TRIBUNWIKI

Mengenal Berbagai Jenis Tarian Khas Suku Karo, Ada yang Menggambarkan Tentang Seorang Dukun

Bahkan, dengan keberagaman masyarakat yang ada, budaya di Indonesia sangat banyak dan memiliki ciri khas di setiap daerahnya.

Penulis: Muhammad Nasrul | Editor: Ayu Prasandi
HO
Sepasang mempelai pengantin menari tarian khas Karo. 

TRIBUN-MEDAN.com, KARO - Berbicara mengenai budaya, Indonesia tentunya merupakan negara yang memiliki budaya yang cukup banyak.

Bahkan, dengan keberagaman masyarakat yang ada, budaya di Indonesia sangat banyak dan memiliki ciri khas di setiap daerahnya.

Salah satu yang menjadi ciri khas budaya suatu daerah, ialah dari segi tarian.

Bahkan, di satu daerah ada yang memiliki lebih dari satu jenis tarian tradisional. Begitu juga yang ada di Provinsi Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Karo.

Berdasarkan bahasa Karo, aktivitas menari disebut dengan "landek", yang berarti menari.

Baca juga: Klasemen Sementara PON XX Papua, Sumut Terlempar dari 10 Besar Kalah dari Riau dan Sumatera Barat

Nah, dari Kabupaten Karo sendiri diketahui ada sebanyak kurang lebih delapan jenis tarian.

Di antaranya, Tari Baka Karo, Tari Lima Serangkai, Tari Piso Surit, Tari Tongkat, Tari Gundala-Gundala, Tari Ndikkar, Tari Guro-Guro Aron, dan Tari Ndurung Karo.

Dari kedelapan jenis tarian ini, memiliki ciri dan filosofinya masing-masing. Untuk mengetahui ciri dan filosofinya lebih lanjut, mari simak ulasan di bawah ini.

Pertama Tari Baka Karo, di mana tarian ini melambangkan pada zaman dahulu orang Karo dikenal dengan suku yang sangat percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis.

Hampir dalam semua sisi kehidupan mereka mempercayakannya kepada hal-hal mistis, misalnya untuk penyembuhan penyakit.

Terinspirasi dari hal ini, maka terciptalah tarian tradisional Karo bernama tari Baka.

Tarian ini menggambarkan tentang seorang dukun/paranormal dalam mengobati pasiennya.

Dalam tarian ini mempergunakan properti berupa kerajang dan mangkok khusus untuk melakukan ritual pengobatan.

Baca juga: Tim Gabungan Masih Belum Dapatkan Korban Terakhir Longsor di Sugihen di Pencarian Hari Ke 5

Kedua, Tari Piso Surit yang menceritakan tentang penantian seorang kekasih.

Penantian yang dilakukan oleh sang pria sangatlah lama, sehingga membuatnya tampak menyedihkan dan digambarkan seperti burung Pincala.

Ketiga Tari Gundala-Gundala, yang berasal dari legenda rakyat di mana hingga saat ini tarian Gundala-Gundala digunakan untuk ritual untuk memanggil hujan.

Tarian yang berisikan beberapa penari ini, pada saat menari para penarinya menggunakan topeng yang terbuat dari bahan kayu.

Selain digunakan untuk memanggil hujan, tak jarang tarian ini juga sekarang digunakan sebagai tarian menyambut tamu atau pada saat kegiatan lainnya.

Keempat Tari Lima Serangkai, yang terdiri dari lima gerakan tarian yang dijadikan satu dan dibawakan secara menerus.

Adapun kelima gerakan yang digunakan pada tarian ini ialah, tari Morah-Morah, Tari Perakut, Tari Cipa Jok, Tari Patam-Patam Lance dan Tari Kabang Kiung.

Kelima Tari Tongkat, di mana tarian ini melambangkan kepercayaan orang Karo akan adanya roh halus.

Baca juga: Tim Gabungan Masih Belum Dapatkan Korban Terakhir Longsor di Sugihen di Pencarian Hari Ke 5

Dalam tarian ini, digambarkan seseorang yang punya kemampuan ilmu gaib dan mampu mengusir pengaruh buruk yang disebabkan oleh mahluk-mahluk halus tersebut.

Dalam melakukan ritual mengusir roh jahat, sang paranormal memakai sebuah tongkat khusus yang disebut tongkat Panaluan.

Hal inilah yang membuat tarian ini disebut dengat tari tongkat.

Keenam Tari Ndikkar, yang merupakan jenis tarian perang yang lebih terlihat seperti gerakan olahraga bela diri pencak silat.

Gerakan tarian ini, doain dengan gerakan lambat namun nantinya akan berubah menjadi cepat pada tempo tertentu.

Ketujuh Tari Ndurung, yang berasal dari kisah putri raja yang mengalami sakit yang cukup lama. Sang raja merasa sangat khawatir dan bersedih melihat putrinya yang sakit cukup lama.

Karena hal ini, sang ratupun berinisiatif untuk menanyakan kepada putrinya apa yang diinginkannya agar dia segera sembuh.

Baca juga: Biestro Indonesia Cafe, Tempat Wisata Berkuda, Hanya Setengah Jam dari Kota Medan

Sang putripun mengatakan bahwa ia sangat menginginkan ikan yang ada di perkebunan padi dan buah palma.

Dari kisah inilah tercipta tarian ndurung yang menceritakan bagaimana menangkap ikan dan melakukan kegiatan diperkebunan tersebut.

Dan yang terakhir, Tari Guro-Guro Aron yang merupakan sebagia sarana bagi muda–mudi di tanah Karo untuk lebih mengenal kebudayaan Karo. Biasanya, tarian ini selalu dijumpai pada saat penyelenggaraan pesta kerja tahun yang digelar di setiap desa di Kabupaten Karo.

(cr4/tribun-medan.com) 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved