Berita Samosir Terkini

SETELAH Dihina Wakapolres Samosir, Pastor Sabat Nababan Tuliskan Buah Permenungannya, Begini Isinya

Peristiwa yang melecehkan imamat yang Engkau anugerahkan kepadaku. Ajarilah aku agar tetap memiliki keluasan hati, dan tidak terbakar oleh sakit hati.

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/ARJUNA BAKKARA
Waka Polres Samosir Kompol TM Tobing dan Pastor Sabat Nababan Pastor Paroki St Antonio Claret Desa Tomok Kecamatan Siamnindo Kabupaten Samosir, bercengkerama dan berdamai setelah sempat terjadi kesalah pahaman dan akhirnya berakhir dengan damai di kediaman pastor Sabaty Nababan di Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, Sabtu (18/6/2022). 

TRIBUN-MEDAN.com, SAMOSIR - Seusai dipermalukan di depan publik oleh oknum kepolisian dari Polres Samosir, Parokus Tomok Pastor Sabat Nababan menuliskan permenungannya.

Sekadar diketahui Parokus adalah sebutan untuk Pastor Paroki.

Tepat malam usai peristiwa tersebut, Pastor Sabat Nababan pun menuliskan buah refleksinya setelah seharian bergumul dengan semangat pengampunan.

Dalam perbincangan via seluler dengan Tribun Medan, Pastor Sabat Nababan dengan tulus memafkan perbuatan Wakapolres Samosir, Kompol TM Tobing tersebut.

Demikian tulisan yang Pastor Sabat Nababan torehkan seusai peristiwa tersebut.

Tomok, 16 Juni 2022

PERINTAH MENGAMPUNI

“Tuhanku, Engkau memerintahkan agar kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami”

Hari ini, sungguh perintah untuk mengampuni sesama itu sungguh nyata dalam pengalamanku. Di tengah padatnya pelayanan hari ini pengalaman untuk mengampuni itu sungguh nyata. Selesai merayakan Ekaristi dalam rangka pelepasan TK Asisi saya harus memacu kuda kesayangan yang selama ini setia mengantarku pada tujuan pelayan untuk menghadirkan kurban Kristus bagi umat yang sedang bergumul dalam penderitaan karena penyakit dan usia yang sudah menua. Keinginan untuk melihat kelucuan anak-anak imut TK-pun harus dihentikan mengingat permintaan umat akan Perminyakan Suci agar mendamaikan penderitaannya dengan Kristus yang telah mengalahkan penderitaan dan kegelapan maut.

Di atas sepeda motor, terbayang keluarga beserta pengurus Gereja yang mengelilingi umat yang sakit dengan segala pengharapan dan perasaan takut kehilangan anggota yang mereka cintai karena ajal sudah dekat. Sepeda motorpun melaju dengan gagahnya di jalan raya agar secepatnya mempertemukan saya di tengah keluarga itu, namun lajunya tiba-tiba melambat karena ada kerumunan masyarakat di kiri-kanan jalan beserta deretan mobil yang terparkir sampai memakan trotoar yang mengganggu para pejalan kaki.

Di beberapa titik tampak berdiri beberapa orang berseragam seolah mengatur lalu lintas untuk masyarakat umum bahkan memaksa beberapa sepeda motor untuk berhenti di pinggir sebelah kiri jalan. Rupanya rombongan orang-orang penting hendak melintas, sehingga banyak orang harus mengalah dan menunda segala perjalanan dan urusan mereka.

Dalam benakku, ingin secepatnya mengantarkan tanda keselamatan Allah melalui Sakramen Pengurapan Orang Sakit bagi umat yang membutuhkannya maka masyarakat yang berhenti itu saya coba dahului walau dengan laju sepeda motor yang melambat. Petugas yang berseragam pertama yang menyuruh saya untuk berhenti di pinggir sempat juga saya sampaikan saya sedang buru-buru mau melayankan pelayanan untuk orang sakit, saya pastor.

Petugas tersebut membiarkan saya melewati jalanan yang masih kosong, namun berbeda halnya setelah mendekat kepada petugas lain. Petugas ini memaksa untuk tetap berhenti di pinggir, karena sudah makin mendekat ke mobil rombongan orang penting yang hendak meneruskan perjalanannya, sepeda motor pun akhirnya saya berhentikan. Tak lama kemudian, sang petugas menghampiri sepeda motorku dan langsung mencabut kunci kontak motorku dengan kata-kata yang enak “ dari tadi saya lihat kamu sangat arogan, motor ini akan ditilang” . Kunci dicabut dan langsung menjauh dari sampingku.

Spontan saya mengejarnya, tas berisi peralatan misa saya letakkan di atas sepeda motor dan membuka helm serta memegangnya mengejar petugas yang mencabut kunci motorku. Saya bertanya, “pak mengapa harus begitu? Saya pastor sedang buru-buru mau melayani umat yang sedang sakit. Namun tidak ditanggapi dengan baik, malah dengan segala kata-kata yang tidak mengenakkan keluar dari ucapannya. Kata yang sungguh tidak bisa lagi saya terima dengan sabar ketika dia katakan”pastor gadungan rupanya kau” Sungguh saya ingin menunjukkan kesungguhan dan keaslian diriku bahwa saya bukan pastor gadungan, saya benar-benar pastor.

Alba yang saya kenakan akhirnya saya tunjukkan karena masih terbungkus jaket cokelat yang biasanya melindungi tubuhku dari angin di jalanan jika sedang mengendarai sepeda motor. Semakin banyak masyarakat yang berkerumun dan ada beberapa umat yang mendengar segala perdebatan kami. Beberapa umat sayup-sayup saya dengar berkata “mengapa begitu bapak memperlakukan pastor kami? Nanti kalau umat itu meninggal dan belum sempat menerima Perminyakan apa bapak bertanggung jawab?

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved