Brigadir J Ditembak Mati

TERKUAK Tes Kebohongan Tersangka Pembunuhan Yosua, Sambo Dinilai Bisa Lepas dari Pasal 340 KUHP

Tim Penyidik Polri telah melakukan tes kebohongan dengan alat pendeteksi kebohongan atau Lie Detector kepada para tersangka kasus pembunuhan Yosua.

Editor: AbdiTumanggor
Kolase Tribun Medan/YT Polri TV
Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan Bripka RR dalam adegan Rekonstruksi. 

TRIBUN-MEDAN.COM – Terkuak! Hasil Tes Kebohongan Bharada E dan Kuat Maruf di Kasus Pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo Dinilai Bisa Lepas dari Jerat Pasal 340 KUHP, Berikut Penjelasan Mantan Hakim Agung.

Tim Penyidik Polri telah melakukan tes kebohongan dengan alat pendeteksi kebohongan atau Lie Detector kepada para tersangka kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Sejumlah tersangka yang diperiksa dengan Lie Detector ini adalah Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf.

Ketiganya telah menjalani pemeriksaan uji poligraf ini beberapa waktu lalu.

Menurut Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian, hasil dari uji kebohongan atau uji poligraf terhadap Bahara E, Bripka RR dan Kuat Maruf adalah ‘no deception indicated’ alias jujur.

“Barusan saya dapat hasil sementara uji poligraf terhadap RE, RR, dan KM. Hasilnya 'no deception indicated' alias jujur," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian pada 6 September 2022.

Pemeriksaan dengan lie detector ini menurut Brigjen Andi hanya untuk memperkaya bukti petunjuk yang keakuratannya mencapai di atas 93 persen.

Ferdy Sambo Dinilai Bisa Lepas dari Jerat Pasal 340 KUHP, Berikut Penjelasan Mantan Hakim Agung.

Di sisi lain, Hakim Agung periode 2011-2018 Gayus Lumbuun menilai Ferdy Sambo bisa saja lepas dari jerat pasal pembunuhan berencana atau 340 KUHP.

Kata dia, hal itu bisa terjadi jika dalam perintah tembak terhadap Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo dalam pengaruh minuman keras hingga narkoba atau emosi yang tinggi karena menerima informasi.

Pernyataan itu disampaikan Mantan Hakim Agung periode 2011-2018 Gayus Lumbuun dalam program AIMAN KOMPAS TV, Selasa (6/9/2022).

“Ketika memerintah itu dalam keadaan pengaruh sesuatu hal, bisa miras minuman keras, bisa di atas itu berarti narkotika, misalnya ada pengaruh lain, seperti emosi yang sedemikian tinggi karena informasi dari istrinya, itu juga skenarionya, entah benar atau tidak kita buktikan, itu bisa (masuk kategori -red) spontan,” ucapnya.

Jika dua hal itu terjadi dalam penembakan Brigadir J, Gayus Lumbuun mengatakan hakim di persidangan tentu akan berpikir perbuatan Ferdy Sambo yang memerintah Bharada E menembak Brigadir J bukanlah perencanaan.

“Hakim akan berpikir dia tidak berencana, spontanitas, (Pasal 340 KUHP) coret, 338 (pasal pembunuhan) itu ya memang pengganti dari 340 kalau menurut konsep penyidik,” ucap Gayus Lumbuun.

Gayus Lumbuun pun melihat ada pelemahan lain dalam dakwaan Pasal 340 yang disangkakan terhadap Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo dengan latar belakang sebagai perwira Polri memiliki sifat berbeda dengan TNI yang kill or to be kill.

“Jabatan itu kan sifat perintahnya itu macam-macam dan harus tafsirkan oleh pejabat juga, artinya dia dibekali diri dengan pemahaman perintah yang beritikad baik,” kata Gayus.

“Apalagi dia bukan TNI, kill or to be kill, dia tidak begitu sifatnya, tapi perfection, tidak harus mematikan, nah ini juga bagian dari pelemahan dakwaan kepada Sambo untuk 340.”

Lantas Aiman Witjaksono meminta analisa Gayus Lumbuun kenapa polisi senior seperti Ferdy Sambo melakukan penembakan Brigadir J di rumah dinasnya.

“Itu menguatkan yang saya sampaikan, artinya kalau ada pengaruh-pengaruh obat atau pengaruh-pengaruh emosi yang tinggi, emosi tidak pernah diatur di hukum, tidak pernah, tetapi kalau pengaruh yang lain, sehingga membuat orang ini tidak tidak stabil, itu kan tidak berencana,” ujarnya.

“Termasuk di lingkungan tadi, kenapa dia lakukan di tempat rumahnya yang jelas akan banyak orang melihat, kenapa tidak diperintahkan ditahan saja, ditahanan kan cuma sekelompok orang, misalnya, itu menunjukan dia tak berencana.”

Untuk itu, Gayus Lumbuun berharap Jaksa mempunyai pemahaman untuk membuktikan bahwa Ferdy Sambo kepada Bharada E untuk menembak Brigadir J dalam keadaan sadar.

“Jaksa harus mempunyai pemahaman di atas itu, artinya sebagai jaksa itu justru menolak itu, menolaknya dengan teori lain, misalnya ini sebenarnya memang dia sadar, ini seperti dua hal yang berbeda kejahatan berbeda, satu perbuatan, seperti melempar bom ke kolam ikan orang, ia mencuri juga menggunakan alat peledak dengan kesadaran, nah jaksa harus menggiring pasal 65,” kata Gayus Lumbuun.

(*/Tribun-medan.com/Kompas.TV)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved