Pembunuhan Brigadir J
HASIL Autopsi Ulang Jasad Brigadir J Disangsikan, Dokter Ade Buka Suara soal Pernyataan Penganiayaan
Hasil autopsi kedua atau autopsi ulang jenazah Brigadir J disanksikan sejumlah pihak, khususnya sang pengacara Kamaruddin Simanjuntak.
TRIBUN-MEDAN.com - Hasil autopsi kedua atau autopsi ulang jenazah Brigadir J disanksikan sejumlah pihak, khususnya sang pengacara Kamaruddin Simanjuntak.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), dr. Ade Firmansyah akhirnya angkat bicara terkait hasil autopsi kedua jasad Brigadir J yang disangsikan.
Sang dokter forensik mengutarakan adanya perbedaan fundamental antara pengistilahan di dunia kedokteran forensik dengan bidang hukum.
Baca juga: MENGUAK Misteri Duren Tiga, Deolipa Serang Ali Ngabalin: Jangan Ngamuk-ngamuk Kayak Kesurupan
Secara tegas, dr Ade juga bilang kalau kedokteran forensik tidak pernah sama sekali memberikan pernyataan terkait ada atau tidak adanya penganiyaan.
Ade juga menyebutkan kalau pihaknya dalam bekerja, mendapat pengawasan ketat dari lembaga yang berwenang.
"Pada saat kami melakukan autopsi itu kami diawasi oleh Komnas HAM, oleh Kompolnas juga, semua melihat dengarkan apa yang kami kerjakan di dalam ruang autopsi tersebut."
Baca juga: TERUNGKAP Kenapa Brigadir J Masuk Kamar Putri Candrawathi, Ada Adegan Istri Sambo di Ranjang
"Untuk memastikan dan memperjelas hasil pemeriksaan itu, kami sampaikan bahwa itu akan kita lakukan pemeriksaan lagi dengan pemeriksaan mikroskopik, serta kami juga akan review dari catatan dan foto-foto yang sudah kami periksa," katanya seperti dikutip dari Tribunnews.com.
"Setelah itu, kemudian kita analisa lagi ini, luka ini akibat apa dan segala macamnya. Nah di sini memang ada perbedaan istilah atau perbedaan pengertian antara kami di kedokteran forensik dengan dibidang hukum," jelas Ade, dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu (31/8/2022).
Ade menjelaskan pihaknya hanya memeriksa apa yang terjadi pada tubuh Brigadir J.
"Secara keilmuan, kami memeriksa luka, menentukan jenis kekerasan, (dan) penyebabnya, (kami) bukanlah (bertugas) mengatakan ada atau tidaknya penganiayaan."
"Seperti bisa ditengok kembali dalam rekaman kami pada saat press rilis, saya sekalipun tidak pernah mengatakan tidak ada penyiksaan ataupun tidak ada penganiayaan."
"Kenapa demikian, karena saya harus menyampaikan apa yang berada di dalam kompetensi kami."
"Bahwa kami sebagai dokter forensik menyampaikan lukanya dan jenis kekerasan penyebabnya, jadi mohon hal ini bisa dimengerti," tegas Ade.
Jadi, pihaknya tak bisa menerangkan apakah ada penganiayaan atau tidak, tim dokter forensik hanya memeriksa apa yang mereka lihat saja.
"Ketika kita mengatakan penganiayaan, itu secara hukum di Kitab Undang-undang Hukum Pidana dikatakan sebagai dengan sengaja merusak kesehatan."
"Sedangkan kami di sebagai dokter forensik, yang kami lihat adalah jenazahnya (Brigadir J) maka kami melihat adanya rusaknya kesehatan itu sendiri, seperti lukanya apa dan kemudian kami menganalisa dan kami melihat menentukan jenis kekerasan penyebabnya."
"Namun, (adanya) kesengajaan tadi itu, tentunya tidak mungkin kami lihat pemeriksaan kami."
"Karena itu adalah suatu proses dari bagaimana proses kejadian itu berlangsung, yaitu pasti membutuhkan pernyataan pemeriksaan olah TKP, pemeriksaan saksi-saksi, dan itu tentunya adalah istilah hukumnya (sendiri)," jelas Ade.
Untuk itu, Ade berharap masyarakat dan kuasa hukum keluarga Ferdy Sambo diharapkan dapat memahaminya.
"Itu yang memang seharusnya bisa dipahami oleh masyarakat bahwa kami tidak mungkin mengatakan sesuatu yang diluar kompetensi kami."
"Makanya kami hanya menyampaikan lukanya apa dan jenis kekerasan penyebabnya," jelas Ade.
Juga, hasil autopsi kedua menunjukkan memang luka-luka yang ada di tubuh Brigadir J itu diakibatkan karena kekerasan senjata api.
"Setelah kami lakukan pemeriksaan waktu autopsi, kemudian kita review semua catatan kami, foto-foto serta gambaran mikroskopik. Kami yakin bahwa memang luka-luka yang ada itu hanya diakibatkan oleh kekerasan senjata api," sambung Ade.
Ade pun meminta masyarakat untuk bersabar menantikan kasus pembunuhan Brigadir J ini ditangani penyidik.
"Kami mohon, masyarakat juga bersabar untuk bisa mengikuti kasus ini dan nanti pun juga akan kami sampaikan secara gamblang detail pada sidang peradilan (hasil autopsi kami)."
"Termasuk bagaimana kami sampaikan kesimpulan kenapa kekerasan di (titik fatal tubuh Brigadir J) tersebut bisa menimbulkan kematian, (yakni di titik) di dada maupun di kepala," terang Ade.
Kamaruddin Kritik Hasil Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J
Sebelumnya, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, mengkritisi hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J.
Kamaruddin mengritisis soal tidak adanya bentuk penganiayaan apapun selain luka tembak di tubuh Brigadir J.
Menurut Kamaruddin, hasil autopsi ulang ini bertentangan dengan pernyataan yang dilontarkan langsung oleh tersangka, Bharada E.
"Dia (dokter forensik autopsi kedua) bilang tidak ada penganiayaan, kan kejahatan itu."
"Tersangka sendiri mengakui 'kami lakukan kok penganiayaan'. Ini antara dokter dan tersangka ini beda."
"Tersangka ini mengatakan kami jambak-jambak rambutnya diseret dari luar," kata Kamaruddin, Rabu (24/8/2022) dikutip dari Tribunnews.com.
Menurut Kamaruddin, penjambakan atau menyeret seseorang merupakan bentuk dari tindakan penganiayaan.
Padahal jika dilihat dari foto-foto jenazah Brigadir J, kata Kamaruddin, jelas terlihat luka yang diakibatkan oleh tindakan penganiayaan.
"Tapi dokter forensik ini macam dukun dia, tak ada penganiayaan. Hasil foto-foto saja mengatakan ada penganiayaan," tegas Kamaruddin.
Hasil Autopsi Ulang Brigadir J Dibandingkan dengan Keterangan Eks Kapolres Jaksel, Lihat 3 Poin Ini
Ketua tim dokter forensik autopsi ulang jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Dr Ade Firmansyah Sugiharto akhirnya membuka sebagian hasil otopsi ulang Brigadir J.
Ade Firmansyah memberikan keterangan pers di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2022).
Sang dokter menyampaikan bahwa hasil autopsi ulang terhadap tubuh jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat tidak terdapat luka penyiksaan selain luka akibat tembakan senjata api.
Alih-alih memberikan fakta baru yang mengejutkan publik, Hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J yang diumumkan kemarin justru mirip dengan keterangan mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto.
Seperti diketahui, Hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat akhirnya diumumkan oleh Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), Senin 22 Agustus 2022.
Ketua PDFI Ade Firmansyah mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan forensik dengan sebaik-baiknya.
''Dengan keilmuan forensik, baik autopsi, pemeriksaan penunjang, pencahayaan, dan mikroskopik,'' ujar Ade Firmansyah.

Menurut dia, hal itu telah disampaikan ke Bareskrim Polri dan diharapkan bisa perkuat penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Setidaknya ada tiga poin penting yang sama antara hasil autopsi ulang dengan keterangan Kombes Budhi yang kini sudah dicopot dari jabatan Kapolres Jakarta Selatan dan tengah dalam pemeriksaan Inspektorat Khusus (Itsus) karena diduga merekayasa kematian Brigadir J.
Tiga poin itu terkait luka di jari Brigadir Yosua yang sempat menjadi perdebatan.
Selain itu, keterangan soal jumlah peluru yang bersarang dan kesimpulan tentang tidak adanya penganiayaan juga sama.
Luka di Tangan Brigadir J Karena Peluru?
Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) yang memimpin autopsi ulang Brigadir J mengatakan bahwa luka di jari bukanlah karena penganiayaan, melainkan karena luka tembak.
Ketua PDFI, Ade Firmansyah, peluru menyambar dua jari Brigadir J hingga membuatnya patah.
Ade menyebutnya sebagai sambaran.
“Itu adalah arah alur lintasan anak peluru, jelas sekali peluru keluar mengenai jarinya. Jadi itu memang alur lintasan, kalau bahasa awamnya mungkin tersambar ya seperti itu,” kata Ade, dikutip dari Tribunnews.com, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (22/8/2022).
Ade menjelaskan bahwa satu butir peluru diduga menyambar dan tembus tepat di sela-sela kedua jarinya.
Hal itulah yang diduga mengakibatkan jari Brigadir J patah.
“Memang sesuai analisa kami terkait lintasan anak peluru itu juga memang sesuai dengan arahan lintasannya ketika keluar dari tubuh tersebut,” kata Ade.
Tidak Ada Penganiayaan Brigadir J?
Ade juga memberikan kesimpulan bahwa tidak ada satupun luka penganiayaan selain penembakan.
Ade akhirnya menepis dugaan pihak keluarga Birgadir J yang sempat mengutarakan bahwa ada penganiayaan.
Pihak keluarga Brigadir J melalui kuasa hukumnya sempat mengatakan seperti ada bekas luka jeratan pada bagian leher Brigadir J.
"Semua tempat-tempat dari informasi keluarga yang diduga ada tanda kekerasan kami pastikan nggak ada tanda kekerasan selain senjata api pada tubuh korban," kata Ade.
Lima Luka Tembak pada Brigadir J
Ade juga mengungkapkan, hasil autopsi ulang menunjukkan hanya ada lima luka peluru yang masuk ke dalam tubuh, dan empat peluru keluar.
Ada satu peluru yang bersarang di bagian punggung.
"Kita melihat bukan arah tembakan tapi masuknya anak peluru ada 5 luka tembak masuk dan empat luka tembak keluar," jelasnya.
''Artinya satu tembakan bersarang (di tubuh korban),'' kata dia.
Ade membenarkan adanya satu peluru yang bersarang di tubuh Brigadir J yang terletak di dekat tulang belakang.
"Sesuai trajectory-nya (alur lintasan anak peluru), kita bisa tentukan, ada yang bersarang di dalam tubuh.
"Yang bersarang di tulang belakang, di dekat tulang belakang," kata Ade F.
Keterangan Eks Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi
Pada Selasa (12/8/2022), empat hari setelah peristiwa kematian Brigadir J, di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Kombes Budhi memberikan penjelasan tentang luka di tangan Brigadir J.
Saat itu Budhi menjelaskan luka di jari dengan asusmsi kronologi kematian Brigadir J berasal dari baku tembak dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharda E, sesama ajudan.
Kombes Budhi mengatakan, Brigadir J memegang senjata dengan kedua tangannya.
"Pada saat Brigadir J melakukan penembakan terhadap Bharada RE, dia memegang senjatanya dengan menggunakan dua tangan," kata Budhi di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).
Budhi mengungkapkan, tembakan yang dilepaskan Bharada E mengenai jari Brigadir J dan bahkan menembus dada.
"Disampaikan pula tadi ada perluru yang kena ke jari Brigadir J itu sendiri yang kemudian tembus dan mengenai bagian tubuh yang lain," ujar dia.
Berdasarkan hasil autopsi pertama, sambung Budhi, semua luka yang dialami Brigadir J merupakan luka tembak.
"Jadi bukan karena ada potongan atau yang lain tapi, saya tegaskan semua luka yang ada pada tubuh Brigadir J berdasarkan hasil autopsi sementara berasal dari luka tembak," ucap Budhi
Dua pernyataan Budhi soal luka di jari dan tak ada penganiayaan sama dengan hasil autopsi kedua seperti yang sdah dipaparkan di atas.
Budhi juga menyebutkan bahwa hanya ada lima peluru yang ditembakkan ke tubuh Brigadir J.
Bedanya, Budhi menyebut ada tujuh luka tembak yang diakibatkan di tubuh Brigadir J.
Persamaan lainnya adalah ada satu peluru yang bersarang.
Jika hasil autopsi kedua menyatakan peluru bersarang di bagian tulang belakang, Budhi menyebut peluru bersarang di dada.
"Dari lima tembakan yang dikeluarkan Bharada E tadi, disampaikan ada tujuh luka tembak masuk. Satu proyektil bersarang di dada," ujar Budhi.
Seperti diketahui, keterangan Budhi soal baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E tidaklah benar.
Brigadir J tewas dibunuh secara terencana oleh Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal sesama ajudan, Kuat Maruf asisten rumah tangga dan Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo.
Keempatnya kini berstatus tersangka dengan jeratan pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP.
Sementara, Bharada E juga berstatus tersangka, namun jeratan pasalnya hanya 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP.

SOSOK Ade Firmansyah, Dokter Forensik yang Tangani Autopsi Ulang Brigadir J
Ade Firmansyah menjadi perbincangan usai mewakili Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dalam pengumuman itu.
Adapun dalam hasil autopsi kedua brigadir J tersebut menyebut ada dua luka tembak yang fatal di bagian kepala dan dada.
Ade Firmansyah Sugiharto merupakan Dokter forensik Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Dokter Ade saat ini menjabat sebagai Kepala Departemen Dokter Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Ia juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI).
Dikutip dari laman resmi RSCM, Dokter Ade merupakan lulusan S1 Dokter Umum Universitas Indonesia (UI) tahun 2005.
Dokter Ade kemudian mengambil S2 Dokter Spesialis Patologi Forensik di universitas yang sama dan lulus pada 2009.
Saat ini, nama Dokter Ade tercatat dalam susunan pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta Pusat masa bakti 2019-2022.
Ia menjadi anggota Biro Hukum, Pembinaan, dan Pembelaan Anggota (BHP2A).
Pada Maret 2011 silam, Dokter Ade terlibat dalam proses visum jasad Irzan Okta, korban penganiayaan debt collector sebuah bank.
Lalu, di tahun 2021, Dokter Ade juga ikut dalam proses autopsi klinis jenazah Trio Fauqi Virfaus, yang meninggal satu hari setelah disuntik vaksin Covid-19 AstraZeneca.
(*/TRIBUN MEDAN)