Gempa Tarutung
Diguncang Gempa Tarutung, Warga Parmonangan Ketakutan dan Trauma, Kini Pilih Tinggal di Tenda
ia bersama keluarga tinggal di tenda yang didirikan di halaman rumah. Bahkan, anak pertamanya yang tengah duduk di bangku SD kelas IV masih ketakutan
Penulis: Maurits Pardosi |
TRIBUN-MEDAN.com, TARUTUNG - Seorang warga yang berada di Kecamatan Parmonangan Edward Siregar (37) mengisahkan, dirinya bersama keluarga masih ketakutan dan trauma akibat gempabumi yang terjadi di Tapanuli Utara sejak Sabtu (1/10/2022) hingga hari ini, Jumat (7/10/2022).
Pasalnya, sejak Sabtu (1/10/2022), Tapanuli Utara alami gempa bumi yang berpusat di kawasan mereka dengan kekuatan 6,0 skala richter (SR). Setidaknya, hingga hari ini, Jumat (7/10/2022) pukul 12.00 BMKG telah mencatat ada sebanyak 141 gempa susulan yang terjadi.
Selama 7 hari sejak gempa yang pertama, ia bersama keluarga tinggal di tenda yang didirikan di halaman rumah. Bahkan, anak pertamanya yang tengah duduk di bangku SD kelas IV masih ketakutan dan trauma manakala dengar ada suara kuat dan getaran.
"Sejak gempa yang pertama, kami udah tinggal di tenda. Begitu juga masyarakat di sini, di Bonan Dolok, Desa Hutatinggi, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara," ujar Edward Siregar (37), Jumat (7/10/2022).
"Sebagian masyarakat di sini masih terus tinggal di tenda. Sejak gempa pertama, masyarakat di sini masih terus waspada. Ini kan sudah 7 hari, ada juga bikin tenda yang baru karena kejadian tadi pagi," terangnya.
Ayah dari empat anak ini bekerja sebagai petani masih belum yakin untuk pergi ke ladang karena gempa susulan yang terus terjadi. Pasalnya, lokasi perladangannya memiliki perbukitan.

"Ladang kita kan ada perbukitan, kita takut juga adanya gempa susulan kan. Bahkan sampai tadi pagi pun terjadi. Dan saya juga jaga anak di tenda karena ibunya harus bekerja sebagai tenaga honorer," terangnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan, sebagian masyarakat sekitar sudah kembali beraktivitas seperti biasa namun pada malam hari tetap tinggal di tenda yang didirikan di halaman rumah.
Pihak pemerintah juga sudah mengucurkan bantuan berupa tenda yang digunakan masyarakat sekitar di halaman rumah. Ia bersama keluarga tinggal di tenda sambil menyalakan api.
Sekarang, mereka sudah berani memasak makanan di rumah setelah guncangan tidak sedahsyat gempa pertama pada Sabtu (1/10/2022).
"Kalau tanggal 1 dan 2, kami masak di tenda. Sekarang sudah di rumah masak, tapi kalau istirahat masih di tenda. Hingga sekarang, saya belum bisa fokus untuk bertani kopi," ungkapnya.
Ia juga mengisahkan, kesehatan keluarganya terganggu akibat tidur di tenda tersebut. Penyakit flu dan batuk pun muncul karena mereka tidak bisa tidur nyenyak saat malam hari.
"Aku pasang api, anak-anak pun jadi sakit juga kan karena tidur di tenda. Saya pun enggak bisa tidur nyenyak, terus berjaga dan waspada. Saya belum berani untuk bekerja ke ladang karena takut kalau anak-anak ditinggal," ujarnya.
"Sekarang, pendidikan tetap berjalan di sini. Tapi pada gempa yang pertama itu, sekolah tidak masuk. Trauma dan ketakutan itu masih ada," ungkapnya.
Ternyata, bukan kali ini saja mereka dirikan tenda akibat gempa. Pada kejadian tsunami Aceh tahun 2004, mereka juga dirikan tenda di halaman rumah.
"Untuk dirikan tenda, tahun 2004 pun kami buat tenda saat tsunami Aceh," ungkapnya.
Hingga saat ini, ia masih terus tinggal di tenda sembari menunggu waktu yang aman untuk beraktivitas kembali.
(cr3/tribun-medan.com)