Berita Internasional

PM Sri Lanka Sebut Negaranya Jatuh ke Titik Terendah, Kekurangan Bahan Bakar, Listrik dan Makanan

Sri Lanka kini, kata Ranil Wickremesinghe, tidak dapat membeli bahan bakar impor karena utang yang besar dari perusahaan minyaknya.

(Photo by Ishara S. KODIKARA / AFP) (AFP/ISHARA S. KODIKARA)
Pengendara mengantre untuk membeli bahan bakar di stasiun bahan bakar perusahaan minyak Ceylon di Kolombo pada 15 Mei 2022. - Kekurangan makanan, bahan bakar dan obat-obatan, bersama dengan rekor inflasi dan pemadaman yang berkepanjangan, telah membawa kesulitan besar bagi 22 juta orang di negara itu. (Photo by Ishara S. KODIKARA / AFP) (AFP/ISHARA S. KODIKARA) 

Pemotongan Pajak Besar

Pemerintah juga memiliki utang besar dengan sejumlah negara termasuk China, untuk mendanai yang disebut para kritikus sebagai proyek infrastruktur yang tidak perlu.

Sri Lanka berutang $6,5 miliar ke China dan keduanya sedang dalam pembicaraan tentang  merestrukturisasi utang.

Presiden Sri Lanka, Rajapaksa telah dikritik karena pemotongan pajak besar yang dia perkenalkan pada 2019, setelah ia berkuasa.

Akibat pemotongan pajak tersebut, Sri Lanka kehilangan pendapatan pemerintah lebih dari $1,4 miliar (£ 1,13bn) per tahun, menurut Menteri Keuangan Sri Lanka, Ali Sabry.

Kegagalan Panen yang Meluas

Pada tahun 2021, Sri Lanka mulai kekurangan mata uang asing dan menjadi masalah serius.

Pemerintah mencoba membatasi arus keluar dengan melarang impor pupuk kimia.

Rajapaksa menyuruh petani untuk menggunakan pupuk organik yang bersumber secara lokal.

Hal ini menyebabkan gagal panen yang meluas dan Sri Lanka tidak dapat mengekspor hasil pertaniannya.

Kegagalan panen ini berdampak besar pada perekonomian Sri Lanka karena mengekspor hasil pertanian adalah salah satu sumber pendapatan Sri Lanka.

Akibatnya, Sri Lanka harus menambah stok makanannya dari luar negeri, yang membuat kekurangan mata uang asingnya semakin parah.

Sebuah laporan IMF pada bulan Maret 2022, mengatakan larangan pupuk yang dibatalkan pada November 2021 juga telah merugikan ekspor teh dan karet, yang menyebabkan kerugian "berpotensi besar".

Siapa yang membantu Sri Lanka?

Ketika Rajapaksa masih berkuasa, pemerintah sedang mencari pinjaman darurat sebesar $3 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF) sehingga dapat membayar.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved