Berita Sumut
Isu Edy-Ijeck Pecah Kongsi Semakin Nyata, Pengamat Politik Sebut Tak Hanya Fenomena di Sumut
Gubernur Sumut secara terang-terangan menyebutkan dirinya bersaing dengan Golkar saat meminta dukungan pada PKS
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Gubernur Sumut Edy Rahmayadi secara terang-terangan menyebutkan dirinya bersaing dengan Golkar saat meminta dukungan pada PKS dalam pembukaan Rakerwil PKS di Hotel Le Polonia Medan, Jumat (4/3/2022) malam.
Dalam kesempatan itu Edy menyebut dirinya membutuhkan dukungan PKS jika diberi kesempatan menjadi Gubernur Sumut kembali pada kontestasi Pilkada 2024 mendatang.
Pernyataan bersaing dengan Golkar pun disampaikan blak-blakan di depan Wakil Gubernur Sumatera Utara sekaligus Ketua DPD Golkar Sumut, Musa Rajekshah (Ijeck).
"Pastinya saya kepingin didoakan, jangan lupa pak Musa didoakan juga walaupun dia sekarang sudah Golkar. Saya yakin bersaing sama Golkar. Bohong kalau tidak, pura-pura saja itu," ujar Edy.
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan isu pecah kongsi (pekong) itu sejatinya tidak disebabkan karena keinginan Edy-Ijeck yang sama-sama ingin menjadi Gubernur pada Pilkada 2024.
Artinya, kata dia, bukan semata karena kuatnya keinginan Edy Rahmayadi maju kembali untuk periode kedua yang bertabrakan dengan hasrat Musa Rajekshah yang juga ingin maju sebagai cagubsu pada pilgub 2024 mendatang.
Juga bukan karena faktanya kini Ijeck sudah menjadi Ketua sebuah partai besar.
"Sejatinya bukan itu. Karena, dalam pandangan saya, semua tindakan anomali yang mengemuka, yang mengindikasikan pekong, dan menjadi konsumsi publik, itu hanyalah instrumental belaka yang menunjukkan bahwa rivalitas di antara mereka berdua sudah tak lagi terhindari karena prinsip-prinsip dasar tak lagi disepakati," kata Shohibul dalam keterangan tertulisnya menjawab tribun-medan.com, Sabtu (5/3/2022).
Menurut Shohibul, prinsip dasar yang tidak lagi disepakati itu adalah soal aktualisasi otoritas yang sebetulnya sudah diatur rinci oleh Undang-Undang.
Hal ini termasuk apa tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah.
"Wakil itu, dalam sistem demokrasi yang dikenal, tak ubahnya ban serap," tuturnya.
Namun, Dosen Sosiologi Politik FISIP UMSU inipun mengaku bahwa dalam praktiknya, UU yang mengatur hal tersebut tak selalu berjalan sebagaimana mestinya atau yang ia sebut "tak selalu langgeng".
"Kalau begitu ini bukan fenomena khas Sumatera Utara. Sejak dini hal ini sudah dinyatakan sebagai salah satu titik lemah model demokrasi lokal kita," ucapnya.
Menurut Shohibul, kelemahan model demokrasi ini sebenarnya sudah coba diperbaiki.
Pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pascapilkada pertama, dijanjikan kajian untuk mencari model terbaik.