Pakar Luar Angkasa Ini Bahagia setelah 10 Remaja Perempuan Jenius Afghanistan Berhasil Diselamatkan

Setelah 2 pekan bekerja dengan Kedutaan Besar AS di Qatar, 10 anak perempuan Afghanistan itu berhasil diselamatkan oleh militer AS di Kabul.

Editor: AbdiTumanggor
AFP PHOTO/AHMAD IDRES NADERI
Foto yang diambil pada 8 April 2020, memperlihatkan anggota dari tim robotika yang seluruhnya perempuan membangun ventilator dalam menghadapi virus corona di Herat, Afghanistan. Gadis-gadis ini membangun ventilator murah dari onderdil mobil, di tengah upaya otoritas kesehatan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi pasien. 

Semua emosinya pecah setelah 2 pekan berusaha menyelamatkan 10 anak remaja perempuan generasi jenius Afghanistan tersebut setelah berada di atas pesawat menuju Qatar.

TRIBUN-MEDAN.COM - Detik-detik seorang ibu menyelamatkan 10 anak perempuan tim robotik Afghanistan setelah Taliban mengambilalih kekuasaan dan memicu kekhawatiran besar atas keselamatan para warga.

 

Reneau adalah lulusan dari Harvard University pada 2016 dengan gelar master dalam hubungan internasional dan kebijakan luar angkasa AS.

Seorang ibu 11 anak itu mengatakan kepada Today bahwa dia memiliki hubungan dekat dan masih berhubungan baik dengan kelompok 10 anak perempuan Afghanistan itu, sejak pertama bertemu dalam acara robotik 2 tahun silam.

Pada malam 3 Agustus, dia tidak dapat tidur tenang di Kota Oklahoma setelah mengetahui kabar di Afghanistan memanas, seperti yang dilansir dari Daily Mail pada Jumat (20/8/2021).

"Saya tidak tahu harus mulai dari mana, tetapi saya tidak gentar," ujarnya kepada Today tentang niatnya untuk menyelamatkan 10 anak perempuan dari Tim Robotika itu, yang berusia antara 16 hingga 18 tahun.

"Saya berkata pada diri sendiri, 'Apa yang saya miliki? Di mana saya bisa mulai?'," katanya untuk menghalau yang memiliki rasa sedikit tidak berdaya.

 
Allyson Reneau (60 tahun) bersama sebagian dari 10 anak perempuan tim robotika Afghanistan yang berhasil diselamatkan dari Taliban.
Allyson Reneau (60 tahun) bersama sebagian dari 10 anak perempuan tim robotika Afghanistan yang berhasil diselamatkan dari Taliban. (Instagram Via Daily Mail)

Reneau memanfaatkan jaringannya yang luas dan menghubungi Senator Jim Inhofe yang diketahuinya sebagai anggota Komite Angkatan Bersenjata.

Senator menghubungkannya dengan militer untuk Senat, tetapi segera diketahui bahwa dia "kewalahan dengan kebutuhan untuk membantu warga Amerika".

Ketika "pemimpin itu menjadi dingin", Reneau berniat untuk terbang ke Qatar sendiri untuk bertemu dan menyelamatkan 10 anak perempuan Afghanistan.

"Saya memutuskan pada Senin, 'Saya hanya akan terbang ke Qatar, dan melihat apa yang bisa saya lakukan," katanya kepada Today.

Kamudian, ia menghubungi teman lamanya yang bekerja di Kedutaan Besar AS di Qatar mengharapkan dia bisa membantu.

Temannya merespons dengan memintanya menyiapkan sejumlah dokumen yang diperlukan, termasuk paspor 10 anak Afghanistan tersebut.

Sebelumnya, sepanjang hari ia menyiapkan segala yang dibutuhkan yang ia akui; sungguh melelahkan.

Namun di luar dari itu, Reneau harus siap menghadapi kondisi terburuk di Kabul yang diliputi kerusuhan.

"Ini peluang yang sangat sempit," ujarnya.

"Saya tahu sekarangan atau tidak sama sekali. Kadang-kadang Anda hanya mendapatkan satu kesempatan," terangnya.

Foto yang diambil pada 8 April 2020, memperlihatkan anggota dari tim robotika yang seluruhnya perempuan membangun ventilator dalam menghadapi virus corona di Herat, Afghanistan. Gadis-gadis ini membangun ventilator murah dari onderdil mobil, di tengah upaya otoritas kesehatan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi pasien.
Foto yang diambil pada 8 April 2020, memperlihatkan anggota dari tim robotika yang seluruhnya perempuan membangun ventilator dalam menghadapi virus corona di Herat, Afghanistan. Gadis-gadis ini membangun ventilator murah dari onderdil mobil, di tengah upaya otoritas kesehatan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi pasien. (AFP PHOTO/AHMAD IDRES NADERI)

Setelah 2 pekan bekerja dengan Kedutaan Besar AS di Qatar, 10 anak perempuan Afghanistan itu berhasil diselamatkan oleh militer AS di Kabul dari ancaman Taliban.

Semua emosinya pecah (menangis bahagia) setelah 2 pekan berusaha menyelamatkan 10 anak remaja perempuan jenius Afghanistan tersebut telah berada di atas pesawat menuju Qatar.

Sekarang dilaporkan bahwa para gadis itu sudah aman dan akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Reneau dan tim di Timur Tengah masih bekerja untuk membantu 25 gadis tambahan dari tim robotika dan mentor mereka untuk meninggalkan Afghanistan.

Penyelamatan 10 anak perempuan Afghanistan bukanlah tantangan pertama yang Reneau tangani dalam hidupnya.

Sebelumnya, dia telah berjuang untuk memiliki studio senam dan lulus dari Universitas Luar Angkasa Internasional NASA.

Pada 2011, dia memutuskan kembali kuliah setelah 30 tahun dia keluar untuk membesarkan 11 anaknya.

Dia mendaftar di Universitas Harvard pada usia 50 tahun dan menempuh perjalanan lebih dari 3.000 mil per pekan selama 3 tahun untuk mendapatkan gelar master dalam hubungan bisnis internasional.

 
Foto yang diambil pada 8 April 2020, memperlihatkan anggota dari tim robotika yang seluruhnya perempuan membangun ventilator dalam menghadapi virus corona di Herat, Afghanistan. Gadis-gadis ini membangun ventilator murah dari onderdil mobil, di tengah upaya otoritas kesehatan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi pasien.
Foto yang diambil pada 8 April 2020, memperlihatkan anggota dari tim robotika yang seluruhnya perempuan membangun ventilator dalam menghadapi virus corona di Herat, Afghanistan. Gadis-gadis ini membangun ventilator murah dari onderdil mobil, di tengah upaya otoritas kesehatan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi pasien. (AFP PHOTO/AHMAD IDRES NADERI)

Sebelum lulus pada Mei 2016, ia belajar pertunjukan piano di Julliard, konservatori seni pertunjukan swasta terkenal di New York City.

Tesis Harvard Reneau tentang Kebijakan Luar Angkasa Amerika Serikat telah memenangkan penghargaan dan telah berulang kali diterbitkan. Dia dinominasikan sebagai Harvard Emerging Leader of the Year 2019.

Sebelumnya, Allyson Reneau (60 tahun) dari Oklahoma yang berada di dewan direksi Explore Mars telah menerbangkan anak-anak perempuan Afghanistan dari Tim Robotika ke acara tahunan "Humans to Mars Conference" pada 2019 lalu.

Tim Robotik Afghanistan tersebut terdiri dari sekelompok gadis berusia 16-18 tahun. Mereka tiba dengan selamat di Doha, Qatar.

Digital Citizen Fund (DCF), organisasi induk tim robotik Afghanistan menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Qatar atas dukungan mereka yang tidak hanya mempercepat proses visa tetapi juga mengirim pesawat ke Kabul. 

REMAJA PEREMPUAN AFGHANISTAN: Foto yang diambil pada 8 April 2020, memperlihatkan anggota dari tim robotika yang seluruhnya perempuan membangun ventilator dalam menghadapi virus corona di Herat, Afghanistan. Gadis-gadis ini membangun ventilator murah dari onderdil mobil, di tengah upaya otoritas kesehatan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi pasien.
REMAJA PEREMPUAN AFGHANISTAN: Foto yang diambil pada 8 April 2020, memperlihatkan anggota dari tim robotika yang seluruhnya perempuan membangun ventilator dalam menghadapi virus corona di Herat, Afghanistan. Gadis-gadis ini membangun ventilator murah dari onderdil mobil, di tengah upaya otoritas kesehatan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi pasien. (AFP PHOTO/AHMAD IDRES NADERI)

Sebelumnya Gadis-gadis Afghanistan Tersebut Telah Ciptakan Ventilator dari Onderdil Mobil

Diketahui, selain pernah memenangkan kompetisi internasional robotik di beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir, tim robotik Afghanistan juga telah terlibat dalam pembuatan ventilator sejak awal pandemi Covid-19 di Afghanistan.

Gadis-gadis itu menjadi pemberitaan pada 2017, ketika mereka memenangkan penghargaan dalam kompetisi internasional yang digelar di AS. Kini, tim robotika yang semuanya adalah remaja putri itu berpacu dengan waktu menciptakan ventilator dari onderdil mobil di tengah virus corona.

Dilansir BBC Rabu (20/5/2020), mereka harus segera menyelesaikan dan mengirimkan alat bantu pernapasan itu pada akhir Mei nanti.

Afghanistan, yang bertahun-tahun dilanda konflik, hanya mempunyai 400 ventilator dan harus digunakan untuk 38,9 juta populasinya. Sejauh ini, Kabul melaporkan 7.650 kasus positif Covid-19 dengan 178 korban meninggal. Namun, pemerintah situasinya bisa lebih buruk.

Sebabnya, sistem kesehatan mereka begitu lemah. "Sangat penting jika kami bisa menyelamatkan satu nyawa dengan usaha kami," terang anggota tim, Nahid Rahimi (17).

Dikenal sebagai "Afghan Dreamers", gadis-gadis itu berasal dari Provinsi Herat, lokasi di mana kasus pertama negara itu ditemukan. Negara itu menjadi hotspot bagi wabah karena letaknya yang berbatasan dengan Iran, episentrum Covid-19 yang berada di Timur Tengah.

Tim yang usianya bervariasi antara 14-17 tahun itu membuat alat bantu pernapasan itu dari mobil Toyota Corolla bekas, dengan rantainya dari motor Honda.

Afghan Dreamers menerangkan, ventilator mereka akan memberi sedikit bantuan bagi pasien di ruang gawat darurat ketika alat utama sedang tidak ada.

"Saya merasa bangga jadi bagian dalam tim yang berusaha melakukan sesuatu untuk mendukung dokter dan perawat. Merekalah pahlawan saat ini," ujar kapten tim, Somaya Faruqi.

Kekurangan alat bantu pernapasan menjadi isu utama di seluruh dunia, dengan harga per unit yang bisa mencapai 50.000 dollar AS (Rp 735,2 juta).

Bagi Afghan Dreamers, mereka mengklaim bisa menciptakan alat bantu itu dengan banderol yang kurang dari 600 dollar AS, atau Rp 8,8 juta.

Penyelamatan anak-anak perempuan tim robotik Afghanistan setelah Taliban mengambilalih kekuasaan dan memicu kekhawatiran besar atas keselamatan para warga.
Penyelamatan anak-anak perempuan tim robotik Afghanistan setelah Taliban mengambilalih kekuasaan dan memicu kekhawatiran besar atas keselamatan para warga. (Istimewa/Reuters/AP)

Dengan toko ditutup dan kota Herat berada dalam keadaan lockdown, maka mereka harus pergi hingga ke provinsi lain untuk mendapatkan suku cadang. Meski begitu, Roya Mahboob, pendiri tim robotika, menyatakan harapannya bahwa mereka bisa menyerahkan alat itu pada akhir Mei.

Dia menjelaskan, saat ini mesin itu sudah rampung sekitar 70 persen, di mana satu-satunya yang masih kurang adalah sensor udara.

Daripada membuatnya dari nol, Mahboob menerangkan mereka berusaha mendapatkannya dari tempat lain. Dia menuturkan fase pertama pengerjaannya sudah sukses.

"Kami sudah mencobanya di rumah sakit dua hari lalu. Tim ini sekarang fokus kepada fase dua. Jika sukses, alat ini siap dilepas ke pasaran," jelasnya.

Dengan tingkat literasi perempuan kurang dari 30 persen, Afghan Dreamers berharap proyek ini bisa mengubah perspesi bagi wanita di dunia teknik industri.

Pendiri lainnya, Elham Mansori (16), berujar dengan berhasil membuat ventilator, maka peran perempuan di masyarakat bisa semakin terangkat.

Mahboob melanjutkan, proyek mereka ini sampai ke telinga Presiden Ashraf Ghani, yang memerintahkan agar mereka mendapat bantuan.

Begitu juga dengan Kementerian Kesehatan Afghanistan melalui juru bicaranya, Waheed Mayar. Namun, dia juga menekankan alat itu tak bisa dipakai begitu saja.

Dia menuturkan selain eksperimen dan pengembangan, terdapat juga penelitian pra-klinis, dan harus dianlisa ketika dipasarkan.

"Keselamatan pasien adalah prioritas utama kami. Jadi, kami berharap alat ini diujicobakan dulu di laboratorium sebelum digunakan ke penderita virus corona," jelas Mayar.

Penyelamatan 10 anak perempuan tim robotik Afghanistan setelah Taliban mengambilalih kekuasaan dan memicu kekhawatiran besar atas keselamatan para warga.
Penyelamatan anak-anak perempuan tim robotik Afghanistan setelah Taliban mengambilalih kekuasaan dan memicu kekhawatiran besar atas keselamatan para warga. (Istimewa/Reuters/AP)

Kehadiran tim robotik Afghanistan yang semuanya merupakan pelajar perempuan menjadi istimewa mengingat pendidikan anak-anak perempuan di Afghanistan baru berjalan relatif normal setelah tahun 2001 lalu. 

Sebelumnya ketika Taliban pernah berkuasa tahun 1996 - 2001, perempuan sama sekali dilarang bersekolah dan bekerja. Ketika Taliban tumbang tahun 2001, mereka masih tetap menteror anak-anak perempuan yang gigih bersekolah. 

Pada tahun 2012, seorang pelajar perempuan, Malala Yousafzai yang kala itu masih berusia 15 tahun diserang oleh Taliban ketika berada di dalam bis sekolah.

Malala yang terluka parah kemudian dievakuasi ke Pakistan dan kemudian ke Inggris. 

Akhirnya Malala dan keluarganya menetap di Inggris dan mendapatkan Nobel Perdamaian ketika berusia 17 tahun. 

Walaupun sejumlah elit Taliban memberikan jaminan bahwa kaum perempuan boleh bersekolah dan bekerja, namun sejumlah kalangan meragukan komitmen Taliban tersebut.

Dimana, sejumlah perempuan masih dibunuh setelah tidak menggunakan burka dan gubernur wanita pertama di Afghanistan, Salima Mazari telah ditangkap oleh Taliban. Kini wali kota wanita termuda Zarifa Ghafari menunggu dirinya siap mati di tangan Taliban.

 

(*/tribun-medan.com/ kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved