SAE Nababan Tutup Usia
SAE Nababan: Damai tanpa Adil Itu Semu, Ini Sepak Terjangnya di Gerakan Oikumene Internasional
Selain itu, menurut almarhum juga selama keadilan ekonomi Utara-Selatan tidak diperbaiki maka perdamaian dunia tidak akan tercapai.
Laporan Wartawan Tribun-Medan/Goklas Wisely
TRIBUN-MEDAN.com, Medan - Kabar dukacita, Pendeta Dr. SAE Nababan telah meninggal dunia di RS Medistra Jakarta.
"Iya benar, tadi Pendeta SAE Nababan telah berpulang kepangkuan Bapa yang Maha Kuasa pada pukul 16.18 WIB," kata Pendeta Saut Sirat kepada Tribun Medan melalui telpon seluler, Sabtu (8/5/2021).
Pendeta Saut Sirait pun menjelaskan satu di antara lain peran penting almarhum dalam gerakan oikumene internasional adalah kegigihannya memperjuangkan keadilan lebih daripada sekedar perdamaian.
Sebab, di saat gereja di Utara dalam perumusan JPIC cenderung mendahulukan perdamaian ketimbang keadilan. Tetapi almarhum selalu ngotot harus keadilan lebih dahulukan.
"Karena tanpa keadilan, perdamaian itu semu. Perdebatan yang kurang lebih sama terjadi menjelang SR DGD di Busan, dan Nababan selalu mendesak saya dan Pak Yewangoe untuk kembali mengedepankan keadilan Ini," jelasnya.
Selain itu, menurut almarhum juga selama keadilan ekonomi Utara-Selatan tidak diperbaiki maka perdamaian dunia tidak akan tercapai.
Olehnya, almarhum selalu berperan untuk mendesak Dewan Gereja se - Dunia untuk mengagendakan bantuan gereja-gereja di Utara kepada gereja-gereja di Selatan.
"Itu bukan sebagai hadiah, tetapi adalah hak dari negara-negara di Selatan karena telah dihisap selama ini oleh ketimpangan Utara-Selatan," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, sebagai kerabat dekat, ia menjelaskan sebelum meninggal, Pendeta SAE Nababan telah dirawat di RS Medistra Jakarta sejak dua hari silam. Riwayat penyakitnya ialah asma ataupun sesak napas dan jantung.
Saat menjadi sekretaris pribadi selama tujuh tahun di masa Pendeta SAE Nababan menjadi Ephorus, ia menjelaskan pesan yang paling diingatnya ialah bekerja keras, disiplin, dan rendah hati.
"Beliau itu orang yang luar biasa. Pemimpin gereja di Indonesia sampai tingkat dunia. Sampai 400 tahun lagi mungkin baru bisa mendapatkan tipe seperti beliau. Sangat cerdas dan cemerlang," katanya.
Di dalam kehidupan sehari - hari Pendeta SAE Nababan juga menurutnya sangat luar biasa. Mulai dari sempat menjadi tentara pelajar saat sekolah dahulu tidak ingin didikte oleh negara.
Kemudian menjadi presiden dewan Gereja Asia, Sekum PGI selama 25 tahun, Ketua Umum PGI, Ephorus HKBP, dan lainnya.
Menurutnya tidak ada lagi sosok yang mampu mengikuti jejak langkah yang telah ditorehkan Pendeta SAE Nababan semasa hidupnya.
Dia mengaku mengenal Pendeta SAE sejak mahasiswa di tahun 1980-an di STT Jakarta. Akademik recordnya juga dianggapnya belum terpecahkan sebab selalu tamat dengan cumlaude sampai di tingkat kuliah di luar negeri.
Prestasi yang paling identik dari pendeta SAE menurutnya adalah soal sikap kritis untuk berpihak kepada orang - orang yang lemah. Hal itu dibuktikan dengan kedekatan almarhum dulu dengan rakyat Sugata untuk melawan PT Indorayon sekitar 1992.
"Dia mengerahkan segala energinya untuk membela rakyat kecil itu. Saat itu pendeta SAE bahkan lebih dari sekedar diintimidasi oleh negara tetapi tetap maju untuk berjuang," ujarnya.
"Sampai - sampai Pangdam BB Pramono waktu itu mengangkat Ephorus HKBP karena dia tidak sanggup mengalahkan Nababan di Sinode Godang. Itu satu satunya, masa Ephorus diangkat panglima militer," sambungnya.
Di saat itu, lanjutnya, perlawanan Pendeta SAE Nababan didukung oleh para penatua dan jemaat HKBP. Demikianlah sepenggal jejak kritis almarhum untuk membela rakyat kecil.
"Almarhum meninggal di usia 87 tahun. Sebenarnya tadi pagi beliau masih sadar dan masih sempat dilaksanakan perjamuan kudus," ucapnya.
"Kalau untuk rumah dukanya masih dirundingkan, apakah di Jalan Rasamala No 31, Menteng Atas Jakarta Selatan atau di Siborong- borong tempat makam Asmara Nababan," tutupnya.
(cr8/tribun-medan.com)