PENGUSAHA Minuman Vigour Dibebaskan Hakim lantaran Tak Terbukti Gelapkan Warisan Orangtua

Tidak terbukti gelapkan harta warisan keluarga, pengusaha minuman vigour David Putranegoro alias Lim Kwek Liong divonis bebas

TRIBUN MEDAN/GITA
Tidak terbukti gelapkan harta warisan keluarga, pengusaha minuman vigour David Putranegoro alias Lim Kwek Liong (63) divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Senin (17/1/2022). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Tidak terbukti gelapkan harta warisan keluarga, pengusaha minuman vigour David Putranegoro alias Lim Kwek Liong (63) divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Senin (17/1/2022).

"Menyatakan terdakwa David Putranegoro alias Lim Kwek Liong tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum," kata Hakim ketua Dominggus Silaban.

Dikatakan hakim terdakwa tidak terbukti melakukan penggelapan harta warisan orangtua sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum JPU) dari Kejaksaan Negeri Medan Chandra Priono Naibaho.

"Memulihkan hak - hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya," sebut hakim

Atas vonis tersebut, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya (PH) mengapresiasi putusan tersebut. Ia menilai vonis tersebut sudah mencerminkan keadilan bagi kliennya.

Diketahui sebelumnya Tim JPU dari Kejaksaan Negeri Medan Chandra Priono Naibaho, dalam tuntutannya meminta supaya majelis hakim memvonis terdakwa onslag yakni melepaskan terdakwa David dari dakwaan. JPU sendiri menilai terdakwa David tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah didakwakannya.

Padahal sebelumnya Jaksa daam dakwaannya menuturkan David yang juga pengusaha minuman Vigour ini didakwakan Jaksa melakukan penggelapan harta warisan milyaran rupiah.

Dalam dakwaan Jaksa menjelaskan, bahwa terdakwa David merupakan anak dan ahli waris dari Almarhum Jong Tjin Boen.

Dimana Alm. Jong Tjin Boen memiliki 2 orang istri yakni Almarhumah Lim Lian Kau yang merupakan istri pertama yang memiliki 9 orang anak, yang mana terdakwa merupakan anak ke-7, dan istri kedua Alm bernama Almarhumah Choe Jie Jeng memiliki 3 orang anak.

"Bahwa sejak tanggal 30 Juni 2008 sampai tanggal 05 September 2008 Alm.Jong Tjing Boen berada di Singapura dalam rangka pengobatan. Pada 05 September 2008 Alm. Jong Tjin Boen meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura," kata Jaksa.

Dikatakan Jaksa, saat Alm. Jong Tjin Boen sedang menjalani pengobatan di Rumah Sakit, terdakwa mendatangi kantor Notaris Fujiyanto Ngariawan,(dilakukan penuntutan secara terpisah) untuk membuat Akta Perjanjian, dimana tujuan terdakwa membuat Akta Perjanjian Kesepakatan, agar terdakwa dan Lim Soen Liong Als Edy (dilakukan penuntutan secara terpisah) dapat menguasai seluruh harta Alm. Jong Tjin Bun.

"Yaitu sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak, milik Alm. Jong Tjin Boen yang disimpan di dalam brankas dirumah Alm di Jalan Juanda III No.30-C Medan tanpa sepengetahuan dari saksi korban dan ahli waris," kata Jaksa.

Selanjutnya, kata Jaksa terdakwa pun menyuruh Notaris Fujiyanto, membuat isi yang tercantum dari Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008, sesuai dengan apa yang dikonsep oleh terdakwa dan sekaligus menyerahkan fotocopi kartu identitas masing-masing pihak yang tercantum dalam Akta Perjanjian tersebut.

Selanjutnya, kata Jaksa lalu terdakwa dan Lim Soen Liong serta Notaris Fujiyanto sepakat menyatakan bahwa Akta Perjanjian Kesepakatan tersebut, telah dibuat pada Bulan Juni 2008 dirumah Alm. Jong Tjin Boen.

Yang mana pada waktu itu Alm. Jong Tjin Boen masih berada di Medan, agar seolah-olah Akta tersebut benar dibuat oleh Alm. Jong Tjin Boen pada masa ia masih hidup dan masih berada di Medan. Padahal di tanggal tersebut, Alm. Jong Tjin Boen sudah berada di Singapura untuk menjalani pengobatan

"Isi dari Akta Perjanjian Kesepakatan adalah tidak benar adanya, karena bukan dibuat oleh yang bersangkutan," kata Jaksa.

Lalu, September 2008 setelah Alm. Jong Tjin Boen meninggal, maka terdakwa dan Lim Soen Liong secara bergantian pernah meminta saksi korban dan Ahli Waris Alm. Jong Tjin Boen untuk membubuhkan tandatangan dan sidik ibu jari pada surat yang telah dipersiapkan.

"Sebahagian isinya diketahui oleh saksi korban adalah menyangkut pembagian deviden perusahaan, harta kepemilikan tanah dan harta bergerak dan harta tidak bergerak yang mana Sertifikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan disimpan dalam brankas milik Alm. Jong Tjin Boen," kata Jaksa.

Selanjutnya, Desember 2010 terdakwa meminta kunci brankas milik Alm. Jong Tjin Boen, kepada saksi Mimiyanti.

Setelah itu terdakwa dan Lim Soen Liong menguasai harta dan mengambil alih kekuasan untuk membagi deviden usaha Vigour kepada seluruh ahli waris Alm. Jong Tjin Boen dan menjual harta peninggalan Alm. Jong Tjing Boen secara sepihak tanpa adanya persetujuan atau ijin dari saksi korban maupun ahli waris

"Isi dari Akta Perjanjian tersebut, menjadikan terdakwa sebagai pengendali atau yang dipercayakan untuk menyimpan maupun untuk melakukan jual beli, dari bagian harta peninggalan milik Alm. Jong Tjin Boen," beber Jaksa.

Dikatakan Jaksa, pada saat Akta Perjanjian tersebut dibuat, saksi korban dan Alm. Jong Tjin Boen serta ahli Waris
tidak pernah menerima salinan sehingga saksi korban tidak pernah mengetahui apa isi dari Akta Perjanjian Kesepakatan tersebut.

Akibat perbuatan terdakwa yang dilakukan bersama Lim Soen Liong dan Notaris Fujiyanto menjadikan saksi korban dan ahli waris Alm. Jong Tjin Boen mengalami kerugian, karena saksi korban dan ahli waris tidak dapat menerima hak-hak yang seharusnya diterima.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1)Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," pungkasnya.

(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved