Pahlawan Nasional

Sabam Sirait Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Pernah Bujuk Megawati Dukung Jokowi Jadi Capres

Sabam Sirait kembali mendapatkan dukungan agar dapat diangkat menjadi pahlawan nasional.

Ist
Megawati menghadiri peluncuran buku Sabam Sirait beberapa waktu lalu. 

TRIBUN-MEDAN.com – Sabam Sirait kembali mendapatkan dukungan agar dapat diangkat menjadi pahlawan nasional.

Kali ini dukungan tersebut datang dari Ketua DPP PDI Perjuangan, Hamka Haq.

Hamka mengatakan jika memenuhi syarat, dirinya sangat mendukung dengan usulan pengangkatan Sabam Sirait menjadi pahlawan nasional. Terlebih, Sabam merupakan kader dari PDI Perjuangan.

"Ya, saya setuju Pak Sabam jadi pahlawan nasional. Apalagi kan saya sesama kader PDIP, saya setuju," ujar Hamka, Jumat (4/3/2022).

Hamka mengaku sudah mengenal Sabam Sirait yang merupakan politikus yang sudah berpolitik bersama tujuh Presiden itu sejak tahun 2005.

Hamka menilai, sosok Sabam yang secara pribadi baik dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi.

"Secara pribadi saya melihat bagus karena orangnya toleran tidak ekstrem-ekstrem, menerima seluruh apa yang berbeda dengannya tetap diterima," jelasnya.

Lebih lanjut, Ketua Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu berharap agar Sabam Sirait memenuhi syarat untuk ditokohkan menjadi pahlawan nasional sesuai yang ditetapkan perundang-undangan.

"Mudah-mudahan saja memenuhi syarat, saya sangat setuju untuk mendukung beliau menjadi pahlawan nasional," tandasnya.

Sabam Sirait dikenal sebagai politikus lintas zaman bersama tujuh Presiden sejak Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo.

Politikus yang meninggal dunia pada 29 September 2021 itu dikenal juga sebagai guru bagi politisi lintas partai.

Sabam adalah anggota DPD RI periode 2018-2019 dari Provinsi DKI Jakarta.

Pada Pemilu 2019, Ia kembali mencalonkan diri di daerah pemilihan yang sama, kemudian menang dengan perolehan suara terbanyak kedua 626.618 suara.

Sabam Sirait memulai karier politiknya ketika masih kuliah di Fakultas Hukum UI (1958).

Anak pertama dari tiga bersaudara ini aktif sebagai ketua cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jakarta.

Sabam pernah menjabat Sekjen DPP Parkindo (1967–1973), Deklarator Partai Demokrasi Indonesia (PDI) saat Fusi 10 Partai Politik (10 Januari 1973), Sekjen Koordinator DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) (1973–1976), Sekretaris Jendral DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) (1976–1986), Anggota Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan.

Sebelum terjun ke dunia politik, Sabam Sirait pernah bekerja kantoran sebagai pegawai administrasi di SMA PSKD di Jakarta (1957–1958), dan pegawai Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Jakarta (1958–1960).

Di Senayan, Sabam menjadi annggota DPR GR / MPRS (1967–1971), Wakil Ketua Badan Pekerja DPR GR / MPRS (1971–1973), Anggota DPR RI Fraksi PDI (1973–1977), Anggota DPR RI Fraksi PDI (1977–1982), Angota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) (1983–1988), Angota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) (1988–1992), Anggota DPR RI Fraksi PDI (Wakil Ketua Komisi I DPR RI) (1992–1997), Anggota DPR RI Fraksi PDIP (1999–2004). Sabam kemudian menjadi anggota DPD RI dari Jakarta selama dua periode, yaitu 2014-2019 dan 2019-2024.

Ia tutup usia pada 29 September 2021.

Minta Megawati Dukung Jokowi

Megawati Soekarno Putri dikabarkan sempat tidak rela PDI Perjuangan mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden pada Pilpres tahun 2014.

Informasi ini disampaikan Prof Salim Said saat menjadi narasumber acara bincang-bincang di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored yang disiarkan, Selasa (25/1/2022).

Salim Said dan Akbar Faizal menyampaikan penilaiannya tentang presiden-presiden yang pernah memimpin Indonesia, termasuk Jokowi.

Menurut pengamat politik itu, Jokowi berutang kepada para oligarki, yang mendukungnya menjadi presiden.

Salah satu “pemberi utang” itu adalah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Megawati, yang menurut Salim Said kurang piawai berpolitik karena tidak mampu menjadi presiden dua periode, tidak ikhlas partainya mengusung mantan Gubernur Jakarta Joko Widodo menjadi calon presiden pada Pilpres 2014.

“Jelas Megawati tidak ikhlas mendukung Jokowi. Tapi waktu itu hasil survei menunjukkan kalau Mega berhadapan dengan Prabowo, maka dia akan kalah,” katanya.

Menurut kisah yang disampaikan politikus senior Sabam Sirait kepadanya, para tetua PDI Perjuangan pun meminta kepada Megawati untuk mengalah dan memberi restu kepada Jokowi.

“Orangnya (Sabam Sirait) terbuka sekali, kami tukar menukar informasi. Dia bilang kepada saya bahwa dia bilang ke Mega, “Sudahlah Mega kau tidak terpilih lagi. Kau dukunglah Jokowi itu.”

Baca juga: Dorce Terima Bantuan Rp 350 Juta dari Jokowi dan Megawati, Tapi Uangnya Masih Kurang

Baca juga: Dahlan Iskan Cerita Soal Anggota DPR Minta Uang THR Jutaan Dollar AS, Oknumnya Sudah Meninggal!

Menurut Salim, dengan enggan akhirnya Mega menerima saran dari para tetua PDI Perjuangan dan menjatuhkan dukungan kepada Jokowi.

“Tapi dia (Megawati) enggak pernah ikhlas. Lihat saja ucapan-ucapannya (kepada Jokowi). ‘Si kurus itu’. Itu statement politik. Ingat pada satu jaman, para anggota DPR mengeroyok Jokowi. Dan megawati tidak membela Jokowi. Dia tidak ikhlas menerima Jokowi,” ujar Salim.

Alasan Megawati

Saat kampanye terbuka di Bali pada tahun 2014, Megawati Soekarnoputri membuka rahasia mengapa memberikan mandat calon presiden kepada Joko Widodo atau Jokowi.

"Kenapa saya memilih Jokowi untuk diberikan mandat sebagai calon presiden. Karena Jokowi tidak hanya populer, tapi dia bekerja, tulus, memiliki komitmen, dan kepribadiannya sederhana," kata Megawati dalam orasinya pada kampanye terbuka di Lapangan Kopral I Wayan Surem di Kabupaten Badung, Bali.

Megawati menjelaskan dirinya sudah mengamati Jokowi dan gaya kepemimpinannya sejak masih menjadi Wali kota Solo dan kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Menurutnya, Jokowi adalah pekerja keras yang tulus membangun masyarakat dan daerahnya. Jokowi, kata Megawati, juga berkepribadian sederhana dan perilakunya apa adanya.

"Dengan kondisinya, Jokowi menjadi populer di berbagai daerah di Indonesia. Kalau kemudian Jokowi populer, bukan karena pencitraan untuk mencari popularitas, tapi memang sudah karakter dan kepribadiannya seperti itu," kata Megawati. (ton/tribun-medan.com)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved