Nenek 85 Tahun Digugat Cucunya di Pengadilan Agama Sengketa Masalah Warisan
Norma (85), warga Kecamatan Binjai Selatan, Kota Binjai sedang berjuang melawan gugatan yang diajukan oleh cucunya.
Penulis: Satia | Editor: Randy P.F Hutagaol
Kuasa Hukum Penggugat, Hafiz Zuhdi mengaku heran dengan penolakan gugatan oleh pihak tergugat.
Sebab kliennya Fadli memiliki data kependudukan otentik yang menguatkan statusnya sebagai anak biologis dari pasangan Almarhum Taufik dan Almarhumah Efriwati.
"Menolak bagaimana?. Toh kami punya data otentik, bahwa status klien kami itu anak kandung. Ini dibuktikan dari akta kelahiran dan ijazah. Bahkan pada Februari 2013 lalu, ada terbit surat keterangan ahli waris dari camat yang ditandatangani oleh ibunya Efriwati sebelum dia meninggal," kata dia.
Sebaliknya Hafiz menilai ada intervensi pihak-pihak tertentu, khusunya dari anak dan menantu tergugat yang berupaya mempengaruhi pikirannya.
Sehingga hal ini yang membuat sengketa hak waris semakin serius dan meluas.
Karena tidak ada titik temu saat mediasi yang Majelis Hakim Mediator yang ditunjuk Wakil Ketua Pengadikan Agama Kota Binjai memutuskan untuk menunda sidang mediasi dan akan kembali dilanjutkan Kamis (14/10/2021) mendatang.
Sebelum ajukan gugatan, sempat ada pertemuan keluarga guna mencari jalan keluar terkait harta warisan ini.
Namun, dalam pertemuan itu tidak ada titik temu antara kedua belah pihak.
"Sekarang ini persoalannya itu pihak tergugat merasa klien kami tidak memiliki hak waris. Padahal klien kami punya data yang otentik," ujarnya.
Hafiz mengatakan, gugatan perdata itu sendiri dilayangkan kliennya demi tercapainya kejelasan hukum.
Sebab dalam perkara ini, kliennya menggugat harta berupa aset benda, tanah, bangunan ruko, mobil, usaha apotek, dan utang usaha apotek sekitar lebih dari Rp 500 juta.
Sesuai Pasal 209 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, dia menyatakan, hak kliennya sebagai anak kandung ialah sebesar 5/6 dari harta peninggalan almarhhmah ibunya. Sedangkan pihak tergugat hanya berhak memiliki 1/6 dari harta peninggalan anaknya.
"Awalnya memang hubungan klien kami dengan neneknya selaku pihak tergugat relatif baik. Si nenek pun dipersilahkan tinggal bersama. Tapi kami melihat ada intervensi pihak ketiga, yang justru memicu sengketa ini," jelas Hafiz.
Kalaupun ada data pada akta kelahiran milik kliennya itu tidak sesuai fakta, dalam arti status anak angkat dijadikan anak kandung, maka menurutnya, pihak tergugat memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembatalan.
"Tapi perlu diingat, anak adopsi yang statusnya berubah jadi anak kandung pada dasarnya adalah korban. Sebab dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, anak yang diangkat menjadi anak kandung tanpa keputusan pengadilan dapat dipidana," ungkapnya.
(wen/tribun-medan.com)