Perpanjangan PPKM Mikro Persulit UMKM, Pengusaha Kedai Kopi: Buka Sejam Kami Bisa Dapat Apa?
Beberapa pemilik warung kopi (Warkop) khususnya yang beroperasi pada malam hari mengaku pendapatannya sangat minim sejak diberlakukannya PPKM Mikro.
Laporan Wartawan Tribun Medan, Almazmur Siahaan
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sebagian besar pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di kota Medan mengeluhkan perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro yang berlaku hingga 28 Juni mendatang.
Beberapa pemilik warung kopi (Warkop) khususnya yang beroperasi pada malam hari mengaku pendapatannya sangat minim sejak diberlakukannya PPKM Mikro.
Mereka mengeluhkan PPKM Mikro yang terus menerus diperpanjang. Mereka pun meminta perpanjangan waktu hingga jam 12 malam, untuk kelangsungan hidup dan usaha mereka.
Salah satu pemilik warung kopi, Bim Saswanda mengatakan, adanya aturan maksimal tutup usaha pukul 21.00 WIB akan membunuh UMKM, karena hanya mendapatkan waktu 1 jam untuk beroperasi.
"Pemerintah kan selalu beriringan, menekan laju Covid sambil menumbuhkan UMKM, tapi dengan pola penutupan jam 9 itu membunuh UMKM namanya. Umumkan saja UMKM tutup, selesai. Karena satu jam itu kami bisa apa," ujar Bim, Sabtu (19/6/2021).
Ia pun menambahkan, "Pola orang nongkrong itu mereka akan keluar rumah selepas maghrib rata-rata, bisa jadi jam 8 atau setengah 8, dan biasanya kita mulai ramai itu ya jam 9,"
"Tapi di tengah Covid ini sebenarnya orang sadar kok, jam 12 orang udah pada bubar kok. Jadi juga enggak bisa berharap banyak sebenarnya dengan situasi ini. Karena pusat pasarnya kedai kopi itu sekarang kan bukan mahasiswa lagi, tapi pekerja karena mahasiswa kan banyak yang mudik. Jadi kalau di malam hari biasa jam 10 atau jam 11 itu udah bubar," jelas Bim.
Dikatakannya, ia sudah mencoba untuk beroperasi mulai pagi hari, tetapi tidak mendatangkan keuntungan sama sekali, malah semakin merugikan.
"Kami sudah coba selama seminggu ini buka pagi ternyata memang bukan marketnya untuk buka pagi hari. Jadi kondisinya bayangin kalau saya bukain billing, kita di kedai itu uji coba selama seminggu ini, bahkan pernah sehari cuma dapat 10 ribu dari pagi sampai sore," katanya.
"Saya mempekerjakan 6 karyawan dalam 1 shift, kalau dapatnya rata-rata cuma 100 ribu itu kami enggak sanggup, kembali lagi berharap pada segmen malam hari. Walaupun begitu, kami tetap lakukan buka pada siang hari, karena kan karyawan sudah di kontrak selama sebulan, tidak mungkin kita berhentikan," tambahnya.
Untuk menanggung kerugian pada siang hari, Bim mencoba mengejar keuntungan pada malam hari.
Ia pun meminta pemerintah agar memberi sedikit kelonggaran waktu untuk memperkecil kerugian tersebut.
"Permintaan kami masih sama, tolong dikasih lah sedikit kelonggaran, karena pedagang malam ini kan banyak itu di pinggir jalan, dia baru mulai buka usaha itu selepas maghrib. Sementara dia harus berhenti jam 9, sampai selesai prepare mungkin akan dimulai jam 8."
"Paling tidak dikasih waktu lah sampai jam 12. Ini bukan memperbesar keuntungan ya, tapi memperkecil kerugian, kan skema itu yang dilakukan oleh pedagang sekarang. Ini kan eranya cuma survive aja supaya karyawan tidak diberhentikan, supaya kedai tetap jalan," harapnya.
Bim mengatakan, di masa pandemi Covid-19 ini, UMKM bukan bermimpi untuk jadi kaya, tapi bermimpi supaya kerugiannya tidak semakin besar.
Rusli, pemilik warkop lainnya mengatakan hal serupa. Sering kali ia buka hingga pukul 00.00 WIB jika tidak dirazia oleh Satpol PP dan Satgas Covid-19. Hal itu dilakukannya agar bisa membayar uang sewa tempat usahanya.
"Kalau enggak dirazia ya kami buka sampai jam 12 saja, karena kalau kami tutup jam 9 itu rugi sekali. Uang sewa tempat, uang listrik dan air, bayar gaji pekerja, itu sudah berapa. Mau enggak mau harus gitu, paling kalau tiba-tiba dirazia ya kami tutup," ujar Rusli. (cr17/tribun-medan.com)