Ramadhan 1443 Hijriyah

Hukum Puasa Bagi Seorang Musafir, Ustaz Adi Hidayat Jelaskan Perjalanan yang Menyulitkan

menjalankan puasa wajib satu bulan. Ustadz Adi Hidayat menjabarkan hukum puasa bagi musafir.

Editor: Dedy Kurniawan
Ist
Uztadz Adi Hidayat 25 

TRIBUN-MEDAN.com - Kini berada di bulan Ramadhan 2022, umat muslim diperintahkan menjalankan puasa wajib satu bulan. Ustadz Adi Hidayat menjabarkan hukum puasa bagi musafir.

Musafir adalah orang yang melakukan perjalanan dalam jarak jauh. Pada golongan orang-orang yang boleh tak berpuasa, musafir termasuk di dalamnya.

Terdapat hukum sendiri bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan atau musafir.

Lalu bagaimana hukumnya puasa bagi musafir?

Baca juga: Amalan Sunnah di Jumat Pertama Ramadhan, Ustaz Adi Hidayat Jelaskan Keistimewaannya

Baca juga: Terungkap Alasan Aufar dan Olla Ramlan Ciuman Saat Sidang Perceraian, Singgung Jejak Digital

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan dalam bahasa Arab ada dua jenis perjalanan safar dan zihab.

"Orang-orang yang melakukan perjalanan jauh dan jaraknya lebih dari 80 km bisa disebut sebagai safar. Sedangkan zihab relatif dekat tidak melampaui 80 km," jelas Ustadz Adi Hidayat dikutip dari kanal youtube DUNIA ISLAM.

Safar disini bisa diartikan sebagai perjalanan yang menyulitkan dan bahkan bisa merubah zona waktu.

Oleh karena itu, orang-orang yang dalam keadaan safar atau melakukan perjalanan bisa membatalkan puasanya karena dalam keadaan sulit. Sulit bisa karena medannya, jaraknya, atau keadaannya.

Bahkan ada kondisi safar tertentu yang mutlak mengharuskan kita untuk berbuka. Bahkan kata beberapa ulama, hukum berbukanya sama wajibnya dengan hukum puasa di hari-hari Ramadhan biasa.

Baca juga: Celine Evangelista Benar-benar Kepincut Pesona Ariel NOAH, Janda Stefan Beri Kode Mesra

Baca juga: Awal Ramadan Anisa Sudah Membaca Al-Quran Sebanyak 5 Juz Meski Alami Keterbatasan Fisik


Jadi Ustadz Adi Hidayat menjelaskan lebih lanjut kalau anda dalam kondisi safar tertentu akan berdosa jika tidak berbuka puasa.

Kejadian ini pernah terjadi di masa Nabi SAW. Ada seorang yang tiba-tiba istirahat di bawah pohon dengan kondisi yang sangat lemas.

Kebetulan waktu itu, Nabi juga sedang diperjalanan Safar. Nabi yang melihat itu kemudian bertanya “Kamu kenapa?”. Mereka menjawab “Saya sedang puasa ya Rasulullah”. Kata Rasulullah kembali “Tidak bagus anda memaksakan puasa dalam Safar dalam kondisi yang seperti ini”.

Kemudian Nabi SAW meminta kepada mereka untuk berbuka puasa. Maka dari itu, jika seseorang yang sedang Safar sampai harus dalam keadaan yang lemas dan tidak mempunyai tenaga hukum berbukanya lebih wajib daripada hukum puasanya.

Selain itu, jika seseorang dalam keadaan Safar sampai merubah zona waktu yang sangat luar biasa juga bisa menyebabkan hukum berbukanya lebih wajib daripada hukum berpuasanya.

Namun akan berbeda dengan seseorang yang Safar namun mengendarai pesawat, karena terkadang jika naik pesawat tidak akan merubah zona waktu dan juga tidak dalam kesulitan. Maka itu tidak termasuk rukhsah untuk tidak berpuasa.

Baca juga: Keutamaan Sholat Tarawih Malam Keenam dan Ketujuh, Lengkap Bacaan Niat dan Doa Kamilin

Cara Mengganti Puasa yang Ditinggalkan

Konsekuensi dari batalnya puasa dan cara mengganti puasa yang tertinggal, Ustadz Adi Hidayat menerangkan bisa diganti di hari lain atau qadha.

Artinya bagi musafir diwajibkan mengqadha puasa di luar bulan Ramadhan.

Selanjutnya, dengan cara membayar fidyah yakni tidak puasa namun diganti dengan kadar makanan yang dicukupkan bagi seseorang.

Untuk kaum hawa yang mengandung dan menyusui tidak diwajibkan membayar fidyah namun lebih utama mengqadha puasa di hari lain.

Bagi kelompok orang yang sudah sepuh ataupun memiliki penyakit tertentu yang divonis medis yang tidak bisa puasa, maka tidak berlaku qadha dan membayar fidyah.

Cara membayar fidyah adalah disesuaikan dengan kadar makan dalam sehari. Umumnya makan seseorang tiga kali sekali.

"Keluarkan kadar makan dalam sehari, disesuaikan dengan kemampuan, satu orang bisa berbeda dengan lainnya," terangnya.

Pembayaran fidyah dilakukan untuk satu orang miskin, namun itu batas minimal, jikalau ingin membayar lebih dari satu juga diperbolehkan.

Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara.

Baca juga: Marshel Widianto Blak-blakan Alasan Beli 76 Konten Syur Dea OnlyFans, Singgung Soal Kesulitan


Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadan.

Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa).

Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.

Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin.

Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari.

"Bagi yang punya kemampuan lebih yang merupakan titipan Allah makan akan lebih baik fidyah tidak hanya pada satu orang saja, mungkin surga Anda ada disitu," pungkasnya.

(*/Tribun-Medan.com)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved