Brigadir J Ditembak Mati
Pihak Ferdy Sambo Gaungkan Kronologi Baru Pembunuhan Yosua, Sebut Tak Niat ke TKP, Tapi Terlintas
Pengacara Ferdy Sambo memberikan keterangan baru soal aksi pembunuhan pada 8 Juli 2022 lalu di Duren Tiga Jakarta Selatan.
TRIBUN-MEDAN.com - Pengacara Ferdy Sambo memberikan keterangan baru soal aksi pembunuhan pada 8 Juli 2022 lalu di Duren Tiga Jakarta Selatan.
Kata pengacara Ferdy Sambo, Febri Diansyah, kliennya tak ada niat menuju ke rumah Kompleks Duren Tiga setelah keluar dari rumah di Kompleks Saguling.
Diketahui, rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga menjadi lokasi pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.
Pasca emosi dan menangis mendengar kesaksian istrinya, Putri Candrawathi di rumah Saguling terkait kejadian di Magelang, Febri mengatakan Ferdy Sambo keluar dari rumah Saguling ingin bermain badminton.
Namun, Febri tidak menjelaskan di mana lokasi Ferdy Sambo akan bermain badminton.
Ia hanya menggambarkan, lokasi jalan yang dilintasi Ferdy Sambo untuk ke tempat bermain badminton adalah rumah Duren Tiga.
“Jadi awalnya rencana FS adalah dari rumah Saguling adalah main badminton,” ucap Febri saat konferensi pers, Rabu (12/10/2022).
Namun, secara tiba-tiba Ferdy Sambo menyuruh sopir untuk mundur sesaat setelah melewati rumah Duren Tiga.
“Jadi saat itu niat FS dari rumah di Saguling adalah pergi badminton,” kata Febri.
“Namun ketika FS melihat dan lewat di depan rumah duren tiga, sampai lewat beberapa meter jaraknya, ia kemudian memerintah sopir untuk berhenti, meskipun tidak ada rencana saat itu ke rumah Duren Tiga,” ucap Febri.
Dalam keterangannya membangun narasi soal kejadian, Febri kemudian menceritakan bahwa Ferdy Sambo masuk ke rumah Duren Tiga melakukan komunikasi ke Brigadir J.
Ferdy Sambo disebut turun untuk mengkonfirmasi perihal kejadian di Magelang.
“Kemudian FS melakukan klarifikasi kepada J tentang kejadian di Magelang,” kata Febri.
Selanjutnya, kata Febri, kliennya memerintahkan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E untuk menghajar Brigadir J.
Tapi yang terjadi adalah Bharada E menembak Brigadir J.
“Ada perintah FS saat itu yang dari berkas yang kami dapatkan, hajar Chard, namun yang terjadi penembakkan saat itu,” ujar Febri.
Seketika, kata Febri, Ferdy Sambo panik melihat Bharada E tembak Brigadir J.
Lalu, Ferdy Sambo bergegas mengambil senjata api milik Brigadir J di bagian pinggang dan menembakan ke bagian dinding.
Tidak hanya itu, Febri mengungkapkan kliennya kemudian memerintahkan ADC atau ajudan untuk memanggil ambulans.
Selanjutnya, sambung Febri, Ferdy Sambo menjemput istrinya atau Putri Candrawathi di kamar. Ferdy mendekap wajah Putri Candrawathi agar tidak melihat situasi pasca-peristiwa penembakan Brigadir J.
Lalu, Ferdy Sambo memerintahkan Bripka Ricky Rizal untuk mengantarkan istrinya kembali ke rumah Saguling.
“Ini adalah fase pertama peristiwa,” kata Febri.
Kondisi Putri Sehat
Kondisi kesehatan Putri Candrawathi menjadi tanda tanya sebab istri Ferdy Sambo ini kerap mengaku sakit. Bahkan, Putri sering tak menjalani pemeriksaan karena alasan sakit.
Jelang sidang nanti, publik bertanya-tanya apakah Putri hadir dalam persidangan atau tidak.
Menanggapi itu, pengacara keluarga Ferdy Sambo, Arman Hanis mengungkapkan kondisi Putri Candrawathi jelang sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Arman mengatakan saat ini kondisi kliennya yang ditahan di Rutan Salemba itu secara fisik tampaknya sehat.
"Kalau secara fisik saya lihat tadi sehat tapi secara mental saya enggak bisa menilai," ujar Arman.
Saat mengunjungi Putri, Arman mengaku sempat menanyakan perihal kesiapan kliennya menghadapi sidang perdana pada (17/10/2022).
"Tadi juga saya besuk Ibu Putri secara fisik. Saya minta kesiapannya, kesiapan fisiknya, kesiapan mentalnya untuk menghadapi persidangan untuk pembacaan dakwaan," ucapnya.
Adapun sidang dakwaan terhadap Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, pekan depan.
Sebagai informasi, ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Mereka adalah eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, dua ajudan Ferdy Sambo Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dan Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo Kuat Maruf dan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Kelima tersangka itu diduga melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sementara itu, total ada tujuh tersangka di dalam kasus obstruction of justice.
Mereka adalah Ferdy Sambo, Baiquni Wibowo Chuck Putranto Arif Rahman Arifin, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Irfan Widyanto.
Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
Ferdy Sambo Klaim Susun Skenario untuk Selamatkan Bharada E
Kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menggelar konferensio pers jelang sidang.
Konferensi pers ini digelar pada Rabu (12/10/2022) sore. Diketahui, Ferdy Sambo Cs bakal duduk di bangku pesakitan mulai Senin (17/10/2022) nanti.
Kini para pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengungkapkan pembelaan sebelum diungkap detail di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nanti.
Dimulai dari pernyataan Arman Hanis, pengacara yang sejak awal mendampingi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Arman meminta jaksa untuk melengkapi berkas dakwaan kliennya antara lain hasil ahli psikolog forensik, hasil lie detector, hasil uji balistik, dan keterangan ahli ahli.
Ia berharap kekurangan dalam berkas dakwaan kliennya dilengkapi sebelum persidangan.
“Hal ini sangat menentukan untuk mewujudkan apakah persidangan dapat dilakukan secara objektif atau tidak ke depan,” ujar Arman Hanis, Rabu (12/10/2022).
“Tim kuasa hukum berharap selain pembuktian fakta-fakta di persidangan kepatuhan pelaksanaan hukum acara yang berlaku sangat penting agar harapan kita semua bahwa persidangan dapat terwujud secara fair trial (hak atas peradilan yang adil).”
Arman lebih lanjut juga meminta semua pihak menghormati proses peradilan yang dijalankan kliennya dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
“Kami juga berharap pada semua pihak agar menghormati proses peradilan, menghargai independensi dan imparsialitas hakim,” ucap Arman Hanis.
“Sehingga tidak terjadi proses penghakiman sebelum persidangan dilakukan.”
Febri Diansyah, turut menambahi pernyataan Arman Hanis terkait kasus yang dihadapi kliennya yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Ia memulai dengan adanya Justice Collaborator (JC) dalam perkara kliennya. Menurutnya, seorang JC harus mengakui perbuatannya terlebih dahulu dalam perkara yang disangkakan.
Juctice Collaborator diperkara Ferdy Sambo adalah Bharada E.
Atas dasar itu, Febri menekankan kepada Bharada E untuk tidak berpikir hanya menyelamatkan diri sendiri.
“Seorang JC tidak boleh hanya menggunakan label JC tersebut untuk menyelamatkan diri sendiri. JC bukan sarana untuk menyelamatkan diri sendiri,” kata Febri.
Bicara soal Juctice Collaborator, kata Febri, harus dipahami JC adalah pelaku yang bekerja sama dalam kejahatan. Maka, pelaku berstatus JC wajib terlebih dahulu mengakui perbuatannya.
“Kalau ada seorang JC yang justru menyangkal perbuatannya maka tentu patut kita pertanyakan,” kata Febri.
Tak hanya itu, Febri menegaskan seorang JC juga tidak boleh berbohong apalagi tidak konsisten dalam keterangannya di segala tingkat pemeriksaan.
Dalam keterangannya, Febri juga mengungkapkan soal Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang mengaku telah membuat kekeliruan pasca tewas Brigadir J.
Kekeliruan itu adalah membuat skenario palsu tewasnya Brigadir J.
Dari gambaran Febri, Ferdy Sambo membuat skenario palsu karena Bharada E salah menjalankan perintah hajar menjadi tembak Brigadir J.
“Perintah FS saat itu yang dari berkas yang kami dapatkan, hajar chard, namun yang terjadi penembakkan saat itu,” ungkap Febri.
Ferdy Sambo panik, lanjut Febri, kemudian mengambil senjata milik Brigadir J dan menembakan ke dinding.
“Tujuan pada saat itu adalah menyelamatkan RE yang diduga melakukan penembakan sebelumnya dan juga tujuannya pada saat itu adalah seolah-olah memang terjadi tembak menembak,” kata Febri.
“Dan kita tahu itu adalah salah satu fakta dalam fase kedua yang bisa kita sebut sebagai skenario atau fase kebohongan tersebut.”
(*)
Sebagian artikel sudah tayang di kompas.tv
