dilakukan di tempat terbuka, kalau di luar itu harus dengan laboratorium yang sifatnya tertutup, tidak ada udara masuk, kalau ada dibatasi betul. Kalau itu sudah terkontaminasi berbahaya," ucapnya.
Pandu mengatakan, langkah BPOM sudah tepat dengan melakukan hearing bersama para peneliti vaksin Nusantara dari Universitas Diponegoro dan RS Dr Kariadi.
Dengan begitu, kata dia, diketahui pengembangan vaksin Nusantara ini dilakukan oleh peneliti asal Amerika Serikat.
"Sekarang enggak berani lagi bilang produk anak bangsa. Bagaimana mungkin dana pemerintah membiayai penelitian dari Amerika, di Amerika enggak mungkin ini diizinkan," tuturnya.
Lebih lanjut, Pandu juga mempertanyakan, sejumlah anggota DPR yang akan menerima vaksin Nusantara.
Padahal, kata dia, anggota Dewan sudah melaksanakan program vaksinasi tahap kedua.
Selain itu, Pandu juga mempertanyakan, berapa dana yang dikeluarkan untuk membiayai vaksin Nusantara.
"Berapa dana pemerintah untuk vaksin Nusantara, ini harus diperiksa KPK," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, uji klinis fase kedua vaksin Nusantara dilanjutkan meski BPOM belum mengeluarkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK).
Sejumlah anggota Komisi IX akan menerima vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu (14/4/2021).
Mereka menjadi relawan dalam uji klinis vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
"Bukan hanya sekadar jadi relawan ya, orang kan pasti mempunyai keinginan untuk sehat kan. Kalau untuk massal kan nanti prosesnya di BPOM tapi kalau per orang kan bisa menentukan yang diyakini benar untuk dia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, saat dihubungi, Selasa (13/4/2021).
Melki mengklaim, tim peneliti vaksin tersebut telah menyesuaikan pengembangan vaksin dengan rekomendasi dari BPOM.
"Dan sudah peneliti lakukan penyesuaian, sudah pernah diterapkan perbaikan seperti yang dicatatkan BPOM dan karena BPOM hanya memberikan semacam catatan rekomendasi Penelitiannya tetap berjalan," ujarnya.
Melki mengatakan, hingga saat ini tidak ada permasalahan yang muncul dari uji klinis klinis vaksin tersebut.
Kendati demikian, BPOM menyebut adanya komponen vaksin Nusantara yang tidak berkualitas untuk masuk ke tubuh manusia.
"Kan sudah ada yang tes dan tidak bermasalah, sudah pra klinis tahap satu tidak ada yang bermasalah. Jadi kalau sekarang kita mengatakan ini berbahaya kan enggak ada itu," ucap Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena.
Sebelumnya Ramai Tokoh Nasional Jadi Relawan Vaksin Nusantara
Sebelumnya, Tokoh nasional bersedia menjadi relawan dalam uji klinis fase kedua vaksin Nusantara gagasan eks Menkes Terawan Agus Putranto meski tanpa restu BPOM.
Setelah poilitisi senior Golkar Aburizal Bakrie, mantan Mensesneg Letjen Purn Sudi Silalahi, kini mantan Menkes Siti Fadilah Supari juga menyatakan kesiapannya disuntik Vaksin Nusantara yang divonis BPOM belum memenuhi syarat.
Dikutip dari cacatan Dahlan Iskan, berjudul Fadilah Nusantara, mantan Menkes ini menghubungi langsung Terawan Agus Putranto agar ikut dalam vaksinasi mandiri Vaksin Nusantara.
"Saya langsung dijadwalkan Kamis besok," ujar Fadilah.
"Saya akan datang dengan anak saya. Kami berdua semangat menjalani Vaksin Nusantara," tambahnya.
"Saya ini punya kelemahan di sistem imun saya. Saya tidak berani pakai vaksin yang dihasilkan melalui RNA. Saya kan ahli di bidang itu. Saya tahu apa risikonya," ujar Fadilah.
Hari ini, sejumlah anggota Komisi IX DPR RI akan menerima vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu (14/4/2021).
Selain itu unsur pimpinan DPR RI yakni Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Achmad bersama istrinya akan menjalani prosesi vaksin Nusantara hari ini.
Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, sebagai relawan uji klinis, hari ini sampel darahnya telah diambil oleh tim peneliti Vaksin Nusantara untuk diolah hingga satu pekan ke depan.
"Tujuh hari ke depan, darah yang sudah diproses yang hari ini diambil, akan disuntikkan kembali, untuk divaksin kepada yang sudah diambil darahnya. Jadi rentang waktu tujuh sampai delapan hari, darah yang sudah diambil itu kemudian diproses lalu kemudian dimasukkan lagi ke dalam tubuh kita," kata Dasco dalam video saat menjawab pertanyaan sejumlah wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini meyakini, Vaksin Nusantara dapat menambah kekayaan vaksin Covid-19 yang ada di Indonesia.
Menurut dia, vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini juga dapat membantu program vaksinasi yang digalakkan pemerintah.
"Apalagi ditambah dengan embargo-embargo vaksin dari negara-negara penghasil vaksin, ini juga bisa sedikit banyak membantu program-program vaksinasi pemerintah. Sehingga dengan adanya vaksin nusantara ini perlu dibantu pemerintah untuk mengurangi kelangkaan vaksin karena embargo," jelasnya dikutip tribun-medan.com dari kompas.com.
Ia menambahkan, Vaksin Nusantara juga dapat membantu program vaksinasi pemerintah selain vaksin gratis dan vaksin mandiri. Oleh karena itu, ia meminta agar semua pihak tak perlu memperdebatkan Vaksin Nusantara.
"Biarkan vaksin yang sudah ada, diberikan pemerintah kepada rakyat yang membutuhkan. Sementara sebagian itu ikut vaksin mandiri dan juga vaksin nusantara," ucapnya.
Dasco menuturkan, hari ini yang menjadi relawan tidak hanya dirinya melainkan sejumlah anggota DPR Komisi IX ikut turut serta.
Selain itu, ia juga membeberkan pertimbangan mengapa dirinya dan DPR bersedia menjadi relawan Vaksin Nusantara.
"DPR dengan Komisi IX sudah jelas, bahwa BPOM mempersilakan vaksin fase II Vaksin Nusantara dengan metode yang diperbaiki," ujarnya.
"Yang kedua, proses penelitian, proses yang ada di rumah sakit itu kemudian sudah dipersilakan juga oleh BPOM," tambahnya.
Senada Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena membeber alasannya mau menjadi relawan Vaksin Nusantara.
"Bukan hanya sekedar jadi relawan ya, orang kan pasti mempunyai keinginan untuk sehat kan. Kalau untuk massal kan nanti prosesnya di BPOM tapi kalau per orang kan bisa menentukan yang diyakini benar untuk dia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, seperti dilansir kompas.com, Selasa (13/4/2021).
Melki mengklaim, tim peneliti vaksin tersebut telah menyesuaikan pengembangan vaksin dengan rekomendasi dari BPOM.
"Dan sudah peneliti lakukan penyesuaian, sudah pernah diterapkan perbaikan seperti yang dicatatkan BPOM dan karena BPOM hanya memberikan semacam catatan rekomendasi Penelitiannya tetap berjalan," ujarnya.
Melki mengatakan, hingga saat ini tidak ada permasalahan yang muncul dari uji klinis klinis vaksin tersebut.
Kendati demikian, BPOM menyebut adanya komponen vaksin Nusantara yang tidak berkualitas untuk masuk ke tubuh manusia.
"Kan sudah ada yang tes dan tidak bermasalah, sudah pra klinis tahap satu tidak ada yang bermasalah. Jadi kalau sekarang kita mengatakan ini berbahaya kan enggak ada itu," ucapnya.
BPOM Tidak Pilih Kasih
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menyatakan, pihaknya tidak pilih kasih terkait uji klinis vaksin, termasuk vaksin Nusantara.
"BPOM tidak akan pernah pilih kasih. BPOM akan mendukung apa pun bentuk riset apabila sudah siap masuk uji klinik, itu akan didampingi, tetap, tetapi tentu dengan penegakan berbagai standar-standar yang sudah ada," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam Lokakarya Pengawalan Vaksin Merah Putih, Jakarta, Selasa (13/4/2021).
Ia mengatakan, vaksin Nusantara belum bisa lanjut ke tahap uji klinis karena beberapa syarat belum terpenuhi, di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Penny menyebut, pihaknya mendukung berbagai pengembangan vaksin asalkan memenuhi kaidah ilmiah untuk menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu.
BPOM sudah melakukan pendampingan yang sangat intensif, dimulai dari sebelum uji klinik, pertimbangan mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK), dan ada komitmen-komitmen yang harus dipenuhi.
BPOM juga sudah melakukan inspeksi terkait vaksin Nusantara.
Menurut Penny, jika ada pelaksanaan uji klinik yang tidak memenuhi standar-standar atau tahapan-tahapan ilmiah yang dipersyaratkan, akan mengalami masalah dan tidak bisa lanjut ke proses berikutnya.
"Tahapan-tahapan tersebut tidak bisa diabaikan, dan pengabaian itu sangat banyak sekali aspeknya di dalam pelaksanaan uji klinik dari fase 1 dari vaksin dendritik dan itu sudah disampaikan kepada tim peneliti tentunya untuk komitmen adanya corrective action, preventive action yang sudah seharusnya diberikan dari awal tapi selalu diabaikan tetap tidak bisa nanti kembali lagi ke belakang," ujar dia seperti dikutip dari kompas.com.
Dia menuturkan, proof of concept dari vaksin Nusantara juga belum terpenuhi. Antigen yang digunakan pada vaksin tersebut juga tidak memenuhi pharmaceutical grade. Hasil dari uji klinis fase 1 terkait keamanan, efektivitas atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi juga belum meyakinkan sehingga memang belum bisa melangkah untuk fase selanjutnya.

Penny menyampaikan, pihaknya tidak menghentikan vaksin Nusantara. Tim peneliti perlu melakukan perbaikan dan menyampaikan perbaikan kepada BPOM sebagaimana hasil review yang diberikan BPOM kepada tim peneliti vaksin Nusantara.
"Silakan diperbaiki proof of concept-nya, kemudian data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan validitas dari tahap 1 clinical trial, barulah kalau itu semua terpenuhi barulah kita putuskan apakah mungkin untuk melangkah ke fase selanjutnya," tutur dia.
Hingga saat ini, BPOM belum mengeluarkan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) untuk uji klinis fase II untuk vaksin Nusantara.
BPOM akan terus mendampingi apabila ada keinginan dari tim peneliti untuk memperbaiki.
BPOM ingin memastikan bahwa kualitas dari vaksin itu memang layak untuk dijadikan produk dalam uji klinik yang menggunakan manusia.
"Ada corrective action (perbaikan) yang harus mereka berikan sampai dengan saat ini sampai dengan sesuai waktu yang diberikan belum kami terima," kata Penny. (kompas.com/dahlan iskan)
Sebagian artikel telah tayang di Kompas.com dengan judul:Jadi Relawan Vaksin Nusantara, Dasco: Bantu Program Vaksinasi Pemerintah