Breaking News

Ramadhan 1443 Hijriyah

HUKUM Berhubungan Suami Istri di Bulan Ramadhan, Hati-hati Ancaman Kafarat Jima

makan dan minum saja, tetapi juga harus menahan segala hal yang mengakibatkan berkurangnya pahala puasa

Editor: Dedy Kurniawan
freepik.com
Berhubungan Intim/ ilustrasi 

TRIBUN-MEDAN.com - Puasa bukan hanya soal menahan makan dan minum saja, tetapi juga harus menahan segala hal yang mengakibatkan berkurangnya pahala puasa.

Setiap orang yang berpuasa di bulan Ramadhan diharuskan untuk menahan hawa nafsu yang bisa membatalkan puasa.

Selain menahan lapar dan minum, ada hal lain yang juga mesti dihindari agar nilai pahala saat puasa tidak berkurang, seperti bergunjing, marah hingga melihat lawan jenis dengan hawa nafsu.

Dengan menghindari hal-hal tersebut, puasa yang dilakukan diharapkan nilai pahalanya bisa tetap terjaga.

Baca juga: Niat dan Tata Cara Sholat Tarawih hingga Sholat Witir, Lengkap Bacaan Doa Kamilin

Baca juga: Penumpang Histeris saat Pesawat Boeing 737 800 Malaysia Airlines Jatuh dari Ketinggian 31 Ribu Kaki


Lantas, bagaimana jika di suatu waktu orang tersebut lupa dengan puasanya hingga tak dapat menahan hawa nafsu, lalu melakukan berhubungan badan dengan suami atau istri?

Bagaimana hukumnya melakukan hubungan badan saat Bulan Ramadhan?

Baca juga: NIAT SHOLAT TARAWIH Berjamaah atau Sendiri, Lengkap Arab Latin dan Artinya

Boleh Dilakukan Malam Hari

Bersetubuh atau berhubungan badan suami istri merupakan suatu kebolehan, meski itu dilakukan di bulan Ramadhan sekalipun.

Namun waktu melakukan hubungan badan itu harus dilakukan pada malam hari.

Karena jika dilakukan saat siang hari, terlebih saat berpuasa, maka hal itu bisa membatalkan puasa.

Hal itu seperti disebutkan secara jelas di dalam Al Quran, Surat Al Baqarah ayat 187:

"Diperbolehkan bagi kalian pada malam hari (di bulan Ramadan) bercampur dengan istri-istri kalian."

Dijelaskan dalam Buku Pintar Panduan Lengkap Ibadah Muslimah karya Ustaz M. Syukron Maksum, bahwa melakukan hubungan badan suami-istri atau bersetubuh saat puasa di siang hari merupakan hal yang bisa membatalkan puasa.

Saking terlarangnya, jika melakukan hubungan badan di siang hari saat puasa, maka bisa mendapatkan hukuman berupa denda atau kafarat.

Hukuman atau denda tersebut dalam istilah Islam disebut dengan kafarat jima'.

Baca juga: Sejarah Agung Nuzulul Quran, Proses Turunnya Al Quran ke Alam Semesta pada 17 Ramadhan

Baca juga: TARGET Rusia, Finlandia akan Bernasib Seperti Ukraina, Sangat Mengerikan Bagi Seluruh Rakyatnya

Baca juga: Sedang Jalani Puasa, Aurel Marah Besar ke Atta Halilintar, Ayah Ameena Bak Bocah Kepergok

Hukuman Jika Melakukan saat Siang Hari

Kafarat Jima' merupakan denda yang dikenakan kepada orang-orang yang membatalkan puasa karena melakukan hubungan suami-istri di siang hari pada saat puasa ramadan, atau jima'.

Dai dari IKADI Jawa Tengah, Wahid Ahmadi dalam program Tanya Ustaz Tribunnews menerangkan, kafarat berbeda dengan fidyah, di mana fidyah merupakan mengganti puasa bagi orang tua yang tidak kuat puasa.

Ada beberapa tingkatan jenis kafarat yang disesuaikan dengan kemampuan orang yang akan menjalankan kafarat itu sendiri.

Pertama, dengan cara memerdekakan budak. Kedua, berpuasa 2 bulan berturut-turut. Ketiga, memberi makan 60 orang miskin.

Dalil wajib membayar kafarat bagi orang yang melakukan jima‘ di bulan Ramadan adalah hadis yang berbunyi:

عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: ( جاء رجل الى النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال: هلكت يا رسول الله ، قال: وما أهلكك؟ قال: وقعت على امرأتي في رمضان. قال: هل تجد ما تعتق؟ قال: لا. فقال: هل تستطيع أن تصوم شهرين متتابعين ، قال: لا، قال: فهل تجد ما تطعم ستين مسكيناً؟ قال: لا ، قال: ثم جلس فأتى النبي بعرق فيه تمر، فقال: تصدق بهذا، قال: على أفقر منا فما بين لابيتها أهل بيت أحوج إليه منا، فضحك النبي - صلى الله عليه وسلم - حتى بدت أنيابه، ثم قال: اذهب فأطعمه أهلك)

Artinya: Abu Hurairah RA berkata, ”Di saat kami duduk-duduk bersama Rasulullah SAW datang seoang laki-laki kepada Nabi SAW dan berkata, ‘Aku telah binasa wahai Rasulullah! Nabi menjawab, apa yang mencelakakanmu? Orang itu berkata, aku menyetubuhi isteriku di bulan Ramadan.’ Nabi bertanya, adakah kamu memiliki sesuatu untuk memerdekakan budak? Orang itu menjawab, tidak. Nabi bertanya lagi, sanggupkah kamu berpuasa dua bulan terus-menerus? Orang itu menjawab, tidak. Nabi bertanya, apakah kamu memiliki sesuatu untuk memberikan makan enam puluh orang miskin? Orang itu menjawab, tidak. Kemudian Nabi terdiam beberapa saat hingga didatangkan kepada Nabi sekeranjang berisi kurma dan berkata, sedekahkanlah ini. Orang itu berkata, adakah orang yang lebih miskin dari kami? Maka tidak ada tempat di antara dua batu hitam penghuni rumah yang lebih miskin dari kami? Dan Nabi pun tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya kemudian berkata, “Pergilah dan berikanlah kepada keluargamu."
Perkara batalnya puasa karena berhubungan suami istri ini berbeda dengan batalnya puasa yang disebabkan makan atau minum karena lupa.

Tidak mungkin seseorang melakukannya karena lupa, dikarenakan pekerjaan tersebut dilakukan dengan melibatkan dua orang yaitu suami dan istri.

Tentu apabila salah seorang lupa maka seorang lagi bisa mengingatkannya.


(*/Tribun-Medan.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved