Kolonel Priyanto Pembunuh Pasangan Sejoli Dituntut Seumur Hidup, Ini Respon Orang Tua Korban

Keluarga Handi Saputra dan Salsabila berbeda pandangan terkait tuntutan hukuman terhadap Kolonel Inf Priyanto.

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg, Handi Saputra (17) - Salsabila (14), di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (24/3/2022). 

Oditur Militer Tinggi menyebut, Priyanto dinilai melanggar Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana juncto (jo) Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Atas kasus yang menjeratnya, Priyanto terbukti secara sah melakukan pembunuhan berencana terhadap Handi Saputra dan Salsabila.

Awalnya mobil yang ditumpangi Kolone Priyanto menabrak pasangan sejoli itu di Nagreg, 8 Desember 2021.

Setelahnya, para terdakwa membuang tubuh korban ke Sungai Serayu di Jawa Tengah.

Selain Kolonel Priyanto, terdakwa lain dalam perkara ini adalah Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko. Keduanya diadili secara terpisah.

Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy mengungkap alasan pihaknya tidak menuntut terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait Kolonel Inf Priyanto dengan hukuman mati meskipun hal tersebut dimungkinkan.

Salah satu yang menjadi pertimbangan, kata Wirdel, yakni pernyataan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa yang memastikan tiga oknum TNI yang terlibat kecelakaan di Nagreg Jawa Barat dituntut dengan tuntutan maksimal seumur hidup.

"Pada waktu Panglima mengeluarkan statement begitu itu akan menjadi patokan bagi kami, tapi yang terpenting adalah fakta di persidangan.

Karena apa? Barang kali Orjen kami juga meminta petunjuk kepada Panglima untuk menentukan berat ringannya hukuman," kata Wirdel usai sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (21/4/2022).

Ia menjelaskan tuntutan terhadap Kolonel Priyanto disusun berdasarkan fakta yang ditemukan selama persidangan. 

Setelah fakta ditemukan, kata dia, dirinya akan melapor kepada kepala untuk kemudian tuntutan tersebut dirapatkan di Oditurat Jenderal TNI.

"Jadi tuntutan yang barusan dibacakan ini petunjuk dari Orjen TNI. Barang kali beliau dengan staf di sana sudah menyimpulkan jika hukuman ini adalah yang paling  cocok," kata Wirdel.

Selain itu, kata dia, ada juga pertimbangan-pertimbangan lain di antaranya hal-hal yang memberatkan dan meringankan pada diri Priyanto.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved