Rusia vs Ukraina

TERNYATA Ini yang Bikin Presiden Rusia Vladimir Putin Murka hingga Betul-betul Serang Ukraina

Presiden Putin melakukan serangan ke Ukraina setelah keputusannya mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk pada 21 Februari 2022

Editor: AbdiTumanggor
ISTIMEWA/KOLASE TRIBUN MEDAN
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kiri). Kondisi Ukraina saat dibombardir Rusia (tengah). Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan). 

PENGAMAT Luar Negeri Ungkap Penyebab Utama Rusia Serang Ukraina, Singgung Soal Pernyataan Presiden Ukraina Zelenskyy yang Bikin Presiden Vladimir Putin Murka.

TRIBUN-MEDAN.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin betul-betul menyerang Ukraina dengan caranya sendiri. Putin mengumumkan operasi militer khusus terhadap Ukraina pada Kamis (24/2/2022) pagi waktu setempat.

Vladimir Putin mengungkap alasan mengapa Rusia melakukan serangan terhadap Ukraina

Putin melakukan serangan ke Ukraina setelah keputusannya mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk pada 21 Februari 2022 dan penandatanganan perjanjian kerja sama timbal balik antara Rusia dan dua wilayah yang memisahkan diri.

Putin menyampaikan, Rusia melancarkan invasi ke Donbas, Ukraina, karena ada permintaan bantuan. “Situasi mengharuskan kita untuk mengambil tindakan tegas dan segera."

"Republik rakyat Donbas beralih ke Rusia dengan permintaan bantuan," ujarnya dalam keterangan yang dirilis oleh kepresidenan Rusia, seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis.

“Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal 51 Bagian 7 Piagam PBB, dengan persetujuan Dewan Federasi Rusia dan sesuai dengan perjanjian persahabatan dan bantuan timbal balik yang diratifikasi oleh Duma pada 22 Februari dengan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk, saya memutuskan untuk meluncurkan operasi militer khusus," jelas Putin.

Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Direktur Badan Intelijen Luar Negeri Sergei Naryshkin.

Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Direktur Badan Intelijen Luar Negeri Sergei Naryshkin. (Alexey NIKOLSKY / Sputnik / AFP)

Selain itu, Putin mengklaim ingin melindungi warga Donbas yang menjadi sasaran pelecehan dan genosida oleh pemerintah Ukraina.

“Tujuannya adalah untuk melindungi orang-orang yang telah menjadi sasaran pelecehan dan genosida oleh rezim di Kyiv selama delapan tahun."

"Dan untuk ini kami akan mengejar demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina, serta mengadili mereka yang melakukan banyak kejahatan berdarah terhadap warga sipil, termasuk warga Federasi Rusia," terangnya.

Sebelumnya, Vladimir Putin mengatakan, Rusia telah mengakui klaim teritorial republik separatis yang dideklarasikan sendiri di wilayah Donbas di Ukraina timur.

Pada Selasa (22/2/2022), Putin menyampaikan, Moskow telah mengakui kemerdekaan wilayah separatis Ukraina dalam perbatasan administratif mereka, termasuk wilayah yang dikendalikan oleh Kyiv.

“Yah, kami mengenali mereka. Dan ini berarti kami mengakui semua dokumen fundamental mereka, termasuk konstitusi," kata Putin kepada wartawan, dilansir Al Jazeera.

“Dan konstitusi merinci perbatasan di wilayah Donetsk dan Luhansk pada saat mereka menjadi bagian dari Ukraina," lanjutnya.

KONDISI UKRAINA: Truk Artileri Rusia Berjejer Siap Siaga Melepas Rudal untuk Bombardir Ukraina.
Kondisi Ukraina saat dibombardiri Rusia (kiri dan atas). Truk Artileri Rusia Siap Siaga Melepas Rudal (ASEAN World 24)

40 Tentara Ukraina Tewas dan Puluhan Luka-luka

Diberitakan BBC, Putin telah meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina.

Militer Rusia menerobos perbatasan di sejumlah tempat, di utara, selatan dan timur, termasuk dari Belarus, sekutu lama Rusia. Lalu, ada laporan pertempuran di beberapa bagian timur Ukraina.

Seorang penasihat presiden Ukraina mengatakan, lebih dari 40 tentara tewas dan puluhan lainnya terluka.

Ukraina mengaku telah membunuh 50 tentara Rusia dan menembak jatuh enam pesawat Rusia, tetapi ini belum diverifikasi.

Diketahui, Presiden Rusia mengumumkan bahwa dia mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur.

Daerah-daerah yang memisahkan diri direbut oleh pemberontak yang didukung Rusia setelah Rusia menginvasi Krimea pada 2014.

Putin melancarkan serangan itu setelah protes jalanan massal di Ukraina yang menggulingkan Presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych.

Lebih dari 14.000 orang tewas di timur dalam konflik antara pemberontak dan pasukan Ukraina.

Senjata nuklir Ukraina
Senjata nuklir Ukraina (old.qha)

Pengamat: Terkait Nuklir dan Keinginan Ukraina Masuk NATO (Blok Barat)

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan dalam Konferensi Keamanan Munich (Muenchen) pada 19 Februari lalu bahwa negaranya bisa saja mempertimbangkan kembali status non-nuklir berdasarkan Memorandum Budapest 1994.

Lalu pesan apa yang dikirim ke Amerika Serikat (AS), Eropa, NATO dan Rusia dari pernyataan ini?

Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (24/2/2022), seorang Profesor di Institute of Foreign Service of the Nation (ISEN) dan mantan Profesor di Escuela Superior de Guerra Argentina, Alberto Hutschenreuter mengatakan bahwa kata-kata Presiden Ukraina itu sangat mengganggu.

Karena itu berarti keamanan akan bergantung pada pembangunan militer strategis, yang pasti terdengar sangat berbahaya bagi Rusia.

"Ini berarti nuklirisasi dilihat sebagai opsi dari sudut pandang keamanan nasional," kata Hutschenreuter.

Ini adalah pesan yang sangat berbahaya, pernyataan Zelenskyy terlihat tidak berkontribusi untuk mencapai kesepakatan dengan Rusia.

Bahkan, jelas Hutschenreuter, pernyataan Preside Zelenskyy itu juga tampak seperti peringatan bagi AS dan NATO untuk memaksa aliansi itu terus mengambil langkah-langkah dalam menerima Ukraina masuk ke dalam jajarannya.

Perlu diketahui, menyusul runtuhnya Uni Soviet, Ukraina memang menjadi rumah bagi cadangan nuklir terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Rusia.

Namun, Deklarasi Kedaulatan Negara Ukraina pada 1990 telah memperjelas bahwa negara baru itu 'mematuhi 3 prinsip bebas nuklir, yakni tidak menerima, memproduksi, dan membeli senjata nuklir'.

Lalu pada 5 Desember 1994, Ukraina, Belarus dan Kazakhstan diberikan akses ke Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir di bawah Memorandum Budapest yang ditandatangani oleh Rusia, AS, dan Inggris pada konferensi OSCE di Hongaria.

Berdasarkan perjanjian tersebut, 3 republik pasca-Soviet menyerahkan persenjataan atom yang dikerahkan oleh Uni Soviet di wilayah masing-masing, dengan imbalan jaminan keamanan dari 3 kekuatan nuklir utama.

"Saya memulai konsultasi dalam rangka Memorandum Budapest. Jika itu tidak terjadi lagi atau hasilnya tidak menjamin keamanan bagi negara kami, Ukraina berhak untuk percaya bahwa Memorandum Budapest tidak berfungsi dan semua keputusan paket tahun 1994 diragukan," kata Zelenskyy.

Presiden Ukraina Zelenskyy
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy

Sementara itu, seorang analis hubungan internasional Iran dan pakar masalah nuklir, Hassan Beheshtipour mengatakan Zelenskyy seharusnya mempelajari isu-isu yang berkaitan dengan perjanjian non-proliferasi nuklir 1994 secara lebih baik.

Presiden Ukraina itu, kata dia, harus belajar mengapa negaranya menyerahkan senjata nuklir Soviet ke Rusia dan mengapa Kazakhstan serta Belarus melakukan hal yang sama setelah runtuhnya Uni Soviet.

"Banyak orang di dunia berpikir bahwa kepemilikan senjata nuklir dapat meningkatkan keamanan dan mencegah serangan dari luar. Namun kenyataannya, ini tidak terjadi," jelas Beheshtipour.

Jika Ukraina menggunakan senjata nuklir, negara itu akan berada dalam kondisi 'isolasi internasional' dan akan menghadapi ancaman keamanan yang meningkat.

"Ini akan terjadi, karena baik Amerika dan negara-negara Eropa akan secara kategoris menentang status nuklir Ukraina. Karena itu akan menimbulkan ancaman tidak hanya bagi Rusia, namun juga bagi Eropa," tegas Beheshtipour.

Menurut para analis, netralitas Ukraina dan status non-nuklir akan lebih baik dalam melayani kepentingan nasionalnya, dibandingkan upaya untuk memproduksi senjata nuklir.

Beheshtipour menyampaikan bahwa netralitas Finlandia membantunya mempertahankan hubungan kerja dengan Uni Soviet, AS, dan Eropa pada puncak Perang Dingin.

"Akibatnya, itu memperkuat posisinya sehingga konferensi pelucutan senjata yang paling penting diadakan pada 1975 di Helsinki," catat para analis.

Upaya Ukraina untuk membangun persenjataan nuklirnya sendiri dapat menyeret seluruh kawasan Eropa ke dalam 'dilema keamanan', khususnya bagi Rusia.

Seorang analis urusan luar negeri dan anggota Dewan Ilmiah Institut Hubungan Internasional Republik Islam Iran, Mani Mehrabi mengatakan bahwa hal itu akan memicu efek domino yang mendorong negara lain untuk membangun persenjataannya pula demi 'menjamin keamanan'. Akibatnya, potensi perlombaan senjata dapat sepenuhnya merusak keamanan kawasan.

Sosiolog dan Ilmuwan Politik Argentina, Atilio Borón menekankan bahwa Ukraina mengangkat masalah status nuklir untuk menabur kepanikan di Eropa.

"Namun baik Rusia maupun negara-negara Eropa lainnya, atau AS tidak akan membuat hal itu menjadi mudah. Selain itu, mereka akan memveto inisiatif Ukraina. Oleh karena itu, tidak ada pembicaraan tentang 'pemerasan berkedok nuklir'," tegas Borón.

Namun menariknya, Rusia bagaimanapun juga telah menanggapi pernyataan Zelenskyy dengan sangat serius.

Karena pada 22 Februari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa penyebaran senjata nuklir taktis di Ukraina merupakan ancaman strategis bagi negaranya.

Putin pun punya cara tersediri untuk menginvansi Ukraina, dengan mengakui kemerdekaan pemberontak di Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur.

Rusia tidak meragukan bahwa Ukraina mampu mengabulkan ancaman Zelenskyy, karena negara itu mewarisi keahlian nuklir yang cukup besar dari Uni Soviet.

"Sejak masa Soviet, Ukraina memiliki kompetensi nuklir yang cukup luas. Ada beberapa unit nuklir di negara itu dan industri nuklir berkembang cukup luas dan baik, ada sekolah di sana. Ukraina memiliki segalanya untuk menyelesaikan masalah ini dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dibandingkan negara-negara yang berusaha mencapai tujuan ini dari awal," kata Putin.

Target Menangkap Presiden Zelenskyy

Bahkan kabar terkini, Rusia diyakini menjadikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai target untuk ditangkap setelah melakukan serangan ke negara itu.

Dilansir KOMPAS.TV, hal tersebut diungkapkan oleh mantan Komandan NATO dan pensiunan Laksamana Angkatan Laut Amerika Serikat (AS), James Stavridis.

Stavridis menegaskan dalam acara NBC, Today Show, Kamis (24/2/2022), bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjadikan Zelensky sebagai targetnya.

“Saya pikir mereka akan mengunjungi Kiev dengan kekuatan penuh, mencoba menangkap Zelensky,” tutur Stavridis dikutip dari Yahoo News.

Stavridis mengatakan AS harus menolong Zelensky, mencari cara agar ia memiliki pemerintahan di pengasingan, membantu mempersenjatai kelompok perlawanan Ukraina.

“Banyak tugas di depan kami yang harus segera dilakukan,” tambahnya.

Pria yang sempat menjabat Komandan Aliansi Tertinggi NATO itu mengatakan bahwa serangan Rusia ke Ukraina akan meluas, dengan strategi militer yang ia sebut sebagai “Sekolah Perang Militer 101”.

“Dimulai dari serangan untuk menghancurkan pertahanan udara, mengambil alih komando dan kontrol didukung dengan serangan siber, maju dengan pasukan kejutan, menggerakkan pasukan tank ke semua tempat,” katanya.

“Itu semua telah dibangun berbulan-bulan, dan tak ada misteri di sana,” lanjut Stavridis.

(*/tribun-medan.com/ tribunnews.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved