Babak Baru PascaBentrok TNI dengan Warga Saor Matio, Kodam I/BB Akan Cari Jalan Tengah
Kodam I/BB akan melakukan upaya mediasi dengan warga desa Dusun Saor Matio, Kecamatan Pantai Labu terkait sengketa lahan
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kodam I/BB akan melakukan upaya mediasi dengan warga desa Dusun Saor Matio, Kecamatan Pantai Labu terkait sengketa lahan yang terjadi pada Selasa (4/1/2022).
Hal itu disampaikan oleh Kepala Kumdam Kolonel Harri Farid saat melakukan konferensi pers bersama dengan Kapendam I/BB serta lainnya di Pujasera Puskopar, Jalan Kapten Muslim, Kamis (6/1/2022).
"Nanti akan dilakukan mediasi terkait apa permintaan masyarakat dan kami sendiri," kata Harri kepada Tribun Medan, siang tadi.
Dikatakan terkait apakah masyarakat masih bisa mengusahai tanah tersebut kendati plang dipasang, pihaknya menjelaskan nantinya akan melakukan musyawarah terkait persoalan tersebut.
Sebab selama ini pihaknya membayar PBB yang cukup banyak jumlahnya. Oleh karena pihaknya tetap akan melakukan dialog terbuka dengan masyarakat.
"Opsinya nanti sesuai dengan kesepakatan bersama saja. Kalau ada permintaan masyarakat yang tidak kita penuhi maka akan dicari jalan tengah," ujarnya.
"Memang memasang plang itu untuk memperpanjang HGU yang habis tahun 2023. Jadi kita tidak ada maksud untuk mengusir masyarakat," tambahnya.
Sebelumnya, Pusat Koperatif Kartika (Puskopkar) "A" Bukit Barisan (BB) menjelaskan duduk perkara lahan di Dusun Saor Matio, Kecamatan Pantai Labu, yang bersengketa dengan masyarakat pada Selasa (4/1/2022) lalu.
Letkol Caj Drs Wendrizal Sekum Puskopkar "A" BB menjelaskan lahan tersebut adalah milik Kodam I/BB berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung Register Nomor : 209/K/TUN./2000 pada 30 Juli 2000.
"Saat itu penggugat Arifin dkk 176 KK melawan tergugat 1 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang. Tergugat 2 Puskop Kartika "A" BB," ujarnya.
"Tergugat 3 PT Poly Kartika Sejahtera atas lahan seluas 60 Ha di Desa Saor Matio. Lahan HGU Kebun Sei Tuan yang dimenangkan para tergugat," tambahnya.
Ia pun menjelaskan pihaknya akan memperpanjang HGU karena habis nanti 31 Desember 2023.
Dijelaskan pihaknya mendapat rekomendasi dari BPN Pusat kemarin agar memperjelas patok batas dan tanda kepemilikan.
"Itu lah dasar kita memasang plang. Tapi masyarakat juga memasang plang atas nama kelompok tani Satahi Saoloan. Kalau mau dibawa ke pengadilan silahkan saja. Kami siap bertempur di pengadilan," sebutnya.
Sebelumnya diberitakan kericuhan terjadi di area lahan persawahan antara petani dari Desa Seituan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deliserdang dengan Personel TNI Angkatan Darat Selasa, (4/1/2022).
Saat itu pihak TNI kembali mengklaim kalau persawahan yang dikuasai oleh masyarakat adalah milik Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) A Dam I/BB.

Kericuhan itu direkam, diunggah dan sontak viral di media sosial karena sempat disiarkan secara langsung oleh salah satu petani yang memiliki akun Facebook bernama "Samarya Uyee Samarya Parbellakk".
Informasi yang dihimpun keributan terjadi karena saat itu pihak TNI AD melakukan pemasangan plang di lokasi tersebut.
Kericuhan yang awalnya terjadi di jalan desa lama kelamaan sampai memasuki area persawahan.
Beberapa personel TNI terlihat berlumpur karena terlibat keributan dengan masyarakat di area persawahan yang baru beberapa hari ditanami.
" Tolong....tolong kami. Tuhan Tolong kami masyarakat dipukuli," ucap pemilik akun Facebook tersebut sembari menayangkan video siaran langsung.
Konflik yang terjadi ini ternyata sudah lama terjadi dan sampai saat ini kedua belah pihak masih mengklaim masing-masing kepemilikan.
Kepala Desa Seituan, Parningotan Marbun menyebut pihak Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektare.
Disebut masyarakat tidak mau bergeser lantaran lahan sudah dikuasai dari zaman kakek neneknya.
"Sesudah jadi bandara ini mereka ngaku-ngaku HGU nya ini. Dulu-dulu nggak pernah diperdebatkan dijaman kakek saya. Semenjak ada bandara ininya seperti ini," ucap Parningotan Marbun.
Ia mengaku sangat menyayangkan kericuhan yang terjadi pada Selasa pagi.
Disebut dalam kejadian itu tiga anak-anak juga menjadi korban.
Ia menyebut karena dipijak oknum TNI korban pun harus dibawa berobat.
"Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima. Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai gitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya," kata Parningotan.
Ia mengaku tidak melihat langsung peristiwa kericuhan karena saat itu ia sedang mengikuti rapat di Polresta Deliserdang.
Saat itu dirinya langsung mendapat telpon terus dari masyarakat.
Setelah dirinya datang pihak Puskopad TNI AD pun sudah tidak ada lagi di lokasi.
"Kalau sudah diginiin masyarakat saya yang jelas perlu hukum bertindak karena sudah melampaui pemerintah desa mereka bertindak. Sudah dari dulunya dikuasi masyarakat tanah itu. Ada 160an orang juga itu masyarakat yang punya selama ini," kata Parningotan.
Disebut masyarakat tidak bersedia meninggalkan lokasi karena 98 persen adalah bekerja sebagai petani.
Hanya dua persen saja masyarakatnya yang bekerja sebagai nelayan. Ia menyebut sebelum pihak TNI bertindak sudah seharusnya berkoordinasi dulu dengan Pemerintah Desa.
"Apapun ceritanya harus kordinasi dulu baru bertindak. Saya Kepala desa pernah memang diundang cuma saat itu mereka maunya harus mereka yang punya tanah sementara masyarakat ini menyewa sama mereka. Kapan mereka butuh bisa diambil. Minta Supaya dikosongkan masyarakat mana mau," katanya.
Baca juga: Hasil Klasemen Terbaru BRI Liga 1, Posisi Bhayangkara Diikuti Persib, Persebaya| Hasil Pertandingan
Baca juga: Kronologi Kericuhan Anggota TNI dengan Petani di Pantai Labu, Warga Minta Tolong Dipukuli, Videonya
(cr8/tribun-medan.com)