News Video

Devi Menangis di Persidangan, Uang Hasil Gadai Emas Palsu Dipakai Suami Untuk Main Judi Online

Terdakwa Syafda Ridha Syukurillah mengaku telah memanfaatkan posisi istrinya yakni terdakwa Devi Andria Sari, untuk menggadai emas palsu

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Terdakwa Syafda Ridha Syukurillah mengaku telah memanfaatkan posisi istrinya yakni terdakwa Devi Andria Sari, untuk menggadai emas palsu di PT Pegadaian (Persero) Unit Pelayanan Cabang (UPC) Perdamaian Stabat.


Syafda mengaku emas palsu tersebut ia beli di daerah Sambu Medan pada penjual kaki lima yang memang khusus menjual perhiasan imitasi.


"Di daerah Sambu bu, di pinggir-pinggir toko. Sesuai kebutuhan dibeli, pas hari itu saya butuh uang ya saya beli, lalu saya bilang ke istri saya butuh uang sekian, ini saya bawa barangnya, gitu aja bu," katanya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Medan, Senin (10/1/2022).


Ia mengaku kalau semua uang yang diperoleh dari menggadai emas palsu itu ia nikmati sendiri. 


Sedangkan istrinya yang saat itu bekerja di pegadaian hanya membantunya meloloskan emas palsu tersebut di pegadaian.


"Saya mohon Yang Mulia meringankan hukuman bu Devi nantinya, karena yang punya ide dan mempergunakan semua uang itu saya. 


Anak saya juga masih kecil, ini semua karena kecerobohan dan kebodohan saya udah mengakibatkan bu Devi menjadi seperti ini, saya mohon pada Yang Mulia dan jaksa," ucapnya.


Mendengar hal tersebut, sontak saja terdakwa Devi menangis tersedu-sedu. Ia pribadi mengaku tidak tau persis kemana uang tersebut digunakan sang suami. Namun ia menduga uang tersebut habis untuk judi online.


"Kalau judi iya bu, judi online. Saya sering temukan transferan dia ke rekening," ucapnya menjawab pertanyaan Hakim anggota Eliwarti.


Setelah melakukan ratusan transaski gadai emas palsu, Devi mengaku sudah mengingatkan sang suami agar uang tersebut segera diganti, namun uang yang bisa mereka kembalikan masih ratusan juta.


"Setelah kejadian, saya udah bilang sama suami saya, nanti ujung-ujungnya saya  pasti dipecat taoi ya begitulah bu. Mungkin perkiraan dia cuma saya yang dipenjara. Sampai saat ini yang sudah kami cicil Rp 200 juta," bebernya.


Dalam sidang tersebut, Devi juga mengaku memanfaatkan data-data warga lain di pegadaian untuk menggadai emas palsu tersebut. 


Lalu untuk mentransfer uang, ia memanfaatkan Kasir yang sering terlambat hingga ia bisa transfer sendiri ke rekening suaminya.


"Kalau nama karangan itu udah kesimpan di komputer, sudah jadi nasabah disitu, mereka enggak tau (datanya dimanfaatkan). Kasir saya sering datang terlambat, saya lebih sering suruh dia keluar promosi, jadi saya transfer langsung," ungkapnya.


Dalam sidang pemeriksaan terdakwa itu, Devi sempat memagis tersedu-sedu. Ia mengaku menyesal mengikuti mau suaminya meloloskan emas palsu untuk digadai.


"Saya menyesal Yang Mulia," ucapnya.

Usai memeriksa para terdakwa Majelis Hakik yang diketuai Immanuel Tarigan menunda sidang pekan depan dengan agenda tuntutan.


Sementara itu dalam dakwaan JPU Ingan Malem Purba menuturkan, bahwa kedua terdakwa Devi dan Syafda hendak memulai beberapa usaha yang dimulai dari kuliner seafood di Cemara Kecamatan Percut Sei Tuan, namun mereka tidak mempunyai modal.

 Karena tidak mempunyai modal untuk memulai berbagai macam rencana usaha, Terdakwa yang merupakan Pegawai PT Pegadaian (Persero) dan   bertugas sebagai Pengelola UPC Perdamaian Stabat  sepakat dengan suaminya Syafda Ridha Syukurillah, untuk membuat pinjaman uang di UPC Perdamaian Stabat dengan menggunakan perhiasan imitasi yang bukan emas, namun nantinya seolah-olah dianggap sebagai emas.

"Bahwa sejak tanggal 11 Juni 2019, Terdakwa mulai membuat pinjaman Kredit Cepat Aman (KCA) di UPC Perdamaian Stabat dengan menggunakan barang gadai/jaminannya, berupa perhiasan imitasi," urai JPU.

Namun karena Terdakwa  sendiri selaku Pengelolanya yang bertugas memeriksa dan menaksir nilai barang gadai/jaminannya, maka ia menilai perhiasan imitasi tersebut senilai dengan perhiasan emas. 

Terdakwa dalam membuat pinjaman KCA tersebut ada yang menggunakan nama adik-adik kandung terdakwa tanpa sepengetahuan adik-adik terdakwa, nama-nama karangan Terdakwa  sendiri, nama-nama orang  yang pernah menjadi nasabah di UPC Perdamaian Stabat tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, maupun pinjaman Kredit Cepat Aman (KCA) atas nama Syafda Ridha Syukurillah dan orang-orang kenalan Syafda Ridha Syukurillah yang datang langsung ke Kantor UPC Perdamaian Stabat atas suruhan Syafda Ridha Syukurillah.

"Yang mana sampai dengan tanggal 24 Maret 2020, seluruhnya berjumlah 306 transaksi KCA," beber Jaksa.

Perbuatan keduanya kata Jaksa, merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara sebesar Rp 2.394.468.800.


"Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1)  Jo Pasal 18 UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UURI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," pungkas Jaksa.


(cr21/tribun-medan.com)

 

 

 

 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved