News Video

Komnas HAM Bentuk Tim Penyelidikan Untuk Usut Kasus Masyarakat Adat Vs PT TPL

Komnas HAM bentuk tim pemantauan dan penyelidikan terkait kasus Masyarakat Adat melawan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Editor: Fariz

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Komnas HAM bentuk tim pemantauan dan penyelidikan terkait kasus Masyarakat Adat melawan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

"Tim ini akan berlangsung maksimal selama 6 bulan," kata Komisioner Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam di Jalan Abdullah Lubis, Kamis (30/12/2021).

Ada pun Choirul hadir sebagai salah satu narasumber dalam konferensi pers bertajuk "Temuan Investigasi Komnas HAM Bersama Organisasi Masyarakat Sipil atas Pelanggaran Hak Masyarakat Adat Akibat Keberadaan PT TPL."

Hadir pula dari elemen organisasi sipil seperti BAKUMSU, AMAN Tano Batak, dan KSPPM.

Menurutnya dari dulu, terkait kasus masyarakat adat, selalu menggunakan pendekatannya kasuistik dan tidak dikumpulkan bareng - bareng.

Oleh karena itu, kali ini pihaknya putuskan untuk melakukan penyelidikan yang komprehensif.

"Jadi hal tersebut berguna untuk melihat pola serta menemukan akar masalah. Sehingga mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab," ujarnya.

Ia pun menjelaskan pihaknya telah mendalami data - daya kasus antara Masyarakat Adat Vs PT TPL dalam 10 tahun terakhir.

Ada pun data tersebut masih dalam ruang lingkup 6 kabupaten di Sumatera Utara. Sementara saat pihaknya turun ke lapangan beberapa hari terakhir, ditemukan konflik ternyata lebih dari 6 kabupaten.

Terkait apakah ada perselingkuhan antara pengusaha dan pemerintah serta kepolisian dalam kasus masyarakat adat, ia mengatakan belum bisa memberikan kesimpulan diawal.

"Kalau itu sudah menyimpulkan diawal. Bagaimana kita mau kredibel kalau belum apa - apa sudah menyimpulkan. Nanti tidak ada bedanya institusi Komnas HAM dengan yang lain," sebutnya.

Di samping itu sebelumnya Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) membeberkan tantangan terkait perjuangan masyarakat adat melawan kehadiran PT Toba Pulp Lestari dalam catatan akhir tahun 2021.

"Isu penolakan PT TPL sebenarnya sudah di tingkat nasional. Terutama saat Togu Simorangkir ketemu Presiden Joko Widodo," kata Direktur Eksekutif Bakumsu, Tongam Panggabean, di Celdera Coffee, Jalan Sisingamangaraja, Senin (20/12/2021).

"Selain itu juga respon KLHK mendatangi masyarakat adat pada Oktober 2021 kemarin dalam rangka klarifikasi keberadaan masyarakat adat yang hendak diselesaikan," tambahnya.

Dia menjelaskan tantangan saat ini adalah pemerintah masih terjebak di persoalan prosedural.

Artinya, pengakuan masyarakat adat masih dianggap sebagai pengakuan yang bersyarat. Kalau tidak ada masyarakat adatnya, jadi terkesan tidak dilindungi.

Masalahnya kemudian, lanjutnya, secara prosedural hal tersebut tidak diatur. Sebab, ada kekosongan legislasi. Misalnya RUU Masyarakat Adat di tataran nasional belum selesai.

Di level provinsi juga Perda Masyarakat Adat, sebagai payung hukum untuk menyelesaikan konflik, sampai kini ternyata belum diteruskan pembahasannya oleh DPRD Sumut.

"Padahal perda di tingkat kabupaten sudah ada. Misalnya di Toba, Taput, serta lainnya. Persoalannya perda di kabupaten itu tidak menjadi acuan utama dalam menyelesaikan konflik," ucapnya.

"Misalnya tuntutan 23 komunitas masyarakat adat yang selama ini kita suarakan diselesaikan hanya persoalan prosedural. Tidak melihat kenyataan, bahwa pengakuan masyarakat adat itu harus ada," sambungnya.

Maka dari itu menurutnya selama ini pemerintah masih terjebak di hal - hal prosedural. Demikian, langkah ke depannya pihaknya akan melakukan advokasi yang semakin kuat.

"Sebab, pola yang dibangun pemerintah sampai kini hanya sepihak. Artinya tidak mendorong partisipasi masyarakat," ujarnya.

Selain itu, keberpihakan pemerintah juga semakin minim terhadap pemenuhan Hak Asasi Manusia. Contoh pernyataan menteri KLHK bahwa pembangunan yang Jokowi tidak akan terhambat dengan isu deforestasi.

Kendati pernyataan menteri tersebut tidak mengikat, namun itu sinyal tantangan gerakan sipil akan sangat besar ke depannya.

Demikian, pihaknya akan mencoba memformulasikan strategi baru ke depan agar tidak terjadi kemandekan untuk mendorong pemenuhan HAM.

"Semisal mendorong transparansi informasi. Kejahatan Lingkungan itu dimulai dengan kejahatan informasi yang disembunyikan. Fokus kita ke depan mendorong transparansi soal itu sehingga masyarakat tidak terbelah," tutupnya.

(cr8/www.tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved