Eksekusi Kafe di Medan
Begini Tanggapan Juru Sita PN Medan Soal Penolakan Eksekusi Kafe Caldera Berujung Ricuh
Pihak juru sita Pengadilan Negeri (PN) Medan melakukan pengeksekusian dan pengosongan D'Caldera Coffe secara paksa.
Nico menyampaikan, rencana pelaksanaan eksekusi dimaksud ternyata cacat hukum.
Nico dan tim lalu bertahan membela dan mempertahankan keberadaan Jhon Robert Simanjuntak selaku pemilik sertifikat yang menurutnya sah demi hukum dan Perundang-undangan.
Saat mempertahankan klaim sertifikat yang yang mereka anggap sah, terjadi kericuhan dan mereka dapat pukulan.
"Iya, babak belur dan gigi saya sampai copot dipikul oknum polisi. Sekarang kami sudah dibawa ke Polretabes Medan,"kata Nico Silalahi.
Keterangan yang sama disampaikan Wilson Silaen, selalu exsecutive pendiri Forum Raja Sisingamangaraja Xll menyampaikan perlawanan tersebut dilakukan terkait Marwah Forum Raja Sisingamangaraja XII.
"Kita selaku Tim Eksekutif, Para Pengurus dan Anggota, maupun Badan Pendiri FORUM SM XII melakukan pencegahan rencana Eksekusi dimaksud. Kita membela dan mempertahankan hak-hak kita yang hakiki sebagai Pemilik Sertifikat yang sah demi Hukum dan Perundang-undangan. Terkait langsung dengan MARWAH Kita - terutama Marwah FORUM SM XII, yang harus kita bela dan pertahankan segigih mungkin,"tegas Wilson Silaen.
Sementara itu, Pemilik D'Caldera Coffee dr John Robert Simanjuntak meminta Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak untuk memberikan perlindungan hukum terhadap persoalan yang dihadapinya.
Kuasa hukum Jonni Silitonga menyampaikan, surat permohonan nomor 118/KHJS-JS/Eks/Per-Per-Hkm/Poldasu/VII/2022 tersebut telah mereka sampaikan pada akhir pekan lalu, terutama dalam menyikapi rencana eksekusi pengosongan cafe di Jalan Sisingamangaraja, Medan ini oleh Pengadilan Negeri Medan, pada Rabu (13/7).
"Mewakili klien kami memohon perlindungan hukum kepada Kapolda Sumut, yang mana klien kami merasa dizolimi atas keluarnya surat nomor W2U1/1198/HK02/2022 tentang pemberitahuan pelaksanaan eksekusi pengosongan dalam perkara nomor 33/Eks/2018/79/Pdt.G/2006/PN.Mdn," ungkapnya.
Lebih lanjut, Jonni menjelaskan, permohonan perlindungan hukum ini mereka buat, sebab kliennya adalah sebagai pemilik sah dan menguasai objek perkara sejak tahun 2006 hingga saat ini. Hal ini pun, ujar dia, dapat dibuktikan kepemilikannya oleh dr John Robert dengan bukti SHM Nomor 481 dan SHM nomor 482.
"Selain itu, atas perkara yang dimohonkan untuk dieksekusi klien kami justru tidak pernah dimasukkan sebagai pihak yang berperkara. Bahkan klien kami baru mengetahui tanah miliknya diperkarakan melalui surat pemberitahuan eksekusi atas penetapan Ketua PN Medan pada tahun 2020," jelasnya.
Jonni menyebutkan, bahwa atas penetapan Ketua PN Medan nomor 33/Eks/2108/79/Pdt.G/2006/PNMdn itu, pihaknya telah melakukan gugatan perlawanan dengan nomor perkara 108/Pdt.g/2021/PN.Mdn dan saat ini masih dalam proses kasasi.
Dia juga menuturkan, bahwa yang berhak membatalkan legalitas SHM adalah merupakan kewenangan keputusan PTUN karena diterbitkan oleh BPN sesuai Pasal 1 ayat 9 UU nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua UU nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.
"Bahwa perlu kami tegaskan eksekusi ini adalah ketiga kalinya dan selalu mendapatkan pengamanan dari kepolisian yang menurut kami berat sebelah. Sebab kami sudah menunjukkan SHM klien kami serta putusan PTUN yang menegaskan milik klien kami," pungkasnya.
Sementara itu, dr John Robert menambahkan, bahwasanya objek yang diperkarakan adalah benar miliknya secara sah dan sudah inkrah. Karenanya, eksekusi yang akan dilakukan, sambungnya tidak bisa diterimanya.
