Cerita Waris Thalib Dipinang Jadi Pendamping M Syahrial, Mereka Menakhodai Kota Tanjungbalai

Plt Wali Kota Tanjungbalai, H. Waris Thalib, memiliki perjalanan hidup yang sangat rumit dan perjungan sebelum akhirnya menjadi wali kota

Istimewa
Plt Wali Kota Tanjungbalai, Waris Thalib Berbincang dengan Pemimpin Redaksi Harian Tribun Medan, Iin Solihin di Acara Ngopi Sore. 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Plt Wali Kota Tanjungbalai, H. Waris Thalib, S.Ag., M.M memiliki perjalanan hidup yang sangat rumit dan perjungan sebelum akhirnya menjadi wali kota. Berbagai pekerjaan pernah dilakoninya.

Mulai dari buruh di kebun kelapa, penarik becak, penjaga sekolah hingga menjadi orang nomor satu di Tanjungbalai.  Pada acara Ngopi Sore yang digelar Tribun Medan/Tribun-Medan.com, ia mengurai satu persatu pengalamannya menjadi orang sukses.

Waris bukan orang yang berasal dari keluarga kaya raya. Sehingga tidak mudah baginya membangun karier. Dia berkarya dengan modal kerja keras dan penuh optimisme. Bahkan, ia tidak takut gagal saat mengambil keputusan ekstrem. Seperti menerima tawaran menjadi calon Wakil Wali Kota Tanjungbalai.

Berikut ini rangkuman wawancara eksklusif Pemimpin Redaksi Harian Tribun Medan/Tribun-Medan.com bersama Plt Wali Kota Tanjungbalai, H. Waris Thalib, S.Ag., M.M pada beberapa hari lalu.

T: Abang Menjadi Pejabat Sekolah Dasar (SD) Itu Seperti Apa Perjalanannya?

WH: Waktu itu saya gunakan ijazah SD, memang dari tamatan SD yang diterima. Total ada 25 yang melamar, yang diterima 19 orang, 10 di Tanjungbalai dan 9 di Kabupaten Asahan. Ikut formasi, status PNS. Formasinya penjaga sekolah. Saya di sekolah biasa bersihkan sekolah. Alhamdulillah, diperkenakan ibu kepala sekolah untuk menyelesaikan Aliah.

Tugas penjaga sekolah buka pintu dan tutup sekolah. Lalu, kebersihan. Status saya PNS saat duduk di kelas 2 aliah. Golongan terendah yakni 1 A dengan gaji Rp 26500. Setelah tamat sekolah, saya pengin kuliah. Saya nekat kuliah di Kisaran ambil fakultas dakwah.

Seusai memperoleh gelar sarjana, saya berjuang untuk penyesuaian naik golongan-3. Dengan berbagai tantangan yang tidak masuk akal, Alhamdulillah dapatlah golongan 3A. Saya lalu ditawarkan menjabat sebagai Kasi Sosial di Kelurahan Pematang Pasir, Tanjungbalai.

T: Karier Abang pernah menjadi penjaga sekolah, kemudian posisi jabatan lurah, pernah menjadi camat. Bisa dijelaskan bagaimana bisa menjadi camat?

WH: Alhamdulillah sewaktu menjadi lurah dapat predikat terbaik di Kota Tanjungbalai dan terbaik ketiga di Provinsi Sumut. Singkat cerita, saya ketemu dengan H Syahrial ketika menjadi anggota DPRD Tanjungbalai. Kita bertemu saat ada pertemuanlah.

Kebetulan Pak Syahrial itu tidak tinggal di Tanjungbalai. Jadi, tamat sekolah baru pulang ke Tanjungbalai. Dan, kemudian menjadi Ketua DPRD Tanjungbalai. Pada suatu waktu kami bincang-bincang, kebetulan beliau (Syahrial) senang berteman dengan saya.

Dari perjalanan waktu itu, dia sempat nanya bagaimana kalau aku jadi wali kota? Waktu itu, saya bilang cocok. Lalu, saya membeberkan berbagai macam pemikiran dan argumentasi. Lantas, saya becanda, kalau Bapak jadi wali kota jangan lupa, Pak, saya jadi wakilnya.  

Jadi Pak Syahrial mencalonkan diri sebagai wali kota periode pertama saat saya lurah. Ketika mencalonkan itu disebut nanti kalau aku terpilih, Pak Waris saya angkat menjadi camat. Dan, pada istri sayapun disebut Ibu nanti jadi ibu camat ya.

Pendek cerita jadilah dia wali kota berpansangan dengan Ismail Marpaung. Setelah jadi, ada peraturan enam bulan menjabat tidak boleh ada pergantian jabatan. Maka ketika dia bisa melantik yang pertama kali dilantik adalah saya.

T: Berarti Beliau menuntaskan janjinya?

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved