Penertiban di Bumper Sibolangit
Komisi I DPRD Deliserdang Minta Pemprov Jangan Dulu Lakukan Penertiban di Bumi Perkemahan Sibolangit
Komisi I DPRD Deliserdang meminta Pemprov Sumut menghentikan sementara kegiatan penertiban bangunan di atas lahan Bumi Perkemahan di Desa Bandar Baru.
Penulis: Indra Gunawan |
Komisi I DPRD Deliserdang Minta Pemprov Jangan Dulu Lakukan Penertiban di Bumi Perkemahan Sibolangit
TRIBUN-MEDAN.com, LUBUKPAKAM - Komisi I DPRD Deliserdang meminta agar Pemprov Sumut yang sudah membentuk tim terpadu untuk melakukan penertiban, menghentikan sementara kegiatan yang berhubungan dengan rencana penertiban bangunan di atas lahan Bumi Perkemahan (Bumper) di Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit.
Permintaan ini sesuai dengan hasil rekomendasi yang dibuat dan diputuskan setelah digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mengundang pihak terkait Kamis, (20/10/2022).
RDP ini digelar dengan dipimpin oleh Ketua Komisi I, Wastiana Harahap dan dihadiri oleh pihak Pemkab Deliserdang, BPN, Kepala Desa dan puluhan orang perwakilan masyarakat.
Sementara tim terpadu yang sudah diundang tidak bersedia menghadiri pertemuan.
Pada saat RDP berlangsung Fahmi mewakili masyarakat menyebut mereka meminta perlindungan atas masalah yang mereka hadapi saat ini.
Disebut ratusan Kepala Keluarga sudah menerima surat peringatan pertama dari tim terpadu.
Dianggap apa yang dilakukan Pemprov Sumut saat ini telah menyakiti hati masyarakat.
"Kami takut ada peringatan ini. Sebenarnya banyak kejanggalan (mengapa Pemprov mengklaim kepemilikan lahan) karena sebelum Jambore (nasional) tahun 1977 masyarakat sudah ada di situ. Katanya ada sertifikat hak pakai tapi kami tak pernah tahu. Selama ini tidak pernah ada kami menerima salinan alas hak dari mereka," ucap Fahmi.
Saat itu dihadapan semua pihak mereka pun menunjukkan bukti-bukti autentik yang menyatakan merekalah yang lebih dahulu menguasai lahan.
Disebut dalam masalah ini ia mewakili masyarakat menegaskan kalau mereka meminta ada solusi yang diberikan untuk mereka.
"Jangan kami dibuat macam hewan main usir-usir saja," kata Fahmi.
Ia pun sempat mempertanyakan mengapa hak pakai yang dimiliki oleh Pemprov Sumut saat ini seakan tidak ada batas waktunya.
Harusnya karena bukan hak milik harus ada batasnya. Ketika itu penasehat hukum masyarakat, Tommy Aditia Sinulingga menambahkan masyarakat sudah lebih dari 20 tahun lamanya bertempat tinggal di tempat itu.
"34 tahun ini kenapa ditelantarkan. Ada 400 KK di sana dan sudah ada sekolah dan masjid. Masyarakat juga sudah ber KTP sana, artinya pemerintah saja mengakui. Kalau mau dikosongkan (digusur) siapa lagi yang mau bersekolah dan beribadah di sekolah dan masjid itu,"kata Tomi.
Kades Bandar Baru, B Sitepu pun turut membenarkan apa yang diucapkan oleh masyarakatnya.
Ia menyebut selama ini tidak pernah ada pertemuan yang dibuat Pemprov Sumut dengan Pemerintah Desa.
Ia meminta agar hak masyarakatnya dilindungi dan diberikan.
"Saya asli putra situ. Semua yang dibilang masyarakat saya benar itu. Darah saya masih merah untuk perjuangkan masyarakat. Berikan hak masyarakat. Jangan rakyat diintimidasi, "ucap B Sitepu.
Ketua Komisi I DPRD Deliserdang, Wastiana Harahap didampingi Sekretaris Komisi, Rakhmadsyah pun mengaku sangat kecewa karena tim terpadu yang telah diundang tidak hadir dalam RDP ini.
Disebut seharusnya mereka bisa datang agar bisa didengarkan keterangannya.
"Ya kita kecewa tim tidak datang. Jadi kita rekomendasikan tadi tim terpadu jangan dulu melakukan apapun sebelum ini dimediasi. Kita minta juga Pemkab untuk buat secara resmi ke Provinsi untuk mewakili masyarakat agar ini bisa ketemu. Karena sampai saat ini tidak pernah ada pertemuan antara Provinsi dengan masyarakat," ucap Rakhmadayah
Ia merasa heran dan sempat mempertanyakan mengapa persoalan lahan di Bumper ini bisa muncul sekarang.
Padahal di lokasi sudah ada empat generasi keturunan.
"Kita akan telusuri ini siapa dibelakang kasus tanah ini. Ada apa ini?. Saya yakin bukti yang dimiliki masyarakat juga sudah cukup, "kata Rakhmadsyah.
Sementara itu Kepala Tata Pemerintahan Pemkab, Meyanto Sagala menuturkan Pemkab sebenarnya sudah berulang kali menyampaikan ke Provinsi agar hal ini dimediasi dulu.
Ditegaskan selama ini bukan Pemkab tidak perduli.
Kewenangan Pemkab seperti ini karena lahan yang disengketakan itu diklaim lahan Provinsi.
Sementata itu BPN Deliserdang menjelaskan kalau alas hak Provinsi saat ini adalah Hak Pakai nomor 2 yang diterbitkan pada 3 Oktober 1988 seluas 95.36 hektare dan Hak pakai nomor 3 seluas 129,77 hektare tanggal yang sama.
BPN menyebut apabila masyarakat keberatan dapat menempuh sesuai jalur yang sudah ditentukan yakni melalui mekanisme pengadilan.
Lahirnya hak pakai ini karena adanya SK Gubernur tanggal 29 September 1988.
(dra/tribun-medan.com)