Akhirnya Pemerintah Siapkan Vaksin Nusantara dan Merah Putih untuk Booster Vaksin Covid-19
Vaksin Nusantara mulanya digagas oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Sementara Booster vaksin Covid-19 bakal dilakukan mulai 2022
Akhirnya Pemerintah Terima Vaksin Nusantara untuk Booster Vaksin Covid-19.Vaksin Nusantara mulanya digagas oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Sementara Booster vaksin Covid-19 rencananya bakal dilakukan pada tahun 2022.
TRIBUN-MEDAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, vaksin Nusantara menjadi salah satu opsi vaksin booster Covid-19 yang disiapkan pemerintah selain vaksin Merah Putih. Hal itu berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Selain vaksin Nusantara, vaksin lain yang menjadi opsi booster vaksin Covid-19 dalam program Merah Putih yakni vaksin Unair dan Biotis, Bio Farma dan Baylor College, Kalbe Farma-Genexin, dan Anhui.
"Arahan Bapak Presiden, beberapa opsi vaksin booster yang akan disiapkan dengan Vaksin Merah Putih yang dikembangkan BUMN dengan Baylor (Medical College), vaksin kerja sama dalam negeri termasuk yang masuk dalam program Merah Putih adalah Unair dan Biotis, Bio Farma dan Baylor College, Kalbe Farma-Genexin, dan Anhui, plus vaksin Nusantara," kata Airlangga ketika melakukan konferensi pers terkait Evaluasi PPKM yang dilakukan secara daring, Senin (20/12/2021).
Booster vaksin Covid-19 rencananya bakal dilakukan pada tahun 2022.
Pemerintah saat ini sedang dalam proses melakukan revisi peraturan presiden (perpres) dan peraturan menteri kesehatan (permenkes).
Selain itu, sedang dilakukan kajian untuk realisasi vaksin dosis ketiga dari Pfizer, Sinovac, dan AstraZeneca.
"Pemerintah akan upayakan secepatnya. Selain itu sedang dilakukan kajian dosis ketiga dari beberapa produsen, antara lain Pfizer, Sinovac, dan AstraZeneca yang sedang berproses di Badan POM," kata Airlangga.
Vaksin Nusantara mulanya digagas oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Kementerian Kesehatan pun sempat memberikan pernyataan terkait dengan vaksin ini pada akhir Agustus lalu.
Kala itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialisasikan. Alasannya, vaksin Nusantara bersifat individual atau autologus.
"Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri," ujar Nadia seperti yang dimuat dalam keterangan Kemenkes, Rabu (1/9/2021).
Meski begitu, menurut Nadia, masyarakat tetap bisa mengakses vaksin Nusantara dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.
Penelitian tersebut berdasarkan nota kesepahaman atau MoU antara Kementerian Kesehatan bersama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI Angkatan Darat pada April lalu terkait dengan 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2'.
"Masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti. Kemudian, jika pasien tersebut setuju, maka vaksin Nusantara baru dapat diberikan atas persetujuan pasien tersebut," kata Nadia.
Baca juga: KISAH dr Terawan Mundur dari Jabatan Duta Besar Spanyol untuk Lanjutkan Riset Vaksin Nusantara

Kilas Balik Perjalanan panjang Vaksin Nusantara Jadi Polemik
Sebagaimana diketahui, Vaksin Nusantara adalah vaksin Covid-19 yang diinisiasi Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Sejak awal penelitiannya, vaksin Covid-19 ini menuai banyak sekali polemik. Puncak polemik itu terjadi ketika sejumlah anggota Komisi IX DPR dikabarkan akan disuntik vaksin Nusantara dalam uji klinis fase II di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).
Padahal, dalam proses pengembangannya Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tidak memberikan izin untuk melakukan uji klinis fase II terhadap manusia. Pasalnya, untuk uji klinis fase 1 saja vaksin ini dinyatakan tidak lulus.
Berikut alasan mengapa Vaksin Nusantara dinyatakan tidak lulus uji kliinis fase 1.
