Rusia vs Ukraina

Rusia Telah Rebut 42 Kota dan Desa di Wilayah Timur Ukraina, Kini Ingin Menguasai Wilayah Selatan

Kremlin pada Rabu (20/4/2022), bakal mempersiapkan penggunaan sistem rudal balistik interkontinental (ICBM) Sarmat yang bisa digunakan untuk nuklir.

Editor: AbdiTumanggor
twitter
Artileri Rusia menggempur kota-kota Ukraina. 

Pasukan Rusia telah merebut lebih dari 42 kota dan desa di wilayah timur Ukraina dalam beberapa hari terakhir. Hal itu juga diakui pejabat Kyiv. Pertempuran antara Rusia dan Ukraina benar-benar sengit sejak melancarkan "perang fase 2" di wilayah Ukraina timur.

TRIBUN-MEDAN.COM - Di tengah keberhasilan dalam pendudukan 42 kota dan desa tersebut, kini pihak Rusia mengumumkan telah bersiap menggunakan Rudal Balistik Interkontinental Satan 2 pada musim gugur mendatang.

Kremlin pada Rabu (20/4/2022), bakal mempersiapkan penggunaan sistem rudal balistik interkontinental (ICBM) Sarmat yang bisa digunakan untuk nuklir.

Rudal dengan nama Satan 2, itu mampu terbang sejauh 17.000km dan membawa lebih dari 12 hulu ledak, serta mampu memusnahkan area sebesar Inggris. Rencana penggunaan rudal Satan 2 itu diungkapkan oleh Kepala Badan Antariksa Rusia Roscosmos, Dmitry Rogozin.

Dilansir dari The Sun, Rogozin mengungkapkan, unit tersebut akan ditempatkan ke Uzhur sekitar 2.897km sebelah timur Moskow.

Pernyataan Rogozin diungkapkan setelah Rusia sukses melakukan uji coba peluncuran rudal tersebut. Berdasarkan rekaman video menunjukkan rudal setinggi 35 meter tersebut diluncurkan dari sebuah silo bawah tanah.

Rudal tersebut mampu menempuh jarak sekitar 5.794km dalam waktu 15 menit. Menurut sumber dari pertahanan Rusia, rudal itu kemudian mendarat di tempat uji coba rudal di Semenanjung Kamchatka di timur jauh negara tersebut.

Presiden Rusia, Vladimir Putin memperingatkan bahwa peluncuran rudal ballistic intercontinental Sarmat akan menjadi perhatian bagi siapa pun yang mengancam Rusia. Hulu ledak terpisah di dalam rudal Satan 2 mampu melepaskan diri dari 100 ton rudal utama sebelum melakukan perjalanan menuju target mereka dengan kecepatan hipersonik.

Bom itu 1.000 kali lebih kuat daripada yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di Nagasaki dan Hiroshima saat Perang Dunia II. Itu berarti rudal tersebut mampu menghancurkan area seluas Inggris, Wales atau Texas di AS.

Pejabat Rusia mengatakan, RS-28 Sarmat memiliki kemampuan menggunakan lintasan dan rute tak terduga yang secara substansial menghambat penghancuran mereka, bahkan oleh sistem pertahanan rudal canggih.

Kementerian Pertahanan Rusia menegaskan Sarmat ICBM mampu mengatasi sistem pertahanan rudal apa pun. Hal itu berkat karakteristik massa energi dari rudal, jangkauan peralatan tempurnya telah berkembang secara fundamental baik dari segi hulu ledak dan jenisnya. Termasuk peluncur hipersonik.

Pejabat Ukraina mengakui pasukan Rusia telah merebut lebih dari 42 kota dan desa di wilayah timur negara itu dalam beberapa hari terakhir. Pengakuan Kyiv itu mencerminkan pertempuran antara Rusia dan Ukraina benar-benar sengit sejak Moskow melancarkan "perang fase 2" di wilayah Ukraina timur.

Meski begitu, pejabat Ukraina tersebut tak menjelaskan lebih rinci daerah dan kota mana saja yang telah diduduki pasukan Rusia. Namun, sejauh ini salah satu kota terbesar yang diklaim dikuasai Rusia adalah Kota Mariupol, kota pelabuhan di tenggara Ukraina.

Setelah menguasai puluhan Kota dan Desa di timur Ukraina, kini jenderal Negeri Beruang Merah, Rustam Minnekayev, mengisyaratkan ambisi Presiden Vladimir Putin untuk juga menduduki wilayah selatan Ukraina.

Meski begitu pejabat Ukraina tersebut bersumpah bahwa negaranya akan merebut kembali seluruh wilayah yang diduduki Rusia tidak lama lagi. "Saya ingin mengingatkan Anda bahwa banyak rencana Kremlin telah digagalkan oleh tentara dan rakyat kami," tulis Andriy Yermak, Kepala staf Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky seperti dikutip New York Times via The Straits Times.

Pada Jumat lalu, Komandan Distrik Militer Pusat Rusia, Mayor Jenderal Rustam Minnekaev, menuturkan negaranya juga ingin menguasai seluruh wilayah Ukraina selatan. Menurutnya, kontrol atas wilayah selatan Ukraina akan memberi pasukan Rusia keleluasaan akses menuju Transnistria, sebuah negara bagian di Moldova yang selama ini dikuasai separatis pro-Rusia. Transnistria telah menjadi rumah kontingen pasukan Rusia sejak awal 1990-an.

"Sejak awal fase kedua operasi khusus, yang dimulai secara harfiah dua hari lalu, salah satu tugas tentara Rusia adalah memastikan kendali penuh atas Donbas dan Ukraina selatan. Ini akan menyediakan koridor darat ke Crimea," kata Minnekaev dalam pertemuan umum tahunan Persatuan Perusahaan Industri Pertahanan di Sverdiovsk menurut laporan kantor berita Rusia,TASS.

Peringatan keras kepada Putin

Di sisi lain, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky memberikan peringatan keras kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin. Peringatan tersebut terkait dengan keselamatan pasukan atau pembela Ukraina terakhir yang bertahan di Pabrik Baja, Mariupol.

Diberitakan sebelumnya, hingga saat ini beberapa pasukan atau pembela Ukraina masih bertahan di Pabrik Baja Azovstal tersebut. Dilaporkan mereka di tengah-tengah kepungan serta serangan Rusia yang intens.

Zelensky pun mengancam jika pasukan Rusia membunuh salah satu tentara terakhir yang mempertahankan pabrik baja Mariupol, maka Zelenzky akan menutup pintu damai dengan Rusia. Ukraina akan meninggalkan pembicaraan damai dengan Moskow. Presiden Ukraina juga mengatakan bahwa negaranya akan menarik diri dari pembicaraan damai jika Rusia mengadakan referendum kemerdekaan di Kota Kherson yang diduduki.

Seperti yang diketahui Mariupol satu di antara kota yang penting secara strategis di Ukraina, telah dihancurkan oleh Rusia selama berminggu-minggu, dikutip dari The Sun.

Para pejabat mengatakan evakuasi warga yang telah direncanakan terpaksa dihentikan lantaran penembakan yang intens di kota tersebut.

Pasukan Ukraina yang Terkepung di Pabrik Baja: Kami Terluka, Tewas, dan Kami Simpan Mayat Pejuang

Seorang pembela Ukraina, Svyatoslav Palamar, baru-baru ini mengungkapkan kesaksiannya terkait pabrik baja Azovstal yang terkepung oleh pasukan Rusia. Diketahui dalam pabrik tersebut, banyak pasukan Ukraina bersembunyi, pabrik pun sebagian besar hancur dan warga sipil terperangkap di bawah bangunan yang runtuh.

Svyatoslav Palamar dari resimen Azov tersebut juga mengatakan para pembela telah menangkis gelombang serangan Rusia. "Saya selalu mengatakan bahwa selama kita di sini, Mariupol tetap di bawah kendali Ukraina," katanya.

Seperti diketahui, sebagian besar Mariupol telah hancur dalam beberapa minggu, akibat pengeboman berat Rusia dan pertempuran jalanan yang intens.

Pengambilalihan pelabuhan Laut Azov adalah tujuan utama perang Rusia dan akan melepaskan lebih banyak pasukan untuk bergabung dalam serangan Rusia di wilayah Donbas timur.

Palamar mengatakan, Rusia telah menembaki pabrik baja dari kapal perang dan menjatuhkan bom penghancur bunker di atasnya, dikutip dari BBC. "Semua bangunan di wilayah Azovstal praktis hancur. Mereka menjatuhkan bom berat, bom penghancur bunker yang menyebabkan kehancuran besar."

"Kami telah terluka dan ada tewas di dalam bunker. Beberapa warga sipil tetap terperangkap di bawah bangunan yang runtuh," kata Kapten Palamar.

Resimen Azov awalnya adalah kelompok neo-Nazi sayap kanan yang kemudian dimasukkan ke dalam Garda Nasional Ukraina. Para pejuangnya bersama dengan brigade Marinir, penjaga perbatasan dan petugas polisi adalah pembela Ukraina terakhir yang tersisa di kota.

Ketika ditanya berapa banyak pasukan Ukraina yang bertahan dan tersisa di Mariupol, Kapten Palamar menjawab 'cukup untuk mengusir serangan'. Dia mengatakan bahwa warga sipil berada di lokasi terpisah jauh dari pejuang.

Mereka berada di ruang bawah tanah yang masing-masing berisi 80-100 orang, tetapi tidak jelas berapa jumlah total warga sipil karena beberapa bangunan telah dihancurkan dan pejuang tidak dapat menjangkau mereka karena penembakan. Dan pintu masuk ke beberapa bunker di Mariupol diblokir oleh pelat beton berat yang hanya bisa digerakkan oleh alat berat, katanya. "Kami tetap berhubungan dengan warga sipil yang tinggal di tempat-tempat yang bisa kami datangi. Kami tahu ada anak kecil di sana yang berusia tiga bulan," katanya.

Pejuang itu mengimbau warga sipil untuk diberikan jalan keluar yang aman dari pabrik baja dan menyerukan negara ketiga atau badan internasional untuk bertindak sebagai penjamin keselamatan mereka. “Orang-orang ini telah melalui banyak hal, melalui kejahatan perang. Mereka tidak mempercayai orang Rusia, dan mereka takut,” katanya.

Warga sipil lanjut usia di pabrik baja membutuhkan obat-obatan, sementara ada juga sekitar 500 pejuang yang terluka parah yang tidak mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan, termasuk operasi besar seperti amputasi. "Setelah 52 hari blokade dan pertempuran sengit, kami kehabisan obat-obatan. Dan kemudian kami juga menyimpan mayat para pejuang kami yang tidak terkubur yang perlu kami kubur dengan bermartabat di wilayah yang dikuasai Ukraina," katanya.

Kapten Palamar mengatakan, para pembela Ukraina juga ingin mengamankan evakuasi mereka sendiri jika memungkinkan, tetapi tidak ada pertanyaan untuk menyerah. "Mengenai penyerahan diri sebagai ganti jalan keluar yang aman bagi warga sipil, saya harap kita semua tahu dengan siapa kita berhadapan. Kita pasti tahu bahwa semua jaminan, semua pernyataan Federasi Rusia tidak ada artinya," jelasnya.

Parlemen Rusia Disebut Usulkan Ambil Paksa Darah Tawanan Perang Ukraina: Hanya Bagi yang Sehat

Seorang anggota parlemen Rusia disebut telah mengusulkan untuk secara paksa mengambil darah tawanan perang Ukraina. Hal itu digunakan untuk merawat warga sipil dan tentara Rusia yang terluka, akibat perang antara Rusia dan Ukraina. Usulan tersebut dilontarkan oleh Sergey Leonov, anggota Duma Negara Rusia.

Dikutip dari The Sun, ia telah membuat proposal seperti itu menurut Euromaidan Press yang melaporkan kemarin malam. "Tentu saja, kita berbicara tentang sumbangan yang masuk akal, dan hanya untuk mereka (tawanan perang) yang kesehatannya memungkinkan," ujar Sergey Leonov.

Di sisi lain, menurut seorang pejabat NATO pada awal April, mengatakan hingga 40.000 tentara Rusia terbunuh, terluka, ditangkap hingga hilang. Antara 7.000 dan 15.000 diperkirakan tewas dalam perang di Ukraina sejak invasi diluncurkan pada 24 Februari lalu.

Komandan Ukraina Beri Pesan Video: Ini Bisa Jadi yang Terakhir

Hingga kini, perang antara Rusia dan Ukraina masih terus terjadi di Mariupol. Tentara Putin mencoba menyerbu sebuah pabrik besi dan baja Azovstal di wilayah tersebut, di mana di lokasi tersebut pasukan terakhir Ukraina dan warga sipil bertahan. Mereka yang bertahan menggunakan terowongan bawah tanah untuk melakukan pertahanan terakhir. Para martir Mariupol tersebut telah bersumpah untuk berjuang sampai mati dalam pertempuran dengan Rusia.

Lantas beredar sebuah video, 'pesan terakhir' yang diucapkan Mayor Serhiy Volyna, komandan benteng terakhir pasukan Ukraina di sebuah pabrik baja tersebut. Di tengah kepungan, dirinya mengatakan pasukan tidak akan menyerah meskipun ada ledakan tanpa henti oleh pasukan Rusia.

Mayor Volyna bersikeras pasukannya di pabrik itu tidak akan meletakkan senjatanya, meskipun kalah dalam jumlah yakni sepuluh banding satu. Dalam sebuah video yang mengerikan, dia memperingatkan itu bisa menjadi "pesan terakhir" mereka ketika pasukan Rusia mengepung daerah itu dan melepaskan rentetan tembakan terus-menerus, dikutip dari The Sun. "Ini adalah seruan kami kepada dunia. Ini bisa menjadi pesan terakhir kami," katanya. "Kami mungkin menghadapi hari-hari terakhir kami," lanjut dia.

“Musuh kami melebihi jumlah yakni 10 banding satu. Mereka memiliki keunggulan di udara, dalam artileri, dalam pasukan mereka di darat, dalam peralatan dan di tank. Kami hanya mempertahankan satu objek pabrik Azovstal, di mana selain personel militer ada juga warga sipil yang menjadi korban perang," terangnya.

Dia juga mengeluarkan seruan bagi para pemimpin dunia untuk membantu mengevakuasi warga yang terluka dari kota Mariupol, di mana sebagian besar telah menjadi puing-puing oleh serangan udara dan artileri yang konstan.

"Kami mengimbau dan memohon kepada semua pemimpin dunia untuk membantu kami. Kami meminta mereka untuk menggunakan prosedur 'ekstraksi' dan membawa kami ke wilayah negara pihak ketiga," katanya.

Mayor Volyna mengatakan unitnya memiliki lebih dari 500 tentara yang terluka, serta ratusan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.

(*/tribun-medan.com/tribunnews.com/kompas tv)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved