Kasus Kerangkeng Manusia
Ketua DPRD Langkat Adik Kandung Terbit Rencana Peranginangin Ikut 'Dibidik' Polda Sumut
Ketua DPRD Langkat Sribana Peranginangin ikut dibidik Polda Sumut terkait kasus kerangkeng manusia milik Terbit Rencana Peranginangin
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Ketua DPRD Langkat, Sribana Peranginangin, adik kandung Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin ikut 'dibidik Polda Sumut sekaitan kasus dugaan penyiksaan di kerangkeng manusia milik sang kakak.
Dalam kasus ini, Sribana Peranginangin diketahui sebagai pengelola kerangkeng manusia milik sang kakak.
Ketika kasus ini mulai diusut, Polda Sumut sudah dua kali memanggil dan memintai keterangan Sribana Peranginangin.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja, dari hasil penyelidikan sementara, pihaknya menemukan sejumlah dokumen perjanjian antara warga dengan pengelola kerangkeng manusia.
Di dalam surat perjanjian itu, ada tertera nama Sribana Peranginangin.
"Namun kami tidak menemukan bahwa yang bersangkutan menyetujui atau tidak menyetujui menandatangani surat tersebut," kata Tatan Dirsan Atmaja, Sabtu (26/3/2022) kemarin.
Kendati demikian, Sribana Peranginangin dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab atas pengelolaan kerangkeng manusia ilegal itu.
Menurut pihak BNNK Langkat beberapa waktu lalu, pihaknya sudah meminta agar kerangkeng manusia itu diusur izinnya.
Namun sampai kasus dugaan penyiksaan dan perbudakan modern terungkap, baik Terbit Rencana Peranginangin atau Sribana Peranginangin, sama sekali tidak pernah melanjutkan pengurusan izin kerangkeng manusia berkedok rehabilitasi itu.
Berkenaan dengan Sribana Peranginangin, Polda Sumut mengaku akan kembali memanggil yang bersangkutan dalam pekan ini.
Tersangka Dibiarkan Berkeliaran
Dewa Peranginangin, anak Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin tidak ditahan polisi, meski disebut ikut menyiksa atau menganiaya tahanan di kerangkeng manusia.
Padahal, satu dari sejumlah tahanan bernama Surianto Ginting yang disiksa bertubi-tubi meninggal dunia.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja, alasan polisi tidak menahan dan memenjarakan Dewa Peranginangin bersama tujuh tersangka lainnya karena kooperatif.
"Penyidik mempertimbangkan untuk tidak melakukan penahanan. Alasannya, yang pertama pada saat pemanggilan, kedelapan tersangka bersama penasihat hukumnya mereka kooperatif," kata Tatan Dirsan Atmaja, Sabtu (26/3/2022).
Kemudian, lanjut Tatan, ketika kedelapan pelaku penyiksa tahanan ini dijadikan tersangka, mereka hadir didampingi kuasa hukumnya pada pemeriksaan 25 Maret lalu.
Atas dasar itu, polisi cuma membebani para penyiksa ini dengan wajib lapor.
"Wajib lapor seminggu sekali ke Polda Sumut," kata mantan Wakapolrestabes Medan itu.
Berkenaan dengan Dewa Peranginangin, Tatan mengakui bahwa Ketua Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila (Satma PP) Langkat itu memang ada menganiaya tahanan.
Namun, Tatan mengatakan Dewa Peranginangin menganiaya tahanan dengan tangan.
Keterangan ini berbanding jauh dengan hasil investigasi yang disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Disebutkan korban selamat bahwa, Dewa Peranginangin ada menyiksa menggunakan selang plastik, menyundut tubuh dengan api rokok, memakai batu untuk memukul, bahkan menggunakan martil hingga jari tahanan ada yang lepas.
"Sampai saat ini (Dewa Peranginangin menganiaya tahanan) menggunakan tangan. Namun, kami tetap menggali informasi terkait dengan fakta-fakta yang ada," ucapnya.
Polda Sumut Menghina Akal Sehat Publik
Direktur Pusat Studi Permbaharuan Hukum dan Peradilan (PUSHPA) Sumut, Muslim Muis menilai bahwa Polda Sumut tebang pilih dalam menegakkan hukum.
Hal itu disampaikan mantan Wakil Direktur LBH Medan ini ketika dimintai pandangannya soal dibiarkannya delapan tersangka kasus kerangkeng manusia oleh Polda Sumut tanpa penahanan.
"Tindakan itu menandakan polisi tidak konsisten. Coba tukang becak yang jadi tersangka seperti itu, kalau kooperatif kenapa ditahan," kata Muslim kepada Tribun-medan.com, Sabtu (26/3/2022).
Dia mengatakan, Polda Sumut menghina akal sehat publik.
Sebab, Polda Sumut inkonsisten dalam menindaklanjuti fakta - fakta yang ada.
Muslim menyebutkan alasan kooperatif tersebut juga terlalu sumir.
Sebab, dalam hukum, tidak ditahannya tersangka itu tentu harus memenuhi beberapa unsur.
Di antaranya, tidak melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana, serta lainnya.
Persoalannya, kata Muslim, para tersangka tersebut sangat berpotensi mengulangi tindak pidana dan melarikan diri.
Terkhusus dapat diamati melalui latar belakang kasus ini yang melibatkan pejabat.
"Artinya berpotensinya itu yang penting. Orang itu kan punya uang, potensinya melarikan diri itu sangat mungkin sekali," ucapnya.
Dia menganggap ada unsur pembiaran oleh Polda Sumut dari keputusan para tersangka yang cuma dikenakan wajib lapor.
Oleh karena itu, ia menegaskan seharusnya Polda Sumut menahan para tersangka.
"Kasus ini sudah menjadi perhatian dunia. Masa polisi berani seperti itu. Berarti ada apa di balik ini semua. Jadi kita minta Kapolda Sumut menangkap seluruh para tersangka," tutupnya.
Oknum Polisi Diduga Terlibat
Dalam kasus kerangkeng manusia ini, ada lima oknum polisi yang diduga terlibat.
Mereka yang diduga terlibat diantaranya AKP HS berstatus sebagai saudara ipar Terbit Rencana Peranginangin.
Aiptu RS dan Bripka NS sebagai ajudan.
Briptu YS sebagai penjemput penghuni kerangkeng yang kabur.
Bripda ES berperan sebagai penjemput penghuni kerangkeng dan melakukan penganiayaan.
Sayangnya, tidak ada lagi kabar lebih lanjut terhadap kelima anggota Polri ini.
Apakah mereka sudah diberikan sanksi atau tidak, sejauh ini belum ada penjelasan dari Polda Sumut.(tribun-medan.com)