Rusia vs Ukraina
Vladimir Putin Mendadak Ganti Komandan Militernya di Ukraina, Target Meraih Kemenangan 9 Mei 2022
Presiden Vladimir Putin telah mengganti komando militernya terkait invasi ke Ukraina.
Rusia mengganti komando militernya.
TRIBUN-MEDAN.COM - Presiden Vladimir Putin telah mengganti komando militernya terkait invasi ke Ukraina.
Hal itu karena sulitnya meraih kemenangan.
Kini Putin mengangkat Jenderal Alexander Dvornikov sebagai pemimpin militer.
Dilaporkan BBC, Jenderal Alexander Dvornikov, memiliki pengalaman di Suriah.
Ia akan memimpin tentara di tengah keinginan Kremlin untuk mencapai "kemenangan" sebelum 9 Mei 2022.
Tanggal 9 Mei merupakan perayaan negara itu atas kemenangan dalam Perang Dunia II.
Kehilangan banyak tentara
Rusia mengakui mengalami kehilangan tentara yang cukup signifikan di tengah invasi yang memasuki hari ke-44 dengan gempuran berlanjut di Ukraina timur.
Juru bicara presiden Dmitry Peskov mengatakan kepada saluran TV Inggris, Sky News, jumlah korban itu "merupakan tragedi besar bagi kami."
Ia mengatakan Moskow akan mencapai tujuan perang "dalam beberapa hari mendatang."
Di kota Kramatorsk di Ukraina timur, pemerintah Ukraina mengatakan lebih dari 50 orang meninggal puluhan luka-luka setelah roket menghantam stasiun kereta Jumat (8/4/2022).
Ribuan orang berada di stasiun ketika gempuran terjadi dan mencoba menyelamatkan diri, menurut gubernur Donetsk.
Rusia menyanggah terlibat dengan mengatakan tidak memiliki rencana operasi militer di sana.
Rusia diyakini mempergencar serangan di kawasan Donbas setelah penarikan dari Ukraina timur.
Sejumlah kota di seputar ibu kota Kyiv telah diambil alih kembali oleh Ukraina.
Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan kerusakan yang ditemukan di salah satu kota yang dikuasai kembali, Borodyanka lebih parah dari yang terjadi di Bucha.
Komentar juru bicara presiden Rusia, Dmitry Peskov tengah jumlah tentara yang tewas itu muncul setelah Rusia diusir dari keanggotaan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Rabu (6/4/2022).
Sebanyak 93 dari 193 anggota Majelis Umum PBB memutuskan langkah itu, menyusul tuduhan pelanggaran massal hak asasi manusia oleh pasukan Rusia di kota yang sempat diduduki Bucha di Ukraina utara.
Reaksi Moskow adalah mengumumkan pengunduran diri dari dewan itu.
Dewan HAM PBB menyatakan "keprihatinan mendalam atas krisis kemanusiaan dan HAM". Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh Rusia melakukan kekejaman di Borodyanka, kota kecil dekat ibu kota Kyiv.
'Saya melihat tentara Rusia menembak mati ayah' - Kesaksian remaja Bucha
Peskov menyanggah tuduhan bahwa pasukan Rusia bertanggung jawab atas eksekusi di Bucha dan mengatakan kepada Sky News bahwa "kita tinggal di era berita palsu dan kebohongan." Tanpa alasan yang jelas ia mengklaim bahwa foto-foto warga sipil yang tewas itu dibuat oleh Ukraina.
Namun, pengakuannya bahwa Rusia mengalami korban yang signifikan sangat mengejutkan.
Pada 25 Maret, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan 1.351 tentara tewas dalam perang. Ukraina menyebut jumlah tentara Rusia yang meninggal hampir 19.000.
Perkiraan Rusia dan Ukraina itu tidak dapat diverifikasi secara independen.
Analis memperingatkan Rusia bisa saja menyebut jumlah korban kecil sementara Ukraina menyebut angka besar untuk mendorong semangat mereka.
Para pemimpin Barat meyakini antara 7.000-15.000 tentara Rusia tewas.
Rusia telah menarik pasukan dari Kyiv dan memusatkan perang di Ukraina timur - namun belum ada tanda-tanda perang akan berakhir.
Wakil perdana menteri Ukraina mendesak warga yang tinggal di timur untuk melarikan diri karena intensitas pengeboman menghambat evakuasi.
Dua pekan setelah Rusia menyerbu Ukraina pada 24 Februari, pemakaman tentara yang meninggal mulai dilakukan.
Di Gereja Alexandra dan Antonina, sebuah peti mati diletakkan. Peti itu diselimuti kain bendera tiga warna Rusia.
Di atasnya, terpasang topi seragam tentara dan sebuah foto.
Mikhail Orchikov adalah wakil komandan brigade senapan mesin.
Dia tewas di medan perang di Ukraina. Sejumlah tentara Rusia dengan persenjataan lengkap hadir dalam prosesi pemakaman itu, menjadi garda kehormatan.
Seorang pendeta Ortodoks berjalan mengelilingi peti sambil merapal doa-doa.
Tangannya mengayunkan bejana logam berlapis ornamen, dan asap dupa mengepul dari dalamnya.
Aroma dupa memenuhi seisi gereja, bercampur dengan alunan irama manis dari paduan suara gereja. Janda serdadu yang tewas itu, wajahnya tertutup selendang hitam, dikelilingi keluarga yang membisikkan kata-kata penghiburan.
Berapa banyak tentara Rusia yang tewas terbunuh di Ukraina? Melaporkan angka berbeda dengan jumlah yang secara resmi dikeluarkan pemerintah adalah tindak kriminal di Rusia.
Menurut informasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan Rusia, sebanyak 498 tentara kehilangan nyawa dalam apa yang disebut Kremlin sebagai "operasi militer khusus". Itu adalah data terakhir, pada 2 Maret. Belum ada pembaruan data lagi selama dua pekan.
"Situasi di negara kita tidak sederhana," ucap pendeta kepada kongregasi yang hadir. "Semua orang mengerti itu."
Kremlin ingin publik meyakini bahwa para tentara Rusia yang diberangkatkan ke Ukraina adalah pahlawan, dan serangan Rusia di sana adalah bentuk pertahanan diri.
Dalam acara bincang-bincang mingguan populer di televisi baru-baru ini, penyiarnya mengatakan bahwa jika Rusia "tidak campur tangan sekarang, dalam tiga tahun Ukraina akan bergabung dengan NATO... dengan bom nuklir. [Ukraina] akan mengambil kembali Krimea, lalu mengincar wilayah selatan Rusia."
Sebuah realitas alternatif, di mana Ukraina adalah penyerangnya. Di jalan-jalan Kota Kostroma, banyak yang tampaknya mempercayai pernyataan resmi dari Kremlin itu. (*/Tribun-medan.com/bbc)
