Mayjen TNI Richard Tampubolon Pimpin Pasukan Koopsgabsus Tricakti TNI di Poso, Sudah 7 Teroris Tewas
Personel Komando Operasi Gabungan Khusus (Koopgabsus) Tricakti TNI terus melakukan aksi pengejaran terhadap kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur
Pasukan Koopsgabsus Tricakti di bawah pimpinan Mayjen TNI Richard T H Tampubolon tergabung dalam Satgas Madago Raya yang mulai efektif bekerja sejak awal Januari 2021. Tim untuk mengejar 11 teroris kelompok Qatar dan kelompok Ali Kalora di pedalaman hutan dan pegunungan Poso, Sigi, dan Parimo.
TRIBUN-MEDAN.COM - Komando Operasi Gabungan Khusus (Koopgabsus) Tricakti TNI mengatakan, sebanyak tujuh teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) jaringan Poso, Sulawesi Tengah, tewas sepanjang 2021.
"Kerja sama solid antara TNI-Polri menewaskan 7 DPO sejak awal tahun dalam operasi penumpasan teroris Poso tahun 2021," ujar Tim Analis Koopsgabsus Kolonel Inf Henri Mahyudi, saat dikonfirmasi, Selasa (21/9/2021).
Henri mengatakan, upaya penumpasan bermula ketika kelompok teroris ini melakukan penyerangan dan pembunuhan terhadap empat warga di Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pada 27 November 2020.
Setelah itu, pimpinan TNI membentuk Koopsgabsus TNI untuk mengejar 11 teroris kelompok Qatar dan kelompok Ali Kalora di pedalaman hutan dan pegunungan Poso, Sigi, dan Parimo.
Pasukan Koopsgabsus Tricakti di bawah pimpinan Mayjen TNI Richard T H Tampubolon tergabung dalam Satgas Madago Raya yang mulai efektif bekerja sejak awal Januari 2021.
Satgas itu dibentuk dalam rangka operasi penumpasan teroris di Poso.
"Kelompok Ali Kalora berhasil dikepung pertama kali oleh Tim Chandraca 5 Koopsgabsus dan Satgas Madago Raya di Hutan Taunca pada 2 Februari 2021, namun kelompok Ali Kalora berhasil meloloskan diri sesaat sebelum tim gabungan TNI/Polri tiba di lokasi," kata Henri.
Saat itu, aparat gabungan TNI dan Polri berhasil menyita berbagai perlengkapan milik kelompok Ali Kalora.
Perburuan terhadap kelompok Qatar dan kelompok Ali Kalora pun terus dilakukan.
Personel Komando Operasi Gabungan Khusus (Koopgabsus) Tricakti TNI ketika melakukan aksi pengejaran teroris.(Koopgabsus Tricakti TNI via Kompas.com)
Koopsgabsus Tricakti dan Satgas Madago Raya melalui Tim Chandrasa 2 Koopsgabsus, akhirnya menyergap dan terlibat kontak tembak dengan kelompok Ali Kalora beserta tiga teroris lainnya di Pegunungan Watumatoto, Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir, pada 1 Maret 2021.
Sedikitnya, 2 teroris tewas dalam penyergapan tersebut. Salah satunya adalah Irul alias Khairul yang merupakan menantu Santoso, pimpinan teroris Poso sebelumnya. Satu teroris lainnya yang tewas adalah Alvin alias Samil.
Saat penyergapan tersebut, Ali Kalora tertembak di kaki, namun dia bisa melarikan diri bersama Jaka Ramadan dengan melompat ke jurang yang memanfaatkan cuaca gelap di hutan lebat.
Kemudian, Koopsgabsus TNI bersama Satgas Madago Raya kembali menewaskan dua teroris lainnya.
Itu terjadi setelah Tim Tricakti 3 Koopsgabsus TNI mengikuti jejak pelarian kelompok Qatar di wilayah perbukitan pedalaman hutan Tokasa, Tanahlanto, Kabupaten Parimo.
Dalam pengejaran tersebut, Qatar dan Rukli tewas di tempat dalam operasi senyap yang berlangsung pada Minggu (11/7/2021), sekitar pukul 03.00 WITA.
Qatar selama ini dikenal sebagai eksekutor utama teroris Poso yang dikenal sadis.
Ia dipanggil Amir atau pimpinan dalam jaringan kelompok teroris Poso tersebut. Hal ini terungkap dalam sejumlah dokumen yang berhasil dibongkar dan dianalisa Tim Analis Koopsgabsus.
Selama ini, Qatar dan Ali Kalora berpisah karena ada ketidakcocokkan dan pertentangan di antara dua pemimpin teroris tersebut.
Kemudian, tim gabungan Satgas Madago Raya menyergap dan menembak mati teroris bernama Abu Alim, enam hari pasca-penyergapan Tokasa, Sabtu (17/7/2021).
Pasukan Koopsgabsus Tricakti TNI Pimpinan Mayjen Richard TH Tampubolon Bergabung dengan Satgas Madago Raya dalam perburuan kelompok teroris di Poso.
Melalui operasi yang terintegrasi secara terus-menerus, personel TNI-Polri yang tergabung dalam Satgas Madago Raya yakni Tim Sogili kembali menewaskan 2 teroris di perkebunan dekat perkampungan Dusun Astina, Balinggi, Parimo, pada Sabtu (18/9/2021).
Hasil identifikasi korban tewas adalah Ali Kalora dan Jaka Ramadan.
Dengan demikian, operasi perburuan yang digelar Satgas gabungan TNI dan Polri telah melumpuhkan 7 teroris MIT Poso.
"Termasuk tokohnya yakni Qatar dan Ali Kalora dalam periode Januari hingga pertengahan September 2021," terang dia.
Sementara itu, Panglima Koopsgabsus Tricakti Mayjen TNI Richard T H Tampubolon menyebut saat ini tinggal empat teroris yang tersisa.
“Mohon doa dan dukungan untuk semua prajurit yang terus agresif dan bekerja keras di lapangan, agar segera dapat menumpas sisa empat DPO teroris lainnya," ungkap dia.
Siapa Ali Kalora, pemimpin kelompok radikal Poso, yang awalnya 'tidak diperhitungkan'?
Ali Kalora adalah 'petinggi' yang tersisa dari kelompok militan Islam yang berbasis di Poso, Sulawesi Tengah, semenjak Santoso alias Abu Wardah tewas dalam penyergapan aparat keamanan pada 2016 lalu.
Dia juga ditunjuk sebagai pemimpin kelompok itu menyusul diringkusnya pentolan kelompok Muhajidin Indonesia Timur (MIT) Basri alias Bagong, di tahun yang sama.
Menurut polisi, semenjak dua tahun lalu, kelompok ini mengalami penyusutan jumlah anggota, karena sebagian besar ditangkap atau tewas dalam baku tembak dengan pasukan gabungan TNI-polisi dalam operasi Tinombala.
Ridlwan Habib, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, menilai Ali Kalora tidak memiliki pengaruh sekuat Santoso, yang mampu merekrut puluhan orang. Namun namanya mulai disebut-sebut lagi setelah temuan mayat tanpa kepala di Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Montong, Sulteng, baru-baru ini.
Di media, foto terbarunya kembali beredar, yang nampak berbeda dari foto yang dipampang Polisi di pusat keramaian di Sulawesi Tengah pada 2016 lalu. Siapakah Ali Kalora?
'Bukan figur kombatan'
Sosok Basri, orang nomor dua di MIT, ditangkap tanpa perlawanan pada 2016 lalu setelah seorang anak buahnya tewas hanyut di sungai, kata polisi. (satgas tinombala via bbc).
Ridlwan Habib menganggap Ali Kalora bukanlah figur kombatan, tidak memiliki keahlian apa-apa, serta kemampuan gerilyanya sangat terbatas, karena dia belum pernah ke medan konflik.
"Kecuali kemampuannya untuk bertahan hidup dalam pelarian," kata Ridlwan dalam wawancara dengan wartawan BBC News Indonesia, Silvano Hajid, Rabu (2/1/2021).
"Dengan logistik yang terbatas, Ali Kalora bisa menjadi apa saja, menyamar menjadi warga lokal, bahkan petani dan jalan sejauh itu," tambahnya.
Sosok Ali Kalora ini, menurutnya, berbeda jauh dengan bekas pemimpin MIT, Santoso, yang tewas dalam baku tembak dengan TNI-polisi dua tahun lalu. Yang disebut terakhir ini memiliki keahlian propaganda.
Adapun Ali Kalora, tambahnya, saat ini menghindar dari kejaran aparat TNI-polisi dengan "menyamar menjadi warga lokal".
Karena itulah, Ridlwan menilai, insiden baku tembak dan ditemukan korban mutilasi akhir Desember lalu adalah kebetulan belaka.
"Jika itu terencana dan sistematis, akan banyak korban dan tekniknya berbeda, mereka belum sempat kabur jauh, sehingga terjadi kontak senjata," ujarnya.
Ridlwan juga meyakini bahwa MIT gagal setelah salah-seorang pemimpinnya, Santoso, tewas.
"Mujahid Indonesia Timur (MIT) sudah dilupakan, dan dianggap tidak penting lagi bagi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) karena dianggap gagal," tambah Ridlwan.
Semula Ridlwan menganggap Ali Kalora sudah menyerahkan diri kepada aparat kepolisian - secara diam-diam - setelah istrinya tertangkap.
"Karena kami tak mendengar kabarnya lagi dari (dusun) Tamanjeka (di Poso) selama 1,5 tahun, tapi ternyata dia masih ada," katanya.
Semenjak operasi Tinombala digelar sejak 2016, banyak dijumpai poster atau baliho seperti ini di Kota Poso dan sekitarnya. (reuters via bbc)

Menapak jejak Ali Kalora di hutan-hutan Poso
Silvano Hajid, Wartawan BBC News Indonesia
Pada 2011 lalu, saya meliput insiden penembakan anggota Polisi di Palu, Sulawesi Tengah, yang semula saya kira adalah ulah perampok.
Belakangan, insiden itu merupakan kasus terorisme,di mana para pelakunya kemudian melarikan diri hingga ke Poso. Tetapi saat itu nama Ali Kalora tidak pernah disebut.
Saya ingat, ketika kejar-kejaran antaraaparat polisi dan terduga teroris berlangsung selama hampir dua pekan, sekaligus menandakan tahun itu sebagai kemunculan awal kelompok Santoso.
Di tahun itulah, seperti diungkapkan polisi belakangan, Ali Kalora baru bergabung dengan kelompok Santoso.
Saat saya meliput ke Poso pada 2011, kota ini pada malam hari layaknya kota mati, tidak ada yang berani keluar kecuali itu mendesak.
Lima tahun kemudian saya kembali ke Poso dan mendapati kenyataan bahwa kelompok Santoso mampu melipatgandakan anggotanya.
Saat itulah, nama Ali Kalora sudah disebut polisi sebagai salah-seorang pimpinan Mujahidin Indonesia Timur, setelah Santoso dan Basri. Dia sudah menjadi buronan polisi.
Ketika itu saya melihat potret diri Kalora yang brewokan, mengenakan surban, menggunakan rompi, serta berambut gondrong - berbeda sekali dengan foto yang beredar saat ini - yang beredar di masyarakat.
Kali pertama saya ke Lembah Napu (masih wilayah Poso), sebagai basis Operasi Tinombala, area subur pemasok sayur mayur ke kota-kota di Sulawesi Tengah, ternyata menarik minat kelompok Santoso untuk bersembunyi.
Jejak-jejaknya di temukan di ladang jagung, kadang kebun cokelat, bahkan ladang sayur kol. Mereka yang jumlahnya puluhan bersembunyi ke dalam hutan, sesekali ke kebun warga untuk memetik hasil kebun.
Saya juga sempat ke tengah hutan dan menemukan bekas tempat mereka beristirahat. Mereka membangun menara pantau di atas pohon tinggi yang terbuat dari kayu, di bawahnya tersusunlah ranjang-ranjang sederhana yang mengitari bekas api unggun, tempat mereka beristirahat tak jauh dari sungai.
Dan, pada tahun yang sama, saya kembali ke Poso, kala itu Santoso sudah tewas. Tidak lama kemudian, Tini Susanti, istri Ali Kalora- yang sedang hamil tua - tertangkap. Tapi sosok Ali Kalora tetap tidak tersentuh.
Istri Ali Kalora, saat tertangkap dalam keadaan hamil. (via bbc)

Adapun Al Chaidar, pengamat terorisme serta staf pengajar di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, menyakini Ali Kalora kini merupakan satu-satunya pemimpin MIT yang tersisa.
Sebagai pemimpin baru MIT, Ali Kalora disebutnya "tidak memiliki pengaruh yang kuat seperti Santoso".
"Karena sepanjang 2018, hanya menyisakan sekitar empat orang anggota, kemudian bertambah satu orang, sehingga menjadi lima orang," kata Chaidar.
Satu-satunya "kelebihan" Ali Kalora andalkan adalah kedekatannya dengan kelompok militan Islam di Mindanau (Filipina) dan Bima (Nusa Tenggara Barat).
"Dengan afiliasinya bersama kelompok Mindanau dan Bima, dia bisa merekrut anggotanya dari luar Poso, termasuk memperoleh senjata api," katanya.
Jumlah pendukung Ali Kalora 'bertambah'
Karena jaringannya itulah, Al Chaidar menduga bahwa kelompok itu telah bertambah menjadi belasan orang.
Kepolisian juga memiliki anggapan yang sama bahwa anggota MIT pimpinan Ali Kalora terus bertambah, seperti dinyatakan AKBP Hery Murwono, Kabid Humas Polda Sulteng.
"Saat ini sudah ada tujuh nama yang masuk daftar pencarian orang. Ada kemungkinan jumlahnya bertambah, karena (polisi) masih lakukan penyisiran, di Sausu," kata Hery kepada BBC News Indonesia, Rabu (02/01).
Menurut polisi, kelompok Ali Kalora memiliki teritori di sekitar pegunungan di wilayah Kabupaten Poso, hingga Kabupaten Parigi Mouton.
Bagaimanapun, bergabungnya Ali Kalora dalam kelompok Santoso pada 2011 lalu, juga melibatkan istrinya. Dia dilaporkan mengajak istrinya, Tini Susanti Kaduku alias Umi Fadel, dalam pelarian di belantara hutan Poso.
Sang istri, yang diduga pernahikut pelatihan menembak oleh kelompok MIT, akhirnya tertangkap pada Oktober 2016 dalam keadaan hamil. Dan di mana sekarang posisi Ali Kalora?
Belum jelas, tetapi Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, operasi keamanan yang digelar di wilayah Poso, Sulteng, dan sekitarnya itu akan diteruskan "hingga tangan kanan Santoso, Ali Kalora dan Basri" tertangkap.
"Ibarat orang sudah mendesak kemudian kita lepas, kita nanti akan repot lagi ke depan. Tekan dulu mereka sampai tokoh-tokoh penting selesai baik dengan cara keras, koersif, keras, dikejar ditangkap, baik maupun persuasif pendekatan," tegas Kapolri pada pertengahan 2016 lalu.
"Kalau dicabut sekarang ini bisa muncul kembali, rebound, mereka akan melakukan regrouping, konsolidasi kembali. Momentum yang sangat bagus ketika mereka sudah melemah maka kita harus pressure supaya tekanan semakin tinggi," jelasnya lebih lanjut.
Sejarah Terbentuknya Kelompok Teroris MIT
Sebagaimana diketahui, dalam dekade 2000-an jadi tahun di mana kelompok teroris banyak lahir di Indonesia.
Terbentuknya Jamaah Ansharus Tauhid (JAT) di Poso jadi salah satu embrio MIT.
JAT adalah salah satu kelompok teroris dengan jaringan terbesar di Indonesia.
Salah satu perintis JAT, Abu Bakar Ba’asyir adalah mantan pemimpin Jamaah Islamiyah (JI).
Yang menjadi komandan laskar JAT cabang Poso adalah Santoso alias Abu Wardah Asy Ayarqi.
Gunitna Rohan dan Kam Stefanie Li Yee, dalam buku Handbook of Terrorism in The Asia-Pacific (2016) yang dilansir dari Voi menjelaskan, Santoso boleh jadi tak begitu populer kala itu, namun Santoso dikenal berpengalaman.
Rekam jejaknya jauh sebelum bergabung dengan JAT, Santoso turut terlibat dalam kerusuhan Poso sejak 1998.
Pengalamannya itu yang akan membawanya menjadi pemimpin MIT.
Lewat pengaruhnya, Santoso kemudian memiliki banyak pengikut.
Ia juga menggelar pelatihan militer di dua tempat di wilatah Poso pada 2010.
Dua tahun setelahnya, Santoso memproklamirkan diri sebagai pemimpin tertinggi (Amir) MIT pada 2012.
Tahun itu MIT melakukan sejumlah aksi besar.
Kelebihan mereka adalah mampu memanfaatkan teknologi internet untuk menjalankan aksi.
“Salah satu faktor yang membuat Santoso menjadi magnet bagi para pejihad garis keras adalah kemunculan mereka pada media yang dipropagandakan pada forum ekstremis dalam dua Bahasa. Bahasa Indonesia dan arab. Kelompok Santoso, MIT menjadi perhatian pihak berwenang setelah mereka meretas situs militer indonesia (TNI-AD) dan situs-situs dari beberapa lembaga pemerintah lainnya,” ungkap Rohan dan Li Yee.
(*/tribunmedan/ kompas.com/ bbc)