1. Ada syarat BPOM yang tidak terpenuhi
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), ada beberapa syarat yang belum terpenuhi.
Di antaranya adalah Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Good Laboratory Practice dan Proof of Concept yang belum memenuhi kriteria standar ketetapan vaksin yang berlaku.
"Dan juga (pihak pengembang Vaksin Nusantara) kerap mengabaikan evaluasi dari Badan POM," kata Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K), Anggota Tim Advokasi Vaksin Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
2. Tidak memenuhi kaidah klinis
Hal itu juga diikuti dengan alasan lainnya yakni pengembangan vaksin Nusantara dianggap tidak memenuhi kaidah klinis yang berlaku.
"Dan juga ada perbedaan lokasi penelitian antara etik dan pelaksanaan," ujar Erlina dalam diskusi daring bertajuk Menguak Problematika Vaksin Nusantara, Senin (26/4/2021).
Sebagai informasi, diketahui bahwa lokasi penelitian Vaksin Nusantara ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Kariadi Semarang. Sedangkan, komite etik vaksin ini ada di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.
Di dunia internasional atau berlaku universal, suatu standar yang disebut The International Conference on Harmonization - Good Clinical Practice (ICH-GCP) digunakan sebagai standar kualitas etik dan ilmiah.
Standar ini dipergunakan untuk dijadikan acuan dalam mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan subjek manusia. Standar ini tidak dipenuhi dalam pengembangan vaksin Nusantara.
Ditegaskan Erlina, hal ini penting untuk melindungi hak asasi manusia dan juga bentuk upaya menjaga keselamatan manusia yang menjadi subyek uji klinik.
"Jadi standar patient safety (keselamatan pasien atau partisipan) itu harus dipertahankan," tegasnya.
3. Tidak ada uji praklinik pada binatang
Pada Novermber 2020 lalu, tim peneliti mengajukan 1 protokol untuk semua tahapan uji klinis (fase 1-3). Namun, kata Erlina, pengajuan ini tidak disetujui oleh Badan POM karena belum sesuai dengan standar pengembangan obat dan vaksin.
"Karena seharusnya, fase 1 itu satu protokol, fase 2 itu satu protokol dan fase 3 satu protokol dan seterusnya," kata Erlina.
Kemudian dilanjutkan, uji klinis fase 1 ini juga tidak disertai data pengujian praklinis.
BPOM meminta laporan studi toksisitas, imugenesitas dan studi lain untuk mendukung pemilihan dosis dan rute; tetapi permintaan tidak dipenuhi dengan justifikasi sudah lama digunakan pada manusia dan bersifat autologus.
Padahal dalam langkah atau proses uji klinis pengembangan vaksin haruslah melalui studi praklinis terlebih dahulu, sebelum berlanjut ke uji klinis fase 1, II, III dan IV.
"Mereka juga tidak melalui uji praklinik terhadap binatang," ucap dia.
Seperti kita ketahui, tanpa transparansi hasil uji praklinik, Vaksin Nusantara sempat menghebohkan masyarakat Indonesia karena direncanakan akan disuntikkan kepada sejumlah tokoh publik dan juga anggota DPR.
Hal ini mendapat kecaman dan ditentang banyak pihak termasuk BPOM, serta para ahli vaksinasi dan pakar lainnya.
4. Komponen tidak sesuai
Erlina menyebutkan, permasalahan berikutnya yang membuat Vaksin Nusantara tidak lulus uji klinis fase 1 adalah komponen penelitian yang tidak sesuai pharmaceutical grade (masalah sterilitas).
Selain komponen yang tidak sesuai, pengembangan Vaksin Nusantara ini kebanyakan adalah alat dan bahan-bahan produk yang diimpor.
"Tapi bukan masalah impornya yang tidak disetujui, tetapi memang banyak masalah kaidah klinis penelitian vaksin itu yang harus memenuhi standar," tegas Erlina.
Baca juga: KISAH dr Terawan Mundur dari Jabatan Duta Besar Spanyol untuk Lanjutkan Riset Vaksin Nusantara
(*/Tribunmedan/ Kompas.com)