Hubungan KASAD dengan Panglima TNI

KASAD Dudung Tegaskan Hubungannya dengan Panglima TNI Baik-baik Saja, Sebut Isu Itu Perlu Diwaspadai

Jenderal Dudung menepis dugaan ketidakharmonisan hubungannya dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

Editor: AbdiTumanggor
HO
Jenderal TNI Dudung Abdurachman dan sang istri, Rahma Setyaningsih. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Dudung Abdurachman merespons kritik anggota Komisi I DPR yang mempertanyakan ketidakhadirannya dalam rapat membahas anggaran, Senin (05/09) lalu.

Jenderal Dudung menepis dugaan ketidakharmonisan hubungannya dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

Sebelumnya, dalam rapat Komisi I saat membahas anggaran pertahanan dengan Panglima TNI, Menteri Pertahanan, dan Kepala Staf Angkatan Darat.

Sejumlah anggota Komisi I, mengkritik ketidakhadiran Kepala Staf TNI AD, yang semestinya hadir menjelaskan soal kasus mutilasi di Papua, KSAD diwakili Wakil KSAD.

Kritik muncul, karena sejumlah anggota komisi I DPR, ingin bertanya langsung kepada Dudung soal kasus mutilasi yang melibatkan anggota TNI di Papua.

Jenderal Dudung Abdurachman menilai isu yang menyebut hubungannya tidak baik dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa perlu diwaspadai.

Bagi Jenderal Dudung, isu itu mengancam internal TNI dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.

Demikian KSAD Jenderal Dudung Abdurachman dalam keterangannya kepada Jurnalis KOMPAS TV Dian Lestary, Rabu (7/9/2022).

“Itu orang-orang yang harus kita waspadai, ancaman-ancaman internal yang suka mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, model-model begitu itu,” ujar Dudung.

Dudung mengatakan, komunikasi antara dirinya dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terbangun cukup baik.

Sebab, kendati sama-sama memiliki kesibukan Dudung menuturkan dirinya masih berkirim pesan singkat dengan Panglima TNI.

“Beliau ada kesibukan kan mau ke luar negeri, saya juga belum kesempatan, tapi saya udah SMS-an sudah, nggak ada masalah, nggak ada, nggak ada yang dipermasalahan, TNI solid,” kata Dudung.

Menurut Dudung, jika memang ada perbedaan dalam satu organisasi baginya itu adalah dinamika yang biasa.

“Kalau ada perbedaan itu biasa, dalam satu organisasi mungkin saya dengan Waksad juga ada perbedaan, saya dengan staf saya ada perbedaan, Kasdam dengan Pangdam ada perbedaan, pejabat lama dengan pejabat baru itu ada perbedaan kebijakan, itu biasa, jangan dibesar-besarkan ya,” ujarnya.

“Dulu mungkin jangan Pak Hadi dengan Pak Andika ada perbedaan, ya enggak apa-apa, itu dinamika, tapi jangan dibesar-besarkan, TNI itu tetap solid, enggak ada masalah kita.”

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mempertanyakan isu hubungan yang tak harmonis antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.

Politikus PDIP itu menjelaskan, isu itu muncul setelah adanya kabar bahwa anak Jenderal Dudung gagal masuk Akademi Militer atau Akmil.

“Ingin penjelasan dari Jenderal Andika dan penjelasan dari Jenderal Dudung. Ada apa terjadi disharmoni begini? Sampai urusan anak KSAD gagal masuk Akmil pun menjadi isu. Emangnya kenapa kalau anak KSAD?” kata Effendi dalam rapat di Komisi I DPR RI, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Menurut dia, tak ada perlakuan khusus bagi siapa pun yang mengikuti seleksi Akmil.

“Emang kalau anak presiden harus masuk? Kita harus tegas, pak. Jangan seperti ini kalau ketentuan mengatakan tidak, ya tidak,” ujarnya. 

Jenderal Dudung Abdurachman Perintahkan Pelaku Mutilasi Dipecat

Di kesempatan yang sama, Jenderal Dudung Abdurachman memerintahkan pelaku mutilasi di Mimika, Papua, dipecat dari keanggotaan TNI.

Dudung memerintahkan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) untuk mengusut tuntas kasus mutilasi di Papua yang melibatkan anggota TNI tersebut.

"Saya tegaskan kepada seluruh jajaran Angkatan Darat, khususnya kepada Puspom agar ini diproses.”

“Proses dengan tuntas dan tegas. Saya harapkan orang yang melakukan itu pecat segera mungkin," kata Dudung di Markas Besar TNI AD, Jakarta, Rabu (7/9/2022), dikutip Kompas.com.

Menurutnya, kasus ini memang bermula dari adanya informasi rencana pembelian senjata oleh pihak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Kemudian para anggota TNI AD tersebut memancing simpatisan KKB itu dan menangkapnya.

Namun, ia juga menyebut bahwa aksi mutilasi yang dilakukan tersebut tetap merupakan pelanggaran hukum.

"Tidak boleh seperti itu, hukum harus ditegakkan, tidak boleh melakukan seperti itu," kata Dudung.

Sejauh ini, TNI Angkatan Darat menetapkan enam prajurit sebagai tersangka.

Keenamnya ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani penyelidikan oleh Sub Detasemen Polisi Militer (Subdenpom) XVII/C Mimika.

Dua dari enam tersangka merupakan seorang perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK.

Sisanya adalah warga sipil, yakni APL alias J, DU, R, dan RMH. Para pelaku akan dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

(*/Tribun-medan.com/Kompas.tv)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved