Pantesan Atlet China dengan Mudah Mendapatkan Medali Emas di Olimpiade, Terungkap Rahasianya!
Ternyata China memiliki salah satu rahasia besar mengapa begitu mudahnya mendapatkan medali emas.
Terungkap Teknologi Perusahaan Antariksa Terbesar di China, Aerospace Science and Technology Corporation (CASC) Turut Membantu Melatih Para Atlet China untuk Meraih Medali di Olimpiade.
TRIBUN-MEDAN.COM - Pasangan ganda putri bulu tangkis Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu berhasil mendapatkan medali emas di Olimpiade Tokyo 2020.
Keduanya mengalahkan ganda putri China Chen Qingchen/Jia Yifan yang digelar di Musashino Forest Plaza, Senin (2/8/21).
Keberhasilan Indonesia mendapatkan medali emas di Olimpiade belakangan ini mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Ya, karena pencapaian ini menjadi sejarah pertama dunia perbulutangkisan Indonesia, tampil di Olimpiade.
Kemenangan ini pun mendapat pujian dari rakyat Indonesia, hingga pemimpin negara.
Meski demikian, berbicara soal perolehan medali emas, saat ini memang China masih unggul sebagai negara dengan medali emas terbanyak. Disusul Amerika, dan Jepang, baru Australia, dan Indonesia berada di bawahnya.

Peraih medali emas Zhang Yufei memegang bendera Tiongkok saat upacara kemenangan setelah memenangkan kompetisi renang kupu-kupu 200 meter putri, Kamis di Tokyo. (VCG VIA GLOBALTIMES)
Bagaimana China Bisa dengan Mudahnya Mendapat Medali Emas?
Ternyata China memiliki salah satu rahasia besar mengapa begitu mudahnya mendapatkan medali emas.
Ya, salah satunya dengan latihan berbasis teknologi.
Menurut 24h.com.vn, pada Senin (2/8/21), keberhasilan China di olimpiade berkat teknologi roket.
Hal itu diungkap secara tegas oleh perusahaan antariksa terbesar di China, Aerospace Science and Technology Corporation (CASC).
Pada 30 Juli 2021 lalu, CASC menjelaskan bahwa para ilmuwan ruang angkasa negara itu telah menciptakan teknologi versi ringkas dari sistem panduan rudal yang membantu misi luar angkasa.
Contohnya seperti perenang yang memperbaiki teknik dan mengurangi hambatan. "Postur renang secara langsung mempengaruhi kecepatan," demikian CASC menegaskan.

Tim renang China berlatih untuk Olimpiade Tokyo 2020 dengan peralatan Aerospace Science and Technology Corporation (CASC). (Foto: Sina Weibo dari CASC via Globaltimes)
"Teknologi ini menggunakan sistem berbasis kamera untuk memberikan dasar ilmiah bagi pelatih untuk merencanakan pelatihan, mengoptimalkan teknik, dan mengurangi hambatan," urai CASC.
Bahkan dalam laporan Administrasi Olahraga China, sebuah tabung aerodinamis baru dibangun di Beijing tahun lalu untuk membantu meningkatkan kinerja di kompetisi internasional, termasuk Olimpiade Musim Dingin Beijing.
Menurut Administrasi Olahraga China, teknologi antariksa juga digunakan di negara lain untuk meningkatkan hasil kompetisi bagi para atletnya.
Halnya, sebelum Olimpiade Beijing 2008 lalu, Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA) menggunakan tabung aerodinamis untuk membantu tim renang nasional menemukan bahan baju renang dengan ketahanan terendah, menurut informasi di situs web NASA.
Namun, pakaian renang itu kemudian dilarang karena tidak semua atlet memiliki akses ke teknologi baru. Pelatih top telah lama menggunakan sensor gerak untuk memantau atlet selama pelatihan.
Mereka menggunakan sistem pelacakan kamera yang serupa dengan yang ada di industri film untuk menangkap pergerakan bagian tubuh.

Tim dayung China berlatih untuk Olimpiade Tokyo 2020 di laboratorium dengan terowongan angin berkecepatan rendah di bawah teknologi China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC). (Foto: Sina Weibo dari CASC via Globaltimes)
Tetapi pada tingkat yang lebih tinggi, perubahan kecil yang tidak terlihat dengan mata telanjang dapat membuat perbedaan, sehingga diperlukan teknologi yang lebih baik untuk menangkap informasi tersebut. "Dan itulah mengapa ilmuwan luar angkasa terlibat," ujar CASC.
Seperti halnya dengan kecepatan peluncuran rudal, untuk mencapai target 10.000 km jauhnya, rudal balistik antarbenua menggunakan sistem panduan inersia.
Sistem ini mengandalkan giroskop canggih untuk melacak pergerakan, posisi, dan postur roket tanpa adanya sinyal satelit. Giroskop bekerja sangat akurat, tetapi sebesar roket.
CASC mengatakan bahwa para ilmuwan luar angkasa telah menghabiskan lebih dari satu tahun untuk mengubah teknologi ini dan mengurangi berat giroskop menjadi hanya beberapa kilogram. Sehingga para atlet dapat memakainya di bahu dan sendi mereka tanpa mengganggu gerakan mereka.
Perangkat ini memungkinkan para ilmuwan untuk secara akurat menghitung resistensi yang diciptakan oleh gerakan yang berbeda, sehingga menemukan solusi untuk membantu atlet menyesuaikan teknik dan mengubah postur.
Begitu juga halnya dengan tim pendayung China yang meraih emas di Olimpiade Tokyo juga menggunakan selang udara saat latihan.
Baca juga: Raih Medali Emas, Tangis Haru Greysia/Apriyani Pecah saat Lagu Indonesia Raya Dikumandangkan
(*/tribun-medan.com/ intisari/ globaltimes)