Rusia vs Ukraina
TERNYATA Ini yang Bikin Presiden Rusia Vladimir Putin Murka hingga Betul-betul Serang Ukraina
Presiden Putin melakukan serangan ke Ukraina setelah keputusannya mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk pada 21 Februari 2022
Namun, Deklarasi Kedaulatan Negara Ukraina pada 1990 telah memperjelas bahwa negara baru itu 'mematuhi 3 prinsip bebas nuklir, yakni tidak menerima, memproduksi, dan membeli senjata nuklir'.
Lalu pada 5 Desember 1994, Ukraina, Belarus dan Kazakhstan diberikan akses ke Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir di bawah Memorandum Budapest yang ditandatangani oleh Rusia, AS, dan Inggris pada konferensi OSCE di Hongaria.
Berdasarkan perjanjian tersebut, 3 republik pasca-Soviet menyerahkan persenjataan atom yang dikerahkan oleh Uni Soviet di wilayah masing-masing, dengan imbalan jaminan keamanan dari 3 kekuatan nuklir utama.
"Saya memulai konsultasi dalam rangka Memorandum Budapest. Jika itu tidak terjadi lagi atau hasilnya tidak menjamin keamanan bagi negara kami, Ukraina berhak untuk percaya bahwa Memorandum Budapest tidak berfungsi dan semua keputusan paket tahun 1994 diragukan," kata Zelenskyy.
Sementara itu, seorang analis hubungan internasional Iran dan pakar masalah nuklir, Hassan Beheshtipour mengatakan Zelenskyy seharusnya mempelajari isu-isu yang berkaitan dengan perjanjian non-proliferasi nuklir 1994 secara lebih baik.
Presiden Ukraina itu, kata dia, harus belajar mengapa negaranya menyerahkan senjata nuklir Soviet ke Rusia dan mengapa Kazakhstan serta Belarus melakukan hal yang sama setelah runtuhnya Uni Soviet.
"Banyak orang di dunia berpikir bahwa kepemilikan senjata nuklir dapat meningkatkan keamanan dan mencegah serangan dari luar. Namun kenyataannya, ini tidak terjadi," jelas Beheshtipour.
Jika Ukraina menggunakan senjata nuklir, negara itu akan berada dalam kondisi 'isolasi internasional' dan akan menghadapi ancaman keamanan yang meningkat.
"Ini akan terjadi, karena baik Amerika dan negara-negara Eropa akan secara kategoris menentang status nuklir Ukraina. Karena itu akan menimbulkan ancaman tidak hanya bagi Rusia, namun juga bagi Eropa," tegas Beheshtipour.
Menurut para analis, netralitas Ukraina dan status non-nuklir akan lebih baik dalam melayani kepentingan nasionalnya, dibandingkan upaya untuk memproduksi senjata nuklir.
Beheshtipour menyampaikan bahwa netralitas Finlandia membantunya mempertahankan hubungan kerja dengan Uni Soviet, AS, dan Eropa pada puncak Perang Dingin.
"Akibatnya, itu memperkuat posisinya sehingga konferensi pelucutan senjata yang paling penting diadakan pada 1975 di Helsinki," catat para analis.
Upaya Ukraina untuk membangun persenjataan nuklirnya sendiri dapat menyeret seluruh kawasan Eropa ke dalam 'dilema keamanan', khususnya bagi Rusia.
Seorang analis urusan luar negeri dan anggota Dewan Ilmiah Institut Hubungan Internasional Republik Islam Iran, Mani Mehrabi mengatakan bahwa hal itu akan memicu efek domino yang mendorong negara lain untuk membangun persenjataannya pula demi 'menjamin keamanan'. Akibatnya, potensi perlombaan senjata dapat sepenuhnya merusak keamanan kawasan.
Sosiolog dan Ilmuwan Politik Argentina, Atilio Borón menekankan bahwa Ukraina mengangkat masalah status nuklir untuk menabur kepanikan di Eropa.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Preside-Ukraina-dan-Presiden-Rusia.jpg)