Brigadir J Ditembak Mati

Dituduh Terima Uang Dalam Kasus Brigadir J, Ahmad Taufan: Tugas Komnas HAM Sudah Selesai. . .

Termasuk tuduhan telah menerima uang dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Editor: AbdiTumanggor
Tangkapan Layar Video Instagram
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik ingatkan kasus Ferdy Sambo bisa bebas di persidangan karena dia bukan orang sembarangan. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik enggan membantah berbagai tuduhan yang dialamatkan kepadanya termasuk lembaga yang dipimpinnya.

Termasuk tuduhan telah menerima uang dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Adapun tuduhan yang dialamatkan kepada Komnas HAM itu terjadi setelah lembaga hak asasi manusia itu menyatakan adanya dugaan kekerasan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang diduga dilakukan oleh Brigadir J.

Namun, bagi Taufan tuduhan itu tak penting. Sebab, tugas Komnas HAM sudah selesai dalam penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J.

Itu sebabnya, Komnas HAM memberikan rekomendasi dan kesimpulan berdasarkan fakta yang didapat dari hasil penyelidikan dan pemantauan.

"Untuk mereka yang menuduh saya terima uang (suap) silakan mereka tuduh apapun, silakan buktikan,” kata Taufan di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (12/9/2022).

Taufan mengaku enggan membantah tuduhan tersebut. Sebab, menurutnya, tidak ada gunanya memberikan pernyataan untuk membantah tudingan itu.

"Saya enggak akan mau bantah-bantah itu, untuk apa? Sudah selesai, Komnas HAM sudah menyelesaikan tugasnya," ujar Taufan.

Taufan menambahkan, Komnas HAM sudah menyampaikan rekomendasi kepada pihak penyidik untuk meneruskan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi di Magelang.

Selain itu, begitu juga dengan rekomendasi lainnya kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

"Laporan (terkait pelecehan seksual) kepada Polri detailnya ada di situ, (juga) laporan kepada Presiden, tadi kami sampaikan poin-poinnya," katanya.

Seperti diketahui, Komnas HAM pernah menyampaikan dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J dalam rekomendasi yang diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Rekomendasi tersebut disampaikan melalui Kepala Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Agung Budi Maryoto. Dalam rekomendasi itu, Komnas HAM memberikan kesimpulan dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi di Magelang pada 7 Juli 2022.

Dengan kesimpulan itu, Komnas HAM bersama Komnas Perempuan meminta penyidik kepolisian menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual tersebut dengan memperhatikan prinsip HAM dan kondisi kerentanan khusus. Selain itu, Komnas HAM juga meminta Kapolri menguatkan lembaga Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) menjadi direktorat sama seperti yang direkomendasikan kepada Presiden Jokowi.

Rekomendasi Komnas HAM terkait dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi itu lantas mendapat kritikan dari publik. Salah satunya datang dari Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi pun membongkar adanya kejanggalan dari hasil temuan Komnas HAM tersebut. Di antaranya terkait tempat kejadian di Magelang, dan konteksnya yang dikaitkan dengan relasi kuasa.

Komnas HAM: Ferdy Sambo Diduga Kelainan Jiwa

Ahmad Taufan Damanik juga mengatakan, secara psikologis Ferdy Sambo merasa dirinya bisa merekayasa kasus pembunuhan yang dia lakukan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

Psikologis (kejiwaan) Sambo ini dikarenakan pengaruh kekuasaan jabatan Kadiv Propam yang dia jabat.

"Dengan memiliki kekuasaan yang besar itu, FS secara psikologis merasa bisa merekayasa kasus pembunuhan Yoshua dan tidak khawatir akan terbongkar," kata Taufan, Kamis (15/9/2022), dikutip dari Kompas.com.

Namun, ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai pernyataan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik yang menduga Ferdy Sambo memiliki masalah kejiwaan bisa kontraproduktif dalam penuntasan kasus pembunuhan berencana Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Demikian Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Kamis (15/9/2022). “Pernyataan Komnas HAM bisa kontraproduktif,” ucap Reza.

Dalam keterangannya, Reza mengatakan riset mutakhir menunjukkan bahwa psikopati bukan berakar sebatas pada dimensi perilaku atau pun kepribadian, tapi pada adanya bagian otak yang memang berbeda dari orang-orang non psikopat.

“Bagian otak itu, tanpa direkayasa, tidak bereaksi ketika diperlihatkan gambar atau tayangan kejam. Jadi, dengan kondisi otak dari sananya yang memang sudah seperti itu, mereka memang tuna perasaan,” jelasnya.

“Karena menjadi psikopat ternyata bisa dipahami sebagai sesuatu yang terkodratkan, kondisi psikopati malah bisa dipakai sebagai salah satu bahan pembelaan diri.”

Oleh karena itu Reza menuturkan soal dugaan Ferdy Sambo memiliki masalah kejiwaan mungkin saja ada.

Tapi, tegas Reza, Sambo tidak akan bisa menggunakan Pasal 44 KUHP jika memang mengalami masalah kejiwaan.

Mengutip bunyi Pasal 44 KUHP,  orang yang melakukan suatu perbuatan sedangkan pada saat melakukan perbuatan orang tersebut menderita sakit berubah akalnya atau gila, maka perbuatan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepadanya dan orang tersebut tidak dapat dihukum.

“Masalah kejiwaan pada diri FS, mungkin saja. Tapi bukan masalah kejiwaan yang membuat FS bisa memanfaatkan "layanan" pasal 44 KUHP,” ucap Reza.

Apalagi, sambung Reza, kalau masalah kejiwaan yang dimaksud adalah psikopati (gangguan kepribadian antisosial) seperti Komnas HAM,  maka tepatlah FS disebut sebagai kriminal dengan klasifikasi sangat berbahaya.

“Dia, sebagai psikopat, memiliki kepribadian Machiavellinisme yang diistilahkan sebagai Dark Triad: manipulatif, pengeksploitasi, dan penuh tipu muslihat,” ujar Reza.

Menurut Reza, psikopat yang melakukan tindakan criminal justru harus dimasukkan ke penjara dengan level keamanan yang tinggi.

“Kriminal-kriminal semacam itu sepatutnya dimasukkan ke penjara dengan level keamanan supermaksimum,” kata Reza.

“Petugas penjaga jangan staf biasa. Harus staf yang juga cerdas, berintegritas, dan punya jam terbang tinggi "melayani" napi ber-Dark Triad.”

Ferdy Sambo Tak Ada Perintahkan Membunuh Brigadir J

Sebelumnya, misteri kematian Brigadir J sedikit demi sedikit terungkap. Bharada E yang sudah ditetapkan sebagai tersangka mengaku mendapat tekanan diperintah Ferdy Sambo sebagai atasannya, untuk menembak Brigadir J.

Ferdy Sambo pun ditetapkan sebagia tersangka sebagai otak dari pembunuhan ajudan Brigadir J. Akan tetapi semua bisa menjadi semakin kacau, lantaran Ferdy Sambo disebut tidak pernah memberi perintah membunuh.

Seperti diketahui jika saat ini ada lima tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir J. Kelima tersangka itu adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mempertanyakan pengakuan Bharada E yang diperintah menembak.

Kata Taufan, perintah penembakan yang diucapkan mantan Ferdy Sambo pada saat pembunuhan Brigadir J, bukan berarti bisa ditafsirkan membunuh. "Perintah penembakan bisa bermakna hanya melakukan penembakan, bukan membunuh Brigadir J". 

Dari pengakuan Ferdy Sambo itu, Taufan mengatakan, perintah penembakan ini hanya memberi efek jera. Di sana Taufan menyebut, hal itulah bisa menjadi salah persepsi dari Richard Eliezer atas perintah Ferdy Sambo.

Richard yang pada kesaksian sebelumnya, mengaku mendapat perintah menembak dari Ferdy Sambo, bisa menjadi rancu. "Bisa jadi kemungkinan jika perintah menembak hanya untuk melukai," kata Taufan.

“Richard (Bharada E) bilang saya disuruh menembak. Itu (menembak) kan berarti bukan disuruh membunuh. "Sambo kan bukan bilang ’bunuh Richard, bunuh’" kata Taufan. 

Pakar Hukum Pidana, Teuku Nasrullah menduga-duga ada sesuatu dengan Ketua Komnas HAM.

Yang menjadi pertanyaan Teuku Nasrullah adalah, mengapa Ketua Komnas HAM yang menyuarakan hal tersebut.

Teuku Nasrullah mengatakan dirinya tidak tahu, apakah Ketua Komnas HAM memiliki tujuan tertentu mengatakan hal itu. “Saya tidak tahu apakah ada misi tertentu yang ingin disampaikan beliau (Ketua Komnas HAM),” katanya. 

“Yang beliau lihat mungkin proses penyidik macet dan nggak masuk, baru lemparkan statement itu," katanya lagi.

(*/tribun-medan.com/kompas tv)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